Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menanggapi tulisan Saudara Diar Anwar terhadap komentar Saudara Ishanuddin M. Rusli tentang Ayatullah Rohullah Khomeini, pemimpin revolusi Iran (TEMPO, 29 Juli 1989), saya merasa punya kewajiban untuk ikut nimbrung. 1. Revolusi Iran pimpinan Khomeini dinamai Revolusi Islam Iran dalam membentuk negara Islam yang beraliran Syiah. Kita tidak perlu silau dengan istilah negara Islam, karena negara Islam yang kita inginkan adalah negara Islam yang dipimpin oleh Rasulullah Muhammad saw. Banyak negara menamakan dirinya sebagai negara Islam, tetapi syariat Islam seringdiabaikan. Bahkan itu lebih aib dari neara nonIslam. Timbul pilihan, mana yang paling baik, masyarakat Islam ataukah negara Islam. Menurut saya, yang pertama paling idea, sedangkan yang terakhir sudah menjurus kepada kekuasaan yang memang penuh dengan godaan-godaan duniawi. 2. Barangkali Khomeini tidak menganggap dirinya ma'shum. Rakyatnya diberi kesempatan mengkultus individukan dirinya, sehingga apa yang dikatakan oleh Khomeini adalah benar dan wajib di jalankan. Ini berbahaya, karena setiap orang yang menentangnya dianggap melawan kehendak Tuhan. Bahkan rakyat disuruh bersedia mati, karena matinya dianggap sebagai mati syahid. Orang-orang yang bersama Khomeini - turut berjuang untuk menyingkirkan Syah Iran yang zalim itu - juga menjadi korban bila berani menentang kehendak Khomeini. Mereka mati di tiang gantunean bila tak berhasil melarikan diri ke luar Iran. Jihad Islam dikobarkan untuk kepentingan dirinya. Tapi pada kenyataannya jauh dari syariat Islam. Contoh yang sangat aktual, bagaimana sikap rakyat Iran menghadapi kematian Khomeini yang sempat ditayangkan di layar TVRI. Apakah ini ajaran Islam? Meraun-raunc menangis sambil memukul-mukul kepala dan dada seperti orang tidak mau menerima takdir Allah (Q. 3:185). 3. Khomeini mengklaim dirinya sebagai Naib Imam. Artinya, wakil Imam yang belum datan, yaitu Imam Mahdi7 Adakah argumentasi yang sharih dan shahih berdasarkan Quran dan hadis Jangan-jangan dalih ini hanya taktik agar tak ada orang yang berani menandingi dirinya. 4. Saudara Diar mengartikan ma'shum tertolak oleh Quran sendiri. Baca Q. 66:1, 80:1 s/d 11, dan sebuah hadis atau riwayat tentang Perang Khandaq. Beliau Rasulullah membuat rencana dan strategi, tetapi ditanya oleh seorang sahabat, apakah strategi ini dibuat berdasarkan .vahyu. Rasul menjawab bukan, dan beliau menyuruh Salman Al Farisi agar memperbaiki dan mengubah strategi perang ini. Oleh Salman dibuat parit-parit untuk tempat pasukan bersembunyi dan mengarahkan panah-panah kepada lawannya. Perang parit yang dahsyat itu dimenangkan pasukan kaum muslimin. Saudara Diar mengemukakan asbabun nuzul Surat Abasa yang ditujukan kepada seorang sahabat. Ini sesat dan menyesatkan, karena hanya Nabi yang mendapat wahyu. Kalau sahabat menerima wahyu, maka sahabat itu adalah nabi di samping Nabi Muhammad saw. Lucu dan rancu pikiran Saudara Diar ini. Apa ini memang ciri khas Syiah? Padahal semua ahli tafsir sependapat bahwa Nabi memang bermuka masam ketika sahabat Abdullah Ibnu Ummi Maktum datang menghadap Rasul sewaktu Rasul sedang menerima seorang tokoh Quraisy. Dari data ini (mungkin masih banyak yang belum terungkap), dapat ditarik kesimpulan bahwa Rasul ma'shum bukan berarti beliau tidak pernah berbuat salah. Tapi kesalahan beliau langsung ditegur Allah dan kesalahan beliau langsung diampuni Allah. Kalau ada yang mengungkapkan kebenaran ayat Quran ini yang tidak sepaham dengan Saudara apa harus dicap sebagaimana Khomeini mencap dan sekaligus memvonis mati Salman Rushdie? Salman al Farisi adalah orang Iran yang menjadi sahabat dan ahli strategi perang, dan bukan Salman Pushdie orang India yang murtad yang diancam hukuman mati oleh Khomeini. 5. Memang, belum tuntas terungkap adanya keinginan atau EaEasan bahwa orang 5yiah akan memindahkan Mekah ke Kota Qom di Iran. Orang Syiah menganggap Kota Qom itu suci. Itu urusan mereka sendiri untuk berbuat demikian. Tetapi kalau Quran telah menyatakan Mekah dan Madinah adalah kota suci bagi umat Islam, makayang mengaku dirinya muslim harus menaatinya. Tentang jumlah 150.000 orang Iran yang akan ke Mekah untuk melakukan ibadah haji, hal itu tidaklah merupakan ukuran bahwa mereka benar-benarakan beribadah. Ini telah terbukti, jemaah Iran tehh menjadi pion Khomeini untuk mengekspor revolusi Iran ke negara Arab Saudi, dengan mengadakan demonstrasi politik yang mengakibatkan pertumpahan darah yang tak terelakkan itu. Keinginan Khomeini agar Kota Mekah dan Madinah diinternasionalisasikan dan di bawah pengawasan internasional adalah keinginan lucu dan tidak mungkin diterima akal sehat. Bahkan akal sehat Khomeini sendiri pun tidak munRkin mau menerimanya kalau Kota Qom diperlakukan sama. Buktinya, pecah Perang Iran-lrak hanya lantaran memperebutkan sejengkal tanah di perbatasan yang bagi umat Islam sedunia tidak ada artinya sama sekali. 6. Barangkali Saudara Diar termasuk orang yang cepat emosi dan terpukau akan kehebatan orang Iran di bawah Khomeini berani menentang negara-negara superkuat dengan semangat jihad fatwa Khomeini. Tapi coba renunkan, betapa banyaknya korban manusia Iran terbunuh melawan orang muslim lainnya yang kebetulan menjadi warga negara Irak. Apakah ini sesuai dengan Q. 48:29? Perdamaian yang diprakarsai oleh PBB yang ditolak mentah-mentah karena kehabisan tenaga dan dana akhirnya diterima juga walau dengan embel-embel yang mudah terbaca ke mana arahnya. Terakhir, orang boleh-boleh saja menganut mazhab apa pun yang ada di dunia ini, tetapi dengan akal sehat dan menjauhkan diri dari sifat taklid. Sebab, pada akhirnya setiap orang akan dihisab Allah di yaumal kiyamah kelak dari apa yang ia lakukan sendiri (Q. 53:39). Kalau toh mau taklid, taklidlah kepada Allah dan Rasul-Nya, karena "taklid" semacam ini pasti benarnya.AKMALUDDIN SAMAD Jalan Babakan Jeruk II/59 Bandung
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo