Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Dagelan Kasus Labora Sitorus

Lebih dari lima bulan Labora Sitorus, yang divonis 15 tahun penjara, belum bisa dieksekusi. Negara begitu tanpa daya.

9 Februari 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMBIARAN terhadap Labora Sitorus, yang telah divonis 15 tahun penjara oleh Mahkamah Agung, semakin mempertontonkan betapa kacaunya hukum di republik ini. Labora semestinya mendekam di penjara, berbagi tempat sempit dan pengap dengan para maling, penjahat, atau koruptor. Tapi kini Labora asyik bersantai bersama keluarga di rumahnya yang nyaman di Distrik Sorong Barat, Papua Barat.

Sebagai buron, Labora sama sekali tak perlu bersembunyi di hutan Papua yang lebat atau kabur ke negara tetangga. Bekas anggota kepolisian berpangkat terakhir brigadir kepala ini dengan tenang meladeni pertanyaan wartawan dan berargumen kenapa ia menolak eksekusi. Labora, yang dihukum karena kasus pencucian uang serta penimbunan kayu dan bahan bakar minyak, berkukuh dirinya bukan buron lantaran mengantongi surat bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Sorong pada 24 Agustus 2014.

Labora boleh berdalih apa saja. Tapi surat bebas atau habisnya masa penahanannya jelas tidak relevan lagi. Soalnya, ia telah divonis dengan hukuman yang jauh lebih lama daripada masa tahanan yang telah dijalaninya. Kalau dia merasa dikorbankan oleh para bos di kepolisian, toh ia bisa membongkarnya dengan melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

Ditahan sejak 17 September 2013, lima bulan kemudian Labora divonis dua tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Sorong. Pemilik rekening gendut yang nilainya diperkirakan mencapai Rp 1,5 triliun ini dihukum delapan tahun penjara di tingkat banding. Tahun lalu, Mahkamah Agung memperberat lagi hukuman Labora—vonis yang hingga sekarang belum bisa dieksekusi.

Semua perangkat kekuasaan negara di Papua Barat seolah-olah tak berdaya menghadapi Labora, yang selalu dijaga para pengawal, termasuk karyawan PT Rotua, perusahaan pengolahan kayu miliknya. Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sorong Maliki mengaku masih menanti jaminan keamanan dari kepolisian untuk datang ke rumah Labora dan menjelaskannya bahwa surat bebas yang dimiliki terpidana itu tidak sah.

Kepolisian pun terkesan lempar tanggung jawab. Kepala Kepolisian Resor Sorong Kota Ajun Komisaris Besar Karimudin Ritonga malah meminta pers bertanya ke kejaksaan sebagai eksekutor. Adapun Kepala Kejaksaan Negeri Sorong Damrah Muin mengaku pernah mengirim petugas, tapi tidak berhasil bertemu dengan Labora karena dihalangi karyawan PT Rotua. Sebelumnya, pada Oktober 2014, kejaksaan juga berupaya mengeksekusi, tapi tak berhasil.

Pemerintah semestinya tidak membiarkan dagelan yang tak lucu ini. Orang tentu bertanya-tanya, apa yang dikerjakan Jaksa Agung Prasetyo, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, dan Wakil Kepala Kepolisian RI Komisaris Jenderal Badrodin Haiti. Ke mana pula Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno. Apakah Menteri Tedjo terlalu sibuk mengurus kisruh calon Kepala Polri Komisaris Jenderal Budi Gunawan?

Betapa lemah pemerintah bila tak sanggup mengeksekusi Labora. Alasan sakit, separah apa pun, tidak bisa pula dipakai sebagai argumen terpidana untuk menolak eksekusi. Hukum harus ditegakkan. Apalagi negara ini juga memberikan perlindungan maksimal terhadap narapidana yang benar-benar sakit. Dengan pengawasan petugas, sang narapidana bahkan bisa menjalani pengobatan di luar penjara dan dibiayai pemerintah.

Presiden Jokowi seharusnya malu. Pemerintah amat tegas mengeksekusi hukuman mati bagi terpidana narkotik, sekalipun diprotes negara lain, tapi membiarkan Labora bebas selama berbulan-bulan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus