Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kementerian Kelautan dan Perikanan memprotes pembakaran kapal nelayan Indonesia oleh Australia.
Kapal-kapal Indonesia dibakar setelah tertangkap mencuri teripang yang mahal di taman laut Rowley Shoals di wilayah Australia.
Nelayan Indonesia merambah ke Australia karena teripang makin langka di negeri sendiri, padahal permintaan dari Cina cukup tinggi.
PROTES Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia atas insiden pembakaran tiga kapal nelayan Indonesia oleh Komando Perbatasan Maritim Australia pada akhir Oktober lalu seharusnya tidak perlu terjadi. Ketiga kapal itu adalah bagian dari total 16 kapal nelayan Indonesia yang tertangkap mencuri teripang di kawasan taman laut Rowley Shoals, Australia. Itu sebabnya mereka diusir dan tiga kapalnya dibakar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah Indonesia seharusnya sadar bahwa setiap negara berkepentingan menjaga kedaulatan maritimnya. Setiap usaha untuk mencegah aksi pencurian ikan dan biota laut harus dihormati sebagai bagian dari komitmen bersama semua negara di kawasan ini. Karena itu, Kementerian Kelautan seyogianya tak perlu kebakaran jenggot, apalagi sampai menangguhkan program Jawline-Arafura, agenda patroli bersama Indonesia dengan Pasukan Perbatasan Australia (ABF).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Konsistensi sikap pemerintah Indonesia dalam mendukung setiap upaya pemberantasan pencurian ikan di kawasan adalah hal krusial untuk menjaga kepentingan kita sendiri. Pasalnya, Indonesia menerapkan kebijakan yang sama dengan Australia. Ada ratusan kapal nelayan asing yang telah dibakar dan ditenggelamkan di Indonesia. Protes dari negara-negara sahabat juga tak pernah kita indahkan. Karena itu, tak ada alasan bagi Indonesia untuk meributkan cara Australia menindak para pencuri ikan di wilayahnya.
Lagi pula, ini bukan pertama kalinya Australia membakar kapal nelayan Indonesia yang mencuri di perairannya. Pada Mei lalu, ABF membakar satu dari tiga kapal nelayan Indonesia yang kedapatan mencuri teripang di Taman Laut Karang Ashmore, sebelah timur laut Rowley Shoals. Pada 2019, Australia menghancurkan kapal penangkap ikan Indonesia yang mengangkut sirip hiu ilegal.
Seperti Indonesia, Australia sedang berusaha mengatasi masalah pencurian ikan dan biota laut lain di perairannya, terutama di perbatasan dengan Indonesia. Selama 2020-2021, Komando Perbatasan Maritim Australia telah menangkap 85 kapal, termasuk 19 kapal Indonesia, yang mencuri teripang, sirip hiu, dan ikan. Sebanyak 12 kapal kemudian dihancurkan.
Apalagi, menurut temuan Australia, kapal-kapal nelayan yang masuk secara ilegal selama ini ternyata tidak hanya mencuri ikan, tapi juga menyelundupkan barang dan manusia. Imigran ilegal adalah masalah besar bagi negeri itu. Hal inilah yang membuat Australia bertindak keras terhadap kapal-kapal pelanggar perbatasan. Pembakaran kapal adalah upaya mereka menciptakan efek jera bagi para pencuri dan penyelundup.
Kita tahu, para nelayan Indonesia merambah Rowley Shoals karena laut di sana mengandung teripang dan hiu yang berlimpah. Kawasan konservasi laut itu terletak di selatan Laut Timor dan barat Broome, daerah di utara Negara Bagian Australia Barat. Perairan ini menjadi rumah bagi berbagai biota laut, seperti teripang, penyu, hiu, dan beragam ikan serta sejumlah spesies laut langka. Seluruh kawasan itu telah masuk daftar warisan nasional yang mendapat perlindungan khusus pemerintah Australia.
Sebaliknya, banyak zona laut di Indonesia yang kehabisan teripang. Biota laut itu sudah sulit diperoleh di sini akibat penangkapan besar-besaran selama ini. Walhasil, Kementerian Kelautan seharusnya mengatasi akar masalah, yakni eksploitasi berlebihan di laut sendiri, ketimbang meributkan pembakaran kapal di laut tetangga.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo