Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto: Ada yang Menginginkan PDIP Lebih Islami

KESIBUKAN Hasto Kristiyanto meningkat pada hari-hari terakhir menjelang pendaftaran calon gubernur dan wakil gubernur untuk pemilihan kepala daerah serentak 2018.

7 Januari 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto: Ada yang Menginginkan PDIP Lebih Islami

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KESIBUKAN Hasto Kristiyanto meningkat pada hari-hari terakhir menjelang pendaftaran calon gubernur dan wakil gubernur untuk pemilihan kepala daerah serentak 2018. Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini wira-wiri menemui sejumlah pihak, dari Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jawa Barat; pengurus partai lain; sampai ulama; hingga melakukan safari media.

Hasto antara lain memaparkan alasan partainya memilih bakal calon yang dijagokan memenangi pilkada. Dia juga menangkis serangan terhadap kandidat pilihan partainya, seperti isu pelanggaran moral bakal calon Wakil Gubernur Jawa Timur, Abdullah Azwar Anas, dan dugaan keterlibatan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dalam kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik. "Kami telah mengusulkan, dan kami bertanggung jawab terhadap hal itu," kata Hasto, 51 tahun.

Hasto juga bicara blakblakan soal pemilihan presiden 2019, bakal calon wakil presiden, dan penerus Megawati Soekarnoputri di pucuk pimpinan partai banteng. "Soal kepemimpinan, ada campur tangan Yang di Atas," kata pria yang mengawali karier politiknya di PDIP pada 1999 tersebut.

Jumat pekan lalu, Hasto menyambangi kantor redaksi Tempo, Palmerah, Jakarta. Dia didampingi antara lain oleh Ketua Dewan Pimpinan Pusat Djarot Saiful Hidayat dan Andreas Hugo Pareira serta anggota staf komunikasi PDIP, Putra Nababan. Diskusi dua jam itu dilanjutkan dengan wawancara tambahan oleh wartawan Tempo Angelina Anjar Sawitri dalam perjalanan menuju kantor Dewan Pimpinan Pusat PDIP di Menteng, Jakarta Pusat.

Dari 171 daerah yang menggelar pilkada tahun ini, berapa target kemenangannya?

Setelah Komisi Pemilihan Umum mengumumkan pasangan calon, baru kami petakan. Target tentu ada, tapi harus melihat posisi dinamis, komposisi calon, dan sebagainya.
Apa pelajaran yang PDI Perjuangan ambil dari 44 kekalahan di pemilihan kepala daerah serentak 2017?
Dalam pemilihan kemarin, modal dasar kami memang tidak begitu bagus dibanding pada pilkada serentak 2015. Dari situ, kami melihat tolok ukur kalah-menang secara menyeluruh. Kami melihat jumlah kader yang menjadi kepala daerah. Dibanding pada periode sebelumnya, jumlah anggota PDI Perjuangan yang menjadi kepala daerah naik secara signifikan, dari 211 menjadi 256.
Tapi PDI Perjuangan kalah di daerah yang strategis, seperti DKI Jakarta dan Banten....
Bukan persoalan. Memang dalam politik harus menang terus? Kalah toh hanya lima tahun. Kami bisa konsolidasi, lalu ikut pilkada lagi. Berkompetisi itu harus ditampilkan pada kerjanya, bukan semata pada kemenangannya. Di Jakarta, rakyat bisa melihat bagaimana kinerja Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat dibanding Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Bagaimana membandingkannya?
Untuk jumlah anggota stafnya saja ternyata lebih mumpuni Ahok-Djarot. Mereka tidak perlu anggota staf yang begitu banyak untuk mengelola pemerintahan karena orang-orangnya sudah digembleng. Mereka tidak perlu memberatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan menambah jumlah anggota staf yang begitu besar. Jadi kemenangan itu bukan hanya diukur dalam pilkada. Kemenangan tersebut akan diuji oleh waktu, dalam lima tahun, apakah kepemimpinan itu menghasilkan kinerja yang lebih baik.
Apa penyebab kekalahan di Banten?
Kami kalah karena keyakinan politik kami, bagaimana kami mendorong pemimpin yang bersih. Kami tidak mau mengusung calon yang merupakan seorang tersangka. Di Banten, kami tidak mau mengusung keluarga Atut. Dari delapan kabupaten, kami menang di enam kabupaten. Kami kalah di dua kabupaten karena kami tidak mau melakukan politik uang.
Termasuk mahar?
Kami menyadari perlu uang. Maka kami buat peraturan partai. Kami tulis bahwa calon juga berkontribusi. Contohnya di Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Kami hitung perlu Rp 5 miliar untuk memenangi posisi bupati. Saya tanya ke calon, Anda punya duit berapa? Dia bilang punya Rp 1 miliar. Jadi kami blok dana Rp 1 miliar itu. Ini bukan setoran, lo. Ini untuk memastikan dana guna membiayai saksi dan sebagainya. Sisa Rp 4 miliar kami penuhi dengan gotong-royong dan menekan biaya semurah-murahnya. Problemnya, orang masih khawatir terhadap aspek perpajakan. Mereka keberatan untuk diumumkan. Tapi kami siapkan mekanismenya. Ada akuntan publik yang mengaudit.
Mengapa PDI Perjuangan tetap mengusung Ganjar Pranowo di Jawa Tengah, di tengah dugaan keterlibatannya dalam kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik?
Kami menaruh hormat kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Kalau Pak Ganjar macam-macam, hidupnya sudah mewah. Kami masih melihat ada ruang toleransi. Kepemimpinannya baik. Penilaian masyarakat positif. Bahkan mendapatkan penghargaan dari KPK. Jadi kami tetap memberikan kesempatan kepada Pak Ganjar untuk menjabat kembali. Kecuali, jika Pak Ganjar menjadi tersangka, baru kami berpikir ulang. Kami pecat siapa pun yang terkena operasi tangkap tangan KPK. Begitu ada korupsi, kami juga tidak mau mencalonkannya. Tersangka pun tidak akan kami calonkan. Jadi Pak Ganjar tetap mendapatkan prioritas. Persoalan kalah-menang karena kasus tersebut, itu bagian dari risiko partai.
Betulkah Puan Maharani meminta Ganjar tidak lagi berpasangan dengan Heru Sudjatmoko, wakilnya sekarang?
Bila disebut ada masukan, jangankan Mbak Puan, saya pun menginginkan wakil yang lain. Saya bilang ke Pak Ganjar, "Jar, wakilnya jangan itu, dong. Kita lagi digempur, nih."
Wakil gubernur dari kelompok Islam?
Kan, ada yang menginginkan PDIP lebih islami. Menurut pihak-pihak yang menyerang kami, PDIP kurang islami. Karena itu, kami perlu Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Persatuan Pembangunan. Mau tidak mau memang harus ada tawar-menawar politik. Mbak Puan hanya menyuarakan aspirasi publik. Kiai Said (Aqil Siroj, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) dan Kiai Ma’ruf (Amin, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia) menelepon, "Sebaiknya, bersama-sama PKB dan NU. Abang-ijo (koalisi PDIP dan partai Islam) itu akan lebih sejuk karena saat ini kita sedang menghadapi gempuran (kelompok intoleran)." NU saja gelisah, apalagi PDIP.
Apakah koalisi abang-ijo merupakan strategi yang berkaca dari kekalahan di pilkada DKI Jakarta dan Banten?
Sebagai pertimbangan, iya. Konflik di Maluku merupakan hasil isu agama yang direkayasa. Maka kami harus memperhatikan aspek-aspek itu. PDIP membuka ruang dialog sehingga mereka yang membuat skenario untuk membenturkan agama dengan PDIP akan gigit jari.
Mengapa PDIP mencalonkan politikus PKB, Saifullah Yusuf, padahal ada Tri Rismaharini, kader partai yang populer?
Sejak awal saya sudah mengontak Bu Risma untuk nomor satu (gubernur). Tapi Bu Risma punya mimpi menyelesaikan semua pekerjaan rumahnya di Surabaya. Waktu itu saya datang sebagai sekretaris jenderal dalam suasana khusus. "Ibu, ini demi kepentingan bersama, bagaimana kalau seperti ini?" Tapi beliau menjawab, "Demi Allah, saya tidak. Biar saya menyelesaikan tugas saya."
Dia tidak bisa dibujuk?
Kalau Bu Risma tidak mau, ya, kami tidak mau memaksa. Yang penting proses dialog sudah dilakukan. Kami memberikan kesempatan kepada Bu Risma untuk berdoa.
Siapa yang disiapkan partai jika Anas mundur?
Ada banyak opsi. Kami memiliki stok kader seperti Pak Kanang (Bupati Ngawi Budi Sulistyono) dan Mbak Tari (Sekretaris Dewan Perwakilan Daerah PDIP Jawa Timur Sri Untari). Menurut saya, ini musibah. Tapi kami percaya seorang pemimpin itu sudah digariskan.
Apa alasan PDIP menunjuk Djarot sebagai bakal calon Gubernur Sumatera Utara?
Djarot: Saya dipanggil Bu Mega lima hari sebelum Natal. Kaget saya. Dia bilang, "Sudah saya tugasin kamu. Tapi kamu cek dulu." Saya memang ada rencana liburan akhir tahun 2017 di Danau Toba dengan keluarga. Banyak anak muda mendatangi saya. Mereka bilang tidak akan jadi golput lagi kalau saya maju di Sumatera Utara. Karena respons warga seperti itu, istri saya bilang, "Mas, kalau sampean tidak maju di sini, dosa lo, karena harapannya besar sekali."
Ada pendapat yang menyatakan suatu daerah sebaiknya dipimpin putra daerah. Bagaimana sikap PDIP?
Sejak Sumpah Pemuda, sudah terbangun komitmen kebangsaan yang sangat kuat. Kita bertanah air satu, berbangsa satu, dan menjunjung bahasa yang satu, bahasa Indonesia. Itu yang dipegang PDIP. Jadi tidak harus putra daerah. Kami pun melihat orang Sumatera Utara berpikiran terbuka, banyak perantau. Mereka sangat mengedepankan kinerja dan prestasi.
Seberapa signifikan korelasi kemenangan pilkada dengan pemilu legislatif dan pemilihan presiden?
Terkait, meski tidak selalu linear. Baru linear kalau dipimpin kader-kader partai. Jadi, secara ideal, kami harus mendorong kader-kader kami menjadi calon pemimpin. Tapi, kalau itu terjadi, PDIP dibilang sombong karena tidak mau membuka diri.
Mengapa di beberapa daerah PDIP tidak mencalonkan kader partai?
Di kalangan internal partai, kader adalah mereka yang telah berproses melalui pendidikan politik partai, kaderisasi, dan penugasan, sehingga teruji. Tapi kader juga bisa berasal dari luar partai, yaitu mereka yang menjalankan keputusan-keputusan politik partai melalui pertimbangan aspek ideologi, kedekatan, dan lain-lain. Dari 17 pemilihan gubernur, kami mengajukan tujuh calon gubernur dan sembilan calon wakil gubernur dari kader internal. Hanya satu daerah yang bukan kader internal, yakni Nusa Tenggara Barat.
Presiden Jokowi ikut mengusulkan nama calon kepala daerah?
Tidak. Kami kan sudah tahu sama tahu. Pak Jokowi hanya menyampaikan pandangan secara umum, bicara tentang kemajuan daerah, tidak bicara tentang orang per orang. Bagaimana Jawa Tengah maju, bagaimana Jawa Barat, kulturnya seperti apa. Begitu saja.
PDIP akan kembali mengusung Jokowi dalam pemilihan presiden 2019?
PDIP itu partai yang paling gampang dibaca. Kami tidak neko-neko dalam politik. Sekali Bu Mega mengambil keputusan politik, tidak pernah goyang. Kami selalu memberikan kesempatan dua kali. Tapi kami ingin memberikan pembelajaran politik. Pada 27 Juli 2016, Partai Golkar sudah mengumumkan pencalonan Pak Jokowi. Buat kami, itu terlalu dini. Membawa kompetisi terlalu ke depan. Kapan bekerjanya, dong? Ini jelas untuk kepentingan jangka pendek, mendorong elektabilitas mereka.
Dengan pencalonan itu, PDIP menganggap Partai Golkar sebagai pesaing?
Dalam politik, pasti ada kompetisi dan kerja sama. Tapi, buat kami, presiden dan wakil presiden adalah satu kesatuan kepemimpinan. Kami tidak mengumumkan sendiri-sendiri, tapi satu paket. Maka akan kami umumkan Agustus, sesuai dengan tahapan KPU. Untuk menetapkan pasangan calon, perolehan suara kami kurang. Kami hanya 18,8 dari ketentuan undang-undang yang 20 persen. Jadi kami harus bekerja sama dengan partai lain. Kami juga harus menanyakan kepada Pak Jokowi siapa wakil yang cocok.
Benarkah Puan Maharani dan Budi Gunawan, Kepala Badan Intelijen Negara, masuk daftar calon wakil presiden?
Bu Mega selalu mengatakan bahwa yang kami cari adalah pemimpin. Mereka punya tanggung jawab terhadap masa depan bangsa dan negara, bukan karena hubungan keluarga, bukan karena relasi bisnis. Sebagai partai politik, tentu kami menyiapkan nama-nama. Apakah kemudian ada yang menjadi calon wakil presiden, biar rakyat yang menentukan. Spiritualitas kami mengatakan kelahiran pemimpin itu butuh campur tangan dari Yang di Atas.
Ada analisis bahwa elektabilitas Jokowi jatuh jika PDIP mengusung nama-nama tadi, lalu Partai Golkar mengambil alih posisi pendukung utama presiden. Tanggapan Anda?
Asosiasi politik tertinggi Pak Jokowi kan ke PDIP. Lagi pula, ini isu politik yang tidak perlu kami tanggapi. Ini bagian dari strategi partai lain. Kami tidak tergoyahkan oleh manuver elite. Kami meyakini, siapa pun yang akan menjadi wakil Pak Jokowi nanti, selain sudah melalui sebuah proses dialog, dia bisa bekerja sama dengan Pak Jokowi sebagai syarat yang utama.
Dalam sebuah survei, elektabilitas Jokowi dan PDIP tinggi dibanding partai lain. Bagaimana dengan survei internal partai?
Kami tidak melakukan survei internal. Lebih baik duitnya buat kaderisasi.
Apa alasannya?
Survei hanya salah satu instrumen, bukan untuk pengambilan keputusan. Untuk mengambil keputusan, kami melihat aspek ideologi, kinerja, rekam jejak, dan kepemimpinan. Hasil surveinya rendah pun akan kami calonkan kalau kami yakin.
Apakah Jokowi merupakan representasi PDIP?
Semua tahu Pak Jokowi lahir dari PDIP. Hubungan dengan Bu Mega pun sudah seperti seorang ibu dengan anaknya.
Bagaimana dengan kinerja Jokowi selama ini?
Rakyat menilai Pak Jokowi positif. Komitmennya tentang wilayah perbatasan, poros maritim, semangat berdikari, prestasinya dalam membangun infrastruktur, itu positif. Pak Jokowi juga turun ke bawah, membangun dialog. Itu dinilai positif.
Apa catatan PDIP untuk Jokowi?
Tentu ada. Salah satunya, rakyat mengusulkan agar upaya meningkatkan dan menciptakan lapangan kerja semakin positif.
Benarkah Budi Gunawan berpotensi menggantikan Megawati sebagai ketua partai?
Anda mendengar informasi itu dari mana? Menjadi pemimpin partai itu pasti ada perjalanannya, pasti ada ujian-ujiannya. Karena PDIP partai besar, tentu saja mesti memenuhi syarat-syarat, seperti harus pernah menjadi pengurus partai. Kami memikirkan kepemimpinan partai ke depan secara serius. Maka, dalam Anggaran Dasar PDIP, kami menyerahkan kepada Bu Mega untuk menyiapkan kepemimpinan partai ini. Tapi kami dipesan oleh Bu Mega untuk tidak membuat kelompok di lingkup internal partai. Kami memperlakukan setiap anggota setara. Pesan Bu Mega, soliditas partai nomor satu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus