Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Buruk Muka Pelabuhan Kita

Pelabuhan Tanjung Priok masuk daftar hitam International Maritime Bureau. Alih-alih membenahi, pemerintah malah sibuk melobi.

7 Januari 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemerintah semestinya tak perlu merungut-rungut kepada International Maritime Bureau karena Pelabuhan Tanjung Priok dimasukkan ke daftar hitam pelabuhan yang rawan perompakan. Tidak usah pula merengek kepada Joint War Committee lantaran pelabuhan itu ditetapkan sebagai daerah yang berisiko menjadi korban perang.

Tindakan pemerintah yang ingin merayu kedua lembaga itu sungguh konyol. Bak murid yang meraung-raung di depan guru: minta naik kelas, tapi tak pernah mau belajar dan selalu badung.

Kalau memang serius ingin rapor Pelabuhan Tanjung Priok membaik, seharusnya semua pemangku kepentingan pelabuhan itu, Kementerian Perhubungan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, dan Pelabuhan Indonesia II, melihat betapa buruknya wajah pelabuhan kita. Berpuluh-puluh tahun Tanjung Priok masih dikelola dengan cara seperti di abad ke-19, ketika pelabuhan diisi dengan bandit dan penyamun. Pelabuhan kumuh. Premanisme dan pencurian sering terjadi meski di sana ada kantor kepolisian resor. Tak salah bila akhirnya organisasi pelayaran internasional, International Maritime Bureau, menetapkan Tanjung Priok sebagai pelabuhan yang rawan perompakan.

Borok-borok Tanjung Priok makin terlihat jelas bila kita menengok penataan pelabuhan. Di sana masih ada makam keramat dan kantor Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut. Itu yang membuat Joint War Committee memasukkan Tanjung Priok sebagai daerah rawan perang. Selama ini, pemerintah seperti tak peduli. Padahal, efeknya, asuransi kapal dari luar negeri yang akan ke Jakarta menjadi lebih mahal ketimbang ke pelabuhan lain. Joint War Committee menyurati pemerintah Indonesia sejak 2015, tapi hingga kini tak ada tindakan berarti.

Ponten merah lain yang memalukan kita adalah masuknya Indonesia ke daftar hitam di Tokyo MOU tentang Port State Control. "Prestasi" ini setara dengan Togo, Kamboja, dan Mongolia.

Bukan sibuk melobi sana-sini agar bisa keluar dari daftar hitam, seharusnya pemerintah bersama Pelindo II membereskan dulu pekerjaan rumah yang bejibun. Presiden Joko Widodo mesti turun lagi ke Tanjung Priok seperti yang dia lakukan beberapa waktu silam. Kunjungan itu membuat pengelola pelabuhan tersengat. Waktu bongkar-muat barang di pelabuhan itu, yang rata-rata 3,9 hari pada tahun lalu, per Oktober 2017 agak membaik menjadi di bawah 3 hari. Perlu sengatan berikutnya agar Pelabuhan Tanjung Priok benar-benar mau berubah. Bagaimana Indonesia mau bermimpi membangun poros maritim bila pengelolaan Tanjung Priok, pelabuhan terpenting di Indonesia, masih amburadul?

Pelabuhan merupakan salah satu potret kemajuan ekonomi suatu negara. Negara dengan perekonomian maju umumnya memiliki pelabuhan yang baik. Lihatlah Cina dengan ekonominya yang terus berdetak. Dari 10 pelabuhan terbesar di dunia, 7 berada di Cina. Tengoklah Singapura yang memiliki pelabuhan terbesar kedua di dunia. Pelabuhan itu setiap tahun melayani 140 ribu kapal dan 537,6 juta ton barang.

Perbaikan di pelabuhan tak bisa ditawar lagi. Pemerintah seharusnya becermin pada proses pembenahan stasiun-stasiun kereta api. Dulu stasiun juga kumuh dan menjadi sarang preman. Namun, di era kepemimpinan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia Ignasius Jonan, stasiun disulap menjadi bersih dan dikelola secara profesional. Jonan sampai mengirimkan 3.000 pegawainya ke Cina dan Prancis untuk belajar tentang sistem perkeretaapian di dua negara itu.

Jadi, pemerintah dan Pelindo II, berhentilah merengek.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus