Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Boikot Iklan Salah Alamat

Boikot ala Dipo Alam menuai kritik tajam. Semestinya pers dipersoalkan dengan hukum pers.

7 Maret 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALAU berniat "menghukum" media, Sekretaris Kabinet Dipo Alam salah sasaran dengan mengajak kementerian dan lembaga negara melakukan boikot pemasangan iklan.

Sebagian pendapatan media memang datang dari iklan, di antaranya dari lembaga pemerintah. Pemasangan iklan lembaga pelat merah selama ini merupakan bisnis biasa: program pemerintah tersebarluaskan, media mendapat pemasukan. Iklan ditangani bagian usaha, berita ditulis redaksi.

Jika Dipo Alam menjadikan iklan sebagai senjata untuk melawan pemberitaan, itu hanya menunjukkan ia tak memahami cara kerja perusahaan media. Sangat memprihatinkan bila Dipo menganggap iklan sebagai alat barter yang efektif untuk menukar pemberitaan buruk dengan yang baik.

Media bukan lembaga yang tak bisa salah dan tak boleh dikritik. Dalam kasus Metro TV dan Media Indonesia serta TV One, barangkali kritik Dipo Alam tak salah. Metro TV dan Media Indonesia, milik pengusaha Surya Paloh, juga TV One, milik pengusaha Aburizal Bakrie, sangat gencar mengkritik kebijakan pemerintah. Dua pengusaha itu saat ini memang tak berjalan seiring dengan pemerintahan Yudhoyono.

Tak ada salahnya mengambil sikap berseberangan dengan pemerintah. Tak ada aturan yang melarang tiga media itu mengikuti sikap politik pemodalnya. Tiga media itu hanya bisa dipersoalkan bila melanggar kode etik dan memutarbalikkan fakta pemberitaan.

Maka, sebagai pejabat setingkat menteri, Dipo Alam perlu memahami Undang-Undang Pers dan Undang-Undang Penyiaran serta Kode Etik Jurnalistik. Dari pemahaman itu, ia bisa bereaksi tepat terhadap kelompok media yang digolongkannya sebagai media yang "menjelek-jelekkan" dan yang "kritis" kepada pemerintah. Terhadap media dengan pemberitaan kritis, dengan data dan fakta akurat, Dipo tak bisa berbuat selain memanfaatkan ruang hak jawab yang harus disediakan media yang mengkritik. Sedangkan terhadap media yang "menjelek-jelekkan", bila menjelekkan itu berarti menyerang tanpa fakta, Dipo bisa meminta hak koreksi.

Bila masih tak puas, Dipo bisa mengadu ke Dewan Pers atau Komisi Penyiaran Indonesia. Kalau pengaduan terbukti, dua lembaga itu bisa memerintahkan pers meminta maaf dan mengoreksi beritanya, juga memberi sanksi dan denda. Ia juga masih memiliki hak menggugat melalui jalur hukum bila tak terima dengan keputusan Dewan Pers atau Komisi Penyiaran Indonesia.

Bertindak melewati aturan hukum ini bisa-bisa membuat Dipo tergelincir dan menabrak undang-undang. Keinginannya memperoleh berita yang "menyenangkan" pemerintah akan runyam bila ditafsirkan sebagai cara Dipo membatasi pemberitaan atau malah menyensor. Dia langsung bisa didakwa melanggar Undang-Undang Pers, yang melarang sensor dan pelarangan penyiaran.

Pers bebas merupakan buah reformasi. Esensi reformasi adalah demokratisasi. Kritik yang disampaikan media terhadap pemerintahan Yudhoyono mestinya dilihat sebagai konsekuensi kebebasan pers. Akuntabilitas pemerintah akan ikut terjaga dengan hadirnya pers yang kritis dan profesional.

Sebaliknya, media juga punya pertaruhan lain: kredibilitas. Bersikap partisan dalam pemberitaan, mengikuti "garis politik tertentu", tanpa ditopang data dan fakta tepercaya, akan menguras tabungan kepercayaan publik. Ini bukan investasi yang baik bagi kelangsungan hidup media itu.

Walhasil, kasus Dipo dan tiga media ini menunjukkan betapa banyak yang perlu belajar tentang hubungan pemerintah dengan media.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus