Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Bukan dikotomi hitam-putih

Sejak dulu kapitalisme dan komunisme dipertentangkan. blok timur kian menjadi kapitalis. industrialisasi menyebabkan bumi semakin rusak. muncul krisis pencemaran. perlu solus untuk seluruh dunia.

25 Agustus 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APAKAH model pembangunan yang terbaik saat ini? Bagaimana konstelasi kekuatan dunia nanti dengan perubahan-perubahan di Eropa Timur? Pertanyaan ini muncul lagi dalam acara Panglaykim Memorial Lecture, 11 Agustus lalu di Manggala Wanabakti, Jakarta. Profesor Ivan T. Berend, sejarawan dan ekonom terkemuka dari Hungaria, berbicara atas undangan Yayasan Panglaykim, mengenai topik Why Has East European "Local Communism" Failed ? Secara sistematis ia membeberkan latar belakang historis terbentuknya "blok Timur" dan pergeseran ideologis maupun ekonomis dari Timur ke Barat. Penceramah cenderung meromantisir demokrasi parlementer dan ekonomi pasar kapitalisme, dan mempunyai cara berpikir yang linier yang tujuan akhirnya adalah model pembangunan ala Barat. Cara berpikir demikian sejajar dengan cara berpikir tradisional Marxis di mana masyarakat bergerak dari kapitalisme, ke sosialisme sampai akhirnya lembaga negara luluh, dan tercapailah masyarakat tak berkelas -- tujuan akhir ideologi komunisme. Kerangka pemikiran "blok Barat versus Timur" tidak unik. Komunisme dan kapitalisme dari dulu dipertentangkan, baik teori maupun prakteknya. Karena alasan historis, yang mendapat angin kini adalah sistem ekonomi kapitalis. Bantuan dari Barat pun tak kurang. Ini tercermin dalam iklan The Economist (11/8/1990) mengenai Solomon Brothers, perusahaan penasihat investasi dan manajemen. Iklan itu berbunyi: Were helping Eastern Europe trade Marx for dollars, di bawah gambar Karl Marx, sebuah epitaf yang pasti membuat Marx berbalik dikuburnya. Padahal, dengan demikian, Eropa Barat dan Timur akhirnya harus bersaing tajam untuk sumber maupun pasar. Paham "demokrasi" pun, apa pun bentuknya, jadi dambaan bangsa-bangsa yang merasa belum mencapainya. Padahal, bila demokrasi itu hanya suatu sham democracy, atau sekadar demokrasi formal, tanpa mewujudkannya dalam sektor politik, hukum, dan ekonomi, maka "demokrasi" cuma alat untuk mengelabui rakyat. Nyatanya, masyarakat dan negara-negara maju Barat -- di mana "maju" identik dengan "kapitalis" -- juga memiliki berbagai soal yang rumit. Amerika, lambang model demokrasi kapitalistis Barat, ternyata merupakan negara pengutang terbesar, jurang antara kaya dan miskin begitu tajam hingga bisa dikatakan Amerika memiliki "Dunia Ketiga"nya sendiri. Kegiatan politik tak bisa dipisahkan dari uang. Demokrasi yang begitu dibanggakan di Amerika nyatanya tak bisa jalan tanpa big business. Akhirnya, semua sistem yang diciptakan itu hendak menuju kepada suatu kualitas hidup manusia yang lebih baik. Sering dikatakan, komunisme adalah suatu eksperimen. Sebenarnya demikian halnya dengan kapitalisme. Hanya, kapitalisme merupakan eksperimen yang agak lebih berhasil dari komunisme. Dalam praktek, kebanyakan negara kapitalis yang maju merasa perlu melakukan intervensi negara yang cukup besar, dan secara implisit menyertakan prinsip-prinsip sosialistis dari komunisme. Bedanya, masyarakat sosialis mengagungkan, sedang masyarakat kapitalis mencela, intervensi negara. Sebaliknya, negara "blok Timur" pun jadi kian kapitalistis. Beberapa tahun belakangan ini, berbagai tradisi sosial-ekonomi di Inggris mengalami erosi akibat ketentuan-ketentuan pemerintah Thatcher. Tapi identitas Inggris sampai saat ini masih bergelantung pada citra welfare state, di mana prinsip-prinsip sosialistis sangat berlaku. Dari dulu kapitalisme dan komunisme dipertentangkan sebagai dikotomi hitam-putih. Namun, bila kedua sistem itu dipahami sebagai dua kutub positif dan negatif yang menghasilkan energi, gambarannya menjadi lebih jelas. Seperti jantan dan betina, keduanya saling mengisi. Mereka membentuk pasangan: ketika kapitalisme di Amerika maju, komunisme pun kuat di Rusia. Apakah itu hanya suatu kebetulan bahwa ketika yang satu melemah, yang lain pun mengikuti? Perang dingin 40 tahun telah membuat kedua pihak lelah dan kehilangan semangat. Seperti Partai Konservatif dan Buruh di Inggris, kapitalisme dan komunisme telah berinteraksi dan menjadi semakin dekat. Oposisi sebenarnya menciptakan dinamika. Jadi, bila dipertentangkan, pertentangan itu lebih bersifat ideologis. Trilling dalam bukunya The Liberal lmagination (1950) memberikan definisi ideologi sebagai "the habit or the ritual of showing respect for certain formulas to which, for various reasons having to do with emotional safety, we have very strong hes of whose meaning and consequences in actuality we have no understanding". Dan bila ideologi itu sudah berada di tangan negara, sering yang jadi permainan adalah kekuasaan, bukan kepentingan rakyat. Apakah sekarang ini kita bisa mengatasi masalah "emotional safety" atau"keselamatan emosional", demi masalah-masalah yang lebih kongkret? Persoalannya adalah masalah urgensi. Perkembangan kapitalisme yang kian besar berarti industrialisasi yang lebih banyak bertambahnya industrialisasi berarti bertambahnya perusakan bumi: polusi, pencemaran lingkungan, pembabatan hutan, pemanasan bumi. Reputasi Eropa Timur dalam soal pencemaran lebih buruk dari Eropa Barat karena kesadaran lingkungan sampai saat ini erat kaitannya dengan tingkat kemakmuran suatu masyarakat. Bila kapitalisme diimpor mentah-mentah ke Eropa Timur, itu akan menambah krisis pencemaran lingkungan dunia. Bila kita hendak ngotot berpegang pada kerangka lama, yang kita butuhkan adalah ciri-ciri terbaik dari kapitalisme maupun komunisme yang kita dapat sekarang adalah yang terburuk dari keduanya. Munculnya Partai-partai Hijau di Eropa adalah akibat desakan isu-isu nyata yang tak dapat ditangguhkan. Partai Hijau adalah contoh suatu pemikiran alternatif di mana secara implisit kualitas hidup tidak diukur dari materialisme kasar dalam bentuk melimpahnya komoditi yang dapat dikonsumsi. Yang diperlukan bukanlah ideologi yang menganjurkan pengekangan nafsu, atau ideologi yang menghalalkan pelepasan nafsu, tapi kesadaran baru bahwa kualitas hidup itu tidak melulu diukur oleh kebendaan, melainkan nilai manusiawi dan spiritualnya. Pada perhitungan terakhir, apa bedanya paham atau sistem yang dianut kalau bumi ini hancur? Kita sekarang menghadapi dunia baru dengan globalisasi perdagangan dan komunikasi, suatu era pasca perang dingin yang dikemudikan oleh persaingan ekonomi,tapi Juga suatu kesadaran untuk preservasi diri. Apakah tidak waktunya kini untuk bergeser dari kerangka usang "(blok) Barat versus (blok) Timur", dan berusaha menciptakan kerangka yang tak sekadar mempertentangkan satu ideologi lawan ideologi lainnya. Tapi mencari solusi untuk seluruh dunia?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus