Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Merujak kini tidak selalu berarti memakan rujak.
Istilah merujak populer digunakan di media sosial.
Arti merujak di media sosial tampaknya dekat dengan makna istilah merisak atau merundung yang merupakan tindak kekerasan.
SEKARANG tampaknya kita harus berpikir dua kali ketika mendapat ajakan merujak. Rujak adalah makanan yang menyegarkan, bergizi, dan bisa membuat orang-orang guyub ketika dinikmati bersama-sama. Makanya merujak menjadi salah satu kegiatan yang digemari orang banyak. Tapi, di ranah media sosial, “merujak” bisa punya makna yang jauh berbeda—meski sepertinya juga disenangi khalayak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring mencantumkan lema merujak dengan arti memakan rujak. Kata dasarnya, rujak, dimaknai sebagai makanan yang dibuat dari buah-buahan kadang-kadang disertai sayuran yang diiris (ditumbuk dan sebagainya), kemudian diberi bumbu yang terdiri atas asam, gula, cabai, dan sebagainya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jadi, ketika mendapat ajakan merujak, wajar jika kita membayangkan bakal menggeramus berbagai buah segar yang diolah dan diberi beraneka macam bumbu yang membersitkan cita rasa masam, manis, dan pedas. Tapi tunggu dulu. Cek dulu apakah ajakan itu disertai tautan suatu berita atau gamitan ke akun media sosial tertentu.
Sebab, istilah “merujak” tampaknya digunakan untuk menggambarkan tindakan seperti melabrak, memarahi, mencereweti, menghujat, mencibir, menghina, mencela, merendahkan, mencaci, mengumpat, dan sejenisnya di media sosial. Arti “merujak” yang demikian bisa dilihat dari pemberitaan sejumlah media massa daring.
Sebagai contoh, kita simak berita yang dimuat Ayojakarta.com pada 18 Mei 2023 dengan judul “Media Malaysia Nyinyiri Kemenangan Timnas U-22 di SEA Games 2023 karena Faktor Untung, Warganet Siap Merujak!”.
Warta itu menyebutkan bahwa sebuah media Malaysia menyatakan tim nasional sepak bola Indonesia memenangi medali emas SEA Games 2023 hanya karena beruntung. Sebab, Thailand yang hancur lebur dalam laga final melawan Indonesia cuma diperkuat skuad lapis kedua. Begitu pula Vietnam yang tunduk melawan tim Garuda Muda dalam laga semifinal.
Karena berita itu, menurut kabar di Ayojakarta.com, warganet Indonesia geram dan berdedai-dedai mendatangi akun media sosial yang menyudutkan tim nasional Indonesia tersebut. “Tak sedikit pula warganet yang sudah bersiap-siap akan merujak habis media asing bernama Ekor Harimau Malaya asal Malaysia itu,” begitu tertulis di sana.
Ternyata benar, unggahan akun @ekorharimaumalaya tentang adanya faktor keberuntungan dalam kemenangan tim nasional Indonesia diserbu komentar warganet Tanah Air. Hampir semua komentar berisi umpatan, amarah, cibiran, hujatan, hinaan, dan cacian yang menandakan ketidaksetujuan terhadap unggahan tersebut. Tak lama kemudian akun itu tumbang, tak bisa lagi ditemukan, mungkin dinonaktifkan pemiliknya yang keder atau dilaporkan warganet yang jadi cepu Instagram.
Yang menggelikan—atau memprihatinkan—warganet turut “merujak” akun @ekor_harimau_malaya_official yang punya nama mirip dengan akun pertama tapi sama sekali tak membuat unggahan mengenai kemenangan Indonesia. Bahkan unggahan terakhir akun itu yang menjadi target warganet dibuat lebih dari dua tahun lalu, berisi ucapan belasungkawa kepada pemain tim nasional Malaysia yang tengah berduka. Belakangan, akun ini juga lenyap entah kenapa.
Menarik menelusuri istilah “merujak” yang tak berarti memakan rujak ini. Apakah istilah itu digunakan karena ada kata “rujak” di sana yang seolah-olah menyiratkan pedasnya jempol warganet ketika membuat komentar? Ataukah istilah itu merujuk pada proses membuat rujak sehingga pihak yang menjadi sasaran seakan-akan “diiris-iris”, “diserut”, atau “ditumbuk” oleh komentar netizen? Yang jelas, istilah ini populer digunakan di media sosial beserta variannya, seperti “ngerujak” dan “dirujak”.
Bila menilik perkiraan waktu dimulainya penggunaan istilah itu oleh media massa, ada sebuah artikel lawas berjudul “Apa yang Bisa Kita Lakukan Selain Merujak Seleb Keblinger?” yang terbit di Kumparan Plus pada 16 Juni 2021. Isinya mempertanyakan warganet yang beramai-ramai mencela seorang selebritas yang dituding melakukan perundungan seksual.
Arti “merujak” di sini tampaknya dekat dengan makna istilah “merisak” atau “merundung” yang merupakan tindak kekerasan. Merundung dalam KBBI Daring diartikan sebagai mengganggu; mengusik terus-menerus; menyusahkan. Makna lain: menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikis, dalam bentuk kekerasan verbal, sosial, atau fisik berulang kali dan dari waktu ke waktu, seperti memanggil nama seseorang dengan julukan yang tidak disukai, memukul, mendorong, menyebarkan rumor, mengancam, atau merongrong.
Orang atau kelompok yang menjadi sasaran perisakan atau perundungan rentan mengalami berbagai masalah sebagai korban kekerasan. Dalam konteks ranah penggunaan secara spesifik, “merujak” bisa jadi merupakan perisakan yang dilakukan di dunia maya alias cyberbullying. Perisakan di mana pun, baik di dunia nyata maupun di dunia maya, apa pun alasannya, sama tercelanya jika mengambil sudut pandang korban.
Bila demikian adanya, kalau tak mau menjadi pelaku kekerasan, seyogianya kita memang perlu cermat ketika hendak meladeni ajakan merujak. Jika yang mengajak sudah siap menghidangkan bengkuang, mentimun, mangga, jambu, dan nanas segar lengkap dengan bumbunya yang kental dan pedas-manis, aman, sikat saja sampai habis. Biarlah kita sendiri yang memakan rujak yang menjadi korban kepedasan kudapan ini.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo