Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Sekolah nasi bungkus

Sd mawar i banjarmasin didirikan dinas dep.p dan k banjarmasin bagi para gelandangan & pengemis. dana yang disediakan sekitar rp 10 juta/th.para murid mendapat jatah sebungkus nasi,agar rajin ke sekolah.

25 Agustus 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARMANSYAH adalah guru paling sabar. Bayangkan, sehari-hari ia mesti menghadapi murid yang bertingkah seenaknya. Ada yang main lempar-lemparan pesawat terbang kertas, duduk di meja atau tidur-tiduran selama pelajaran di kelas. Pakaian mereka pun tak seragam. Ada yang compang-camping, ada pula yang dekil. Maklum, murid kelas khusus filial SD Mawar I Banjarmasin itu adalah para gelandangan dan pengemis alias "gepeng". SD untuk gepeng itu terletak di sudut lantai dua Pasar Harum Manis, Banjarmasin. Tak mengherankan bila "konser" gemuruh suara pasar melatarbelakangi teriakan Darmansyah yang mengajar di depan kelas. Murid bisa masuk kelas seenaknya. Asal tak lebih dari jam 12.00. Untuk memancing agar anak-anak datang pagi, sekolah menyediakan hidangan teh manis dan sepotong kue bagi murid yang hadir sebelum jam 8.00. Untung bagi anak yang betah sampai usai sekolah. Mereka mendapat catu sebungkus nasi. Sekolah ini memang dirancang bagi gepeng -- usia 7-14 tahun -- yang berkeliaran dipasar itu. Pada mulanya, Departemen Sosial setempat yang punya ide mencoba menertibkan para gepeng. Mereka dijaring, dimasukkan ke kelas, dan dipaksa belajar keterampilan. Upaya itu gagal. Karena anak-anak gepeng itu pada kabur. Akhirnya, muncul rumus baru dari Dinas Departemen P dan K Banjarmasin untuk menggaet mereka. Setiap pagi, lewat "Operasi Sayang", para gepeng diundang untuk bermain karambol, halma, dan catur. Sambil, tentu saja, disediakan kue dan nasi bungkus di lantai dua pasar Harum Manis itu. Jumlah gepeng yang terkumpul sebanyak 51 orang. Setelah dibujuk, mereka akhirnya mau bersekolah pula. Syaratnya yang mereka ajukan, sekolah harus ditengah pasar. "Biar kami dapat sekolah sambil bekerja di pasar ini," kata Arsyad, salah satu anggota gepeng. Sebagai kepala sekolah ditunjuklah Husaini, lulusan SGB yang sudah 27 tahun menjadi guru SD. Ia dibantu lima guru lulusan FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. Gaji seorang guru Rp 15.000 tiap bulan. "Memang cuma cukup untuk transpor saja. Tapi kami bangga dapat mengabdi dan mengangkat harkat anak-anak itu," kata Darmansyah. Untuk menghidupkan SD gepeng itu, Dinas Departemen P dan K Banjarmasin tiap tahun menyisihkan anggaran sekitar Rp 10 juta. Dana itu, selain untuk honor guru, juga dipakai untuk pengadaan buku, perlengkapan sekolah, dan konsumsi. Sistem pendidikan tak menggunakan kurikulum seperti SD normal. Yang dipakai adalah kurikulum paket A, dengan sistem kelompok belajar. Setelah dua tahun, kini sudah ada 21 anak masuk kelompok B, setaraf dengan kelas II SD. Kelompok C (setara kelas III SD) punya murid 25 orang, dan kelompok D (siap ikut ujian akhir) memiliki 5 murid. Anehnya, kelompok A atau setingkat kelas I SD kini lagi kosong. Agaknya, membaca bukan target utama SD gepeng itu. "Lihat saja tingkah mereka, belum disiplin dan belum ada sopan santun," kata Husaini kepada TEMPO sambil menunjuk dua muridnya yang santai, baru muncul pukul 10.00. Mereka juga harus diajak disiplin, tertib, dan sopan. Dalam catatan kepala sekolah, jumlah murid yang absen tiap hari mendekati 60%. Jadi, sekitar separuh muridnya bolos secara bergantian. Alasannya pun macam-macam. "Kemarin ada perahu yang bongkar bawang. Terpaksa saya tak masuk sekolah," kata Budiman, seorang murid kelompok B. Yang hebat, dengarlah cita-cita mereka. "Saya ingin jadi guru," kata Ida. "Saya ingin jadi dokter," ujar Asni. Dan Usup ingin jadi polisi. Cuma Budiman, 9 tahun, yang sering bolos itu bingung. Mau tetap jadi gepeng?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus