Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUDAH sepantasnya usul tentang penggunaan hak angket untuk mafia pajak ditolak dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa pekan lalu. Selain tak cukup kuat dalil hukumnya, penggunaan hak melakukan penyelidikan dalam kasus mafia perpajakan ini tak jelas arah dan tujuannya.
Dalam Undang-Undang Nomor 27/2007 yang mengatur kedudukan dan tugas DPR sudah ada ketentuan penggunaan hak angket. Hak ini hanya bisa digunakan jika ada dugaan pelanggaran hukum oleh pemerintah dalam melaksanakan undang-undang atau kebijakan. Hingga usul ini ditolak lewat voting, para pengusung hak angket tetap tidak bisa menyampaikan argumen tentang adanya penyimpangan hukum yang dilakukan pemerintah dalam kasus mafia perpajakan.
Sebaliknya, ada agenda terselubung di balik gencarnya pihak yang hendak mengegolkan hak angket ini. Gegap-gempita yang menyertai usul hak angket ini ternyata ditumpangi kepentingan pribadi tokoh tertentu. Sekretaris Jenderal Partai Golkar Priyo Budi Santoso sudah membuka sendiri alasan mengapa partainya setuju membentuk panitia angket. Tujuannya membersihkan nama Ketua Umum Aburizal Bakrie, yang dinilai sudah bergelimang tuduhan kasus pajak.
Nama Aburizal memang kerap dikaitkan dengan dugaan penyimpangan pajak tiga perusahaan di grup usaha milik keluarganya. Pada 2007, Direktorat Jenderal Pajak melansir adanya tunggakan pajak tiga perusahaan itu senilai Rp 2,1 triliun. Belum tuntas soal ini, bekas pegawai pajak Gayus Halomoan Tambunan, terpidana kasus mafia pajak, juga pernah mengaku menerima setoran puluhan miliar rupiah dari perusahaan milik keluarga Bakrie.
Tuduhan adanya motif untuk memulihkan nama baik Aburizal dalam usul hak angket sulit dimungkiri. Itu sebabnya para anggota Dewan seperti tidak cukup puas dengan dua panitia kerja pajak yang telah dibentuk Komisi Keuangan dan Komisi Hukum DPR. Jelas bahwa tujuan terselubung ini jauh dari misi mulia, yakni semata-mata untuk mencari kebenaran demi kepentingan publik.
Kehebohan saat Panitia Khusus Angket Century pada akhir 2009 bisa menjadi contoh. Riuh di awal, sunyi di ujung. Usaha keras partai pengusung angket Century seperti mencapai klimaks ketika Sri Mulyani Indrawati akhirnya mundur sebagai Menteri Keuangan.
Semestinya usul pembentukan panitia angket sudah gugur jauh-jauh hari dan tidak perlu berujung voting. Para anggota Dewan seharusnya jangan membuang energi pada saat masih banyak tugas pokok yang belum dikerjakan. Misalnya merampungkan pembahasan sejumlah undang-undang yang masih ngendon di DPR. Mereka kudu sadar bahwa kegaduhan politik—salah satunya dengan berdebat kusir di layar televisi—telah membuat publik terganggu, bahkan muak.
Ketika panggung angket mafia pajak usai, anyir adanya kepentingan yang bermain terkuak. Adalah Fadli Zon, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, yang mengungkap adanya upaya suap dari oknum partai tertentu terhadap tiga anggota partainya. Tujuannya agar tiga politikus Gerindra mau berpindah suara, dari menolak menjadi mendukung penggunaan hak angket.
Pengakuan Fadli ini semakin mengkonfirmasi maraknya permainan uang dalam proses pengambilan keputusan di Senayan. Sudah saatnya Komisi Pemberantasan Korupsi bergerak cepat mendalami informasi suap ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo