Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Belajar dari Reformasi Kesehatan Amerika

Kongres AS meloloskan reformasi kesehatan. Kebijakan populis Obama patut kita tiru.

5 April 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Layanan kesehatan murah adalah hak setiap warga negara. Pemerintah Indonesia perlu becermin pada kemenangan reformasi kesehatan di Amerika Serikat. Selama puluhan tahun, dari presiden ke presiden, ide reformasi kesehatan ini bergulir, tapi selalu kandas di kongres. Dan akhirnya pekan lalu lolos.

Para penentangnya selama ini menganggap gagasan itu cenderung berbau kiri, memberikan peran terlalu besar terhadap pemerintah, dan mengerdilkan swasta. Presiden F.D. Roosevelt, misalnya, saat mengusulkan gagasan ini dicerca sebagai seorang sosialis.

Demikian juga Obama. Pengecamnya bahkan ada yang menudingnya membangkitkan sosialisme ala Soviet. Reformasi kesehatan dipandang akan membangkrutkan Amerika karena membutuhkan anggaran US$ 1 triliun atau 15 persen dari produk domestik bruto (GDP) negara itu. Reformasi ini dianggap makin mengurangi pendapatan negara karena memberlakukan potongan pajak untuk perusahaan kecil yang memberikan asuransi kesehatan bagi pegawainya. Para pengkritiknya memprediksi Amerika bakal terseret krisis ekonomi baru.

Obama mengagumkan karena berani melawan asumsi-asumsi itu. Dia tak mundur menghadapi tekanan komersial industri asuransi dan farmasi. Kedua industri itu membuat Clinton tak berdaya melahirkan reformasi kesehatan. Kini Amerika bakal melarang perusahaan asuransi kesehatan swasta mematok premi terlalu tinggi. Amerika juga akan memblok perusahaan obat yang tidak mendukung ketersediaan obat generik di pasar.

Reformasi kesehatan ini secara nyata memihak kepada kalangan miskin. Obama perlu dicontoh lantaran kukuh membela puluhan juta penduduk yang tak memiliki asuransi kesehatan karena biayanya tinggi. Bahkan, bila sudah memiliki polis asuransi kesehatan pun, mereka masih kerap dipermainkan.

Boleh jadi semua ini juga bertolak dari pengalaman pribadi. Ibu Obama, Ann Dunham, kita tahu, meninggal karena kanker indung telur. Menurut kesaksian Obama, enam bulan terakhir asuransi tidak mau mengganti biaya perawatan. Di rumah sakit, sembari berbaring lemah, ibunya bertengkar melalui telepon dengan pihak asuransi.

Di negeri kita pun urusan kesehatan sering tak masuk akal. Bukan cerita baru bila pasien ditelantarkan rumah sakit karena belum membayar biaya. Biaya berobat secara umum terlampau mahal. Bahkan, di pelosok, fasilitas kesehatan tak memadai.

Pemerintah memang mengembangkan program kesehatan masyarakat, misalnya puskesmas, sampai ke desa. Tapi masih sedikit puskesmas yang memiliki perlengkapan memadai. Hanya penyakit ”ringan” yang biasanya bisa diatasi. Padahal Indonesia merupakan tempat munculnya penyakit-penyakit baru dan mematikan, seperti flu burung.

Sebuah reformasi kesehatan menyeluruh memang harus digagas di Indonesia. Ide yang pernah muncul semestinya diwujudkan. Pada 1968, Menteri Kesehatan G.A. Siwabessy mencanangkan asuransi kesehatan nasional yang memberikan pelayanan kesehatan gratis di mana saja. Di zaman Megawati, diusulkan RUU Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mencakup jaminan sosial kesehatan. Saat Susilo Bambang Yudhoyono naik untuk kedua kalinya, ia mengemukakan perlunya cetak biru reformasi kesehatan. Tapi semuanya sampai sekarang baru sampai ide.

Amerika butuh puluhan tahun merealisasi reformasi kesehatan. Indonesia tidak boleh mengubur mimpi itu. Yang diperlukan kini inisiatif pemerintah, termasuk menyiapkan anggaran negara yang cukup. Sudah semestinya fasilitas kesehatan murah bagi publik menjadi prioritas utama, bukan sekadar wacana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus