"DIRGAHAYU Republik Indonesia! Dirgahayu TVRI!" Ucapan selamat yang benar itu lebih sering terlindas oleh ucapan yang salah, misalnya Dirgahayu HUT RI ke-45 atau Dirgahayu HUT TVRI ke-28. TVRI sudah sering menampilkan acara yang mengoreksi salah kaprah itu, tetapi kesalahan masih saja berlangsung hingga kini. Hal itu dapat dimaklumi karena, jangankan orang luar, TVRI sendiri sering tidak mengamalkan ajaran yang disiarkannya. Tanggal 15-8-1990 ada grup lawak yang memajang kain rentang. Bunyinya: "Dirgahayu H.U.T. RI ke:". Banyak yang mengeluh kepada TVRI. Setiap minggu ada siaran Pembinaan Bahasa Indonesia, tetapi di luar itu bahasa Indonesia oleh TVRI mengecewakan. Sampai-sampai ada yang menyebutkan, dalam seminggu di TVRI terdapat 25 menit siaran pembinaan bahasa Indonesia, 2.500 menit sisanya pembinasaan bahasa Indonesia. Pendapat itu jelas sangat berlebihan, tetapi di dalam acara pembinaan itu sendiri memang sering terjadi kesalahan bahasa, baik oleh pembawa acara maupun kesalahan penulisan lembar peraga sehingga sang pengasuh kikuk. Begitu lepas acara pembinaan bahasa, langsung terjadi kesalahan bahasa. Tenggang waktunya tidak sampai memasuki hitungan menit. Misalnya kasus tanggal 8 Agustus 1990. Setelah acara selesai, sekitar tiga detik kemudian muncul telop Banyak membaca tercipta pola pikiran yang .... Menurut kaidah yang sering diajarkan, telop itu mestinya berbunyi Dengan banyak membaca tercipta pola pikiran yang . . . atau Banyak membaca menciptakan pola pikiran yang .... Telop yang standar masih menggunakan ejaan yang berbeda dengan acara pembinaannya. Setiap hari terpampang adzan maghrib, dan Allah Maha Besar, yang semestinya azan magrib, dan Allah Mahabesar. Sesekali muncul shalat dhuhur. Kata Jumat kebanyakan muncul Jum'at. Salah eja semacam ini sulit mendapat ampun karena berbeda dengan telop-telop lain yang mungkin dibuat terburu-buru. Kesan yang diperoleh menunjukkan, banyak telop dibuat tergesa-gesa. Namun, kalau tergesa-gesa itu baku, tentu ada yang tidak beres. Evaluasi cuaca menampilkan tulisan dibawah normal dan diatas normal. Kesalahan klasik kemana-mana, ketempat, kedekatnya, kesini, disini, dibawah, dimanapun (yang seharusnya ditulis kemana-mana, ke tempat, ke dekatnya, ke sini, di sini, di bawah, dimana pun) berulang-ulang muncul dalam banyak acara. Sebaliknya, di sebagai awalan (misalnya didengar dan dimakan) muncul seolah-olah itu kata depan menjadi di dengar dan di makan. Berkali-kali diberitahukan bahwa kata yang baku adalah ubah dan bentukannya adalah berubah, mengubah, perubahan, bukan berobah, merobah, merubah, perobahan, tetapi yang sering muncul merubah. Penerjemahan terkadang menghasilkan kata yang tidak lazim dalam kosakata bahasa Indonesia. "Apa yang kau cari ada direksi lain." Kalau ditilik konteksnya, yang dimaksud adalah arah. Kata direksi diterjemahkan dengan perkosaan dari kata Inggrisnya direction . Interferensi dari bahasa Jawa tampak pada hasil terjemahan. Misalnya, di jarinya Cathy, gambar cincinnya Cathy. Akhiran nya sebagai penanda pemilikan memang diperlukan dalam bahasa Jawa, tetapi tidak dalam Indonesia sehingga seharusnya telop itu berbunyi di jari Cathy, gambar cincin Cathy. Pada acara Cerdas Ria, 21 Juli 1990, penyiar mengajak anak yang berlomba pompa yang kuat alih-alih pompa dengan kuat atau pompa kuat-kuat. "Aku tak tahu harus berkata apa Grumble?" Mengakhiri kalimat positif dengan tanda tanya seperti ini merupakan penerapan ejaan yang aneh, tetapi TVRI tidak sendirian. Banyak orang berbuat seperti itu. Yang agak khas TVRI adalah banyaknya tanda titik setelah tanda tanya. Begitu pula titik setelah tanda seru yang mengakhiri kalimat seru. Masih ada sejumlah contoh yang membuktikan bahwa ajaran dalam siaran Pembinaan Bahasa Indonesia lebih ditujukan kepada pemirsa TVRI, tetapi tidak diterapkan oleh pengasuh TVRI. Ibarat lilin yang menerangi sekitarnya, tetapi dirinya sendiri gelap. Sudah bertahun-tahun para pengisi acara menjelaskan bahwa "pertandingan tinju antara Tyson melawan Douglas" adalah bentuk yang salah, dan diberikan pilihan kata yang benar yaitu dan, bukan melawan. Namun, pemakaian melawan itu hingga kini masih berlangsung, baik dalam berita maupun terutama dalam ucapan reporter atau komentator olahraga. Selama ini sering terdengar keluhan bahwa TVRI kekurangan waktu dan tempat. Kemubaziran seperti berikut ini mempunyai andil, seberapa pun kecilnya. Berapa kali kita dengar kata tentang yang berada antara kata kerja transitif dan obyeknya? Juga berapa kali muncul kata benda dalam bentuk perulangan padahal sudah didahului oleh sejumlah kata yang menunjukkan jamak, "banyak kota-kota, banyak para penjahat"? Untuk mengajak pemirsa mengikuti warta berita, penyiar mengucapkan banyak sekali kejadian-kejadian yang terjadi atau penyiar lain mengucapkan masih banyak peristiwa-peristiwa lain. Kemubaziran yang sekaligus kerancuan (yang merupakan ciri khas bangsa Indonesia), yakni pemakaian walaupun dan namun juga muncul di TVRI yang seharusnya hemat kata. "Meskipun diperkuat oleh pemain top seperti Marco van Basten dan Frank Rijkaard, namun AC Milan menyerah kepada Verona" adalah bentuk salah kaprah kita penutur bahasa Indonesia. Hal mubazir dapat muncul akibat sikap pengasuh TVRI yang memperlakukan televisi sama dengan radio. Misalnya komentator olahraga. Kita lihat hal yang sama dalam kasus korban terowongan Mina. Betapa sibuk penyiar membacakan lengkap nomor, nama, asal, dan kloter korban, padahal itu semua sudah ditampilkan dalam telop. Dalam penyajian telop, bila TVRI dibandingkan dengan RCII, TVRI kalah dalam dua hal. Pertama, ketepatan keluarnya telop. Dalam hal ini RCTI jauh lebih bagus. Saat penayangan telop di TVRI jauh dengan ucapan di filmnya. Kedua, kecermatan bahasa. Untuk masalah ini, TVRI juga kalah. Tadinya kalah sangat jauh, tetapi belakangan tidak begitu jauh. Bukannya TVRI ngebut makin bagus, melainkan RCTI makin kendur. Kesalahan-kesalahan mendasar, yang tadinya jarang, kini lebih banyak muncul. Itu terasa sejak bulan Maret 1990. Mengingat luas jangkauannya dan besar pengaruhnya, langkah perbaikan bahasa perlu diambil oleh kedua bos pengelola televisi, terutama TVRI. Sebagai program jangka pendek, diperlukan sejumlah "kuli bahasa" yang dapat menangkal cacat-cacat bahasa yang menonjol. Kegiatan ini dapat mengurangi kemubaziran dan kerancuan. Dampaknya adalah generasi muda akan memperolehsajian yang dari segi bahasa dapat dipertanggungjawabkan. Pada tahap lebih lanjut, "kuli bahasa" itu harus dilepaskan dari televisi, dan TVRI perlu swadiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini