Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Debat kedua calon wakil presiden akan membahas topik pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup.
Sebagai negara kepulauan, pemimpin Indonesia perlu merawat wilayah pesisirnya yang sangat luas.
Bila kawasan pesisir tidak dirawat, bencana besar akan segera melanda negeri ini.
Nirwono Joga
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pusat Studi Perkotaan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Debat kedua calon wakil presiden di Komisi Pemilihan Umum akan berlangsung pada Ahad, 21 Januari 2024. Debat itu akan membahas topik pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat, dan desa. Siapa pun calon presiden dan wakil presiden yang terpilih dalam pemilihan presiden 2024, mereka akan menghadapi masalah lingkungan yang sama.
Isu pembangunan yang berkelanjutan menjadi penting di tengah fenomena pemanasan global dan dampak perubahan iklim. Fenomena ini mengancam kelestarian lingkungan dan sumber daya alam, ketahanan pangan dan energi, serta keberlanjutan kehidupan manusia, termasuk perlindungan masyarakat adat dan desa, baik di pedalaman hutan maupun di kawasan pesisir.
Indonesia adalah negara kepulauan dengan wilayah pesisir dan laut yang sangat luas sehingga pemimpinnya perlu secara khusus menangani masalah kawasan pesisir. Setidaknya ada 199 kota pesisir dari total 514 kabupaten/kota di Indonesia, termasuk 21 ibu kota provinsi, yang akan berada di bawah permukaan laut alias tenggelam pada 2050 jika tidak dilakukan tindakan penyelamatan. Padahal, secara keseluruhan, dari 21 kota itu saja, ada 118 ribu hektare wilayah yang akan tergenang dan 8,6 juta penduduk yang terkena dampak dengan total kerugian ekonomi diperkirakan mencapai Rp 1.576 triliun.
Sebagai negeri kepulauan, ancaman bencana banjir rob akan selalu mengintai kawasan pesisir (BMKG, 2023). Beberapa daerah pesisir yang rentan itu adalah Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara.
Dalam Laporan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2023, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat kecepatan dan skala rencana aksi iklim yang ada saat ini tidak cukup untuk mengatasi perubahan iklim secara efektif. Pemerintah kabupaten/kota pesisir harus menata ulang, mengevaluasi, dan merevisi rencana tata ruang wilayah pesisirnya.
Pusat Studi Tsunami Jepang (2017) merekomendasikan jarak aman dari bibir pantai ke arah daratan minimal 500 meter bebas bangunan dan perumahan untuk kemudian dihijaukan/reforestasi menjadi ruang terbuka hijau pengaman pantai berupa hutan mangrove atau bakau. Semakin luas hutan bakau, semakin kuat ia membentengi kawasan pesisir dari ancaman banjir rob/tenggelam. Masyarakat pesisir perlu direlokasi ke daratan (bedol kampung) yang bebas banjir rob ke perumahan tapak di daerah yang memiliki lahan luas atau rumah susun untuk daerah dengan keterbatasan lahan.
Pemerintah harus memperluas hutan bakau di sepanjang pesisir pantai ketimbang membangun tanggul raksasa yang mahal dan tidak ramah lingkungan. Pengawasan ketat perambahan bakau dan pemberdayaan masyarakat pesisir terhadap upaya konservasi serta pemanfaatan bakau harus dilakukan secara berkelanjutan.
Hutan bakau merupakan ekosistem peralihan dari laut ke daratan wilayah tropis yang langka, unik, khusus, rentan, dan sangat berharga. Bakau membangun ketahanan garis pantai, memberikan pelindungan alami terhadap erosi, dan menyerap gelombang badai serta melindungi masyarakat lokal dan mata pencaharian mereka.
Menurut UNESCO (2022), luas hutan bakau dunia kurang dari 1 persen dari luas hutan tropis dunia serta kurang dari 0,4 persen total luas hutan dunia. Bahkan beberapa negara diperkirakan kehilangan sekitar 40 persen hutan bakau akibat pembangunan kawasan pesisir selama 1980-2005.
Peta Mangrove Nasional mencatat luas total mangrove Indonesia sebesar 3.364.076 hektare (KLHK, 2021). Wilayahnya tersebar di tiga kategori kondisi mangrove (SNI 7717-2020), yakni mangrove lebat dengan tutupan tajuk lebih dari 70 persen seluas 3.121.239 hektare (93 persen), mangrove sedang dengan tutupan tajuk 30-70 persen seluas 188.363 hektare (5 persen), dan mangrove jarang dengan tutupan tajuk kurang dari 30 persen seluas 54.474 hektare (2 persen).
Hutan bakau berfungsi mengatasi banjir rob, mencegah intrusi air laut dan abrasi pantai, meredam terjangan tsunami, mengamankan air bersih, serta mengimbangi kenaikan muka air laut. Setiap bagian pohon bakau (daun, ranting, batang, dan akar) serta tanah endapan tempat tumbuh pohon sangat efektif menyerap karbon.
Satu hektare bakau mampu menyerap 3.754 ton karbon atau setara dengan meniadakan 2.650 mobil dari jalan dalam setahun. Sebaliknya, deforestasi bakau dapat menaikkan gas emisi 10 persen dari deforestasi global, meskipun luasnya hanya 0,7 persen dari tutupan lahan (UNESCO, 2022).
Bakau berkontribusi besar terhadap kesejahteraan masyarakat, ketahanan pangan, dan melindungi kehidupan masyarakat pesisir dari bencana. Mereka kaya keanekaragaman hayati; habitat satwa liar; sumber pakan bagi monyet, burung, dan lebah; serta tempat pengembangbiakan ikan, kepiting, kerang, dan binatang laut lain yang mampu menyejahterakan masyarakat pesisir.
Mengembangkan, mengelola, dan melestarikan ekosistem mangrove, misalnya, merupakan cara efektif, bijak, serta tepat untuk memperkuat ketahanan pangan bagi masyarakat pesisir. Masyarakat dapat diberdayakan untuk memperkuat kemampuan memanfaatkan hutan bakau dengan bijak dan berkelanjutan (adaptasi sosio-ekologis) sebagai bentuk peradaban kota pesisir yang berkelanjutan.
Pemimpin Indonesia perlu merawat kawasan pesisir dan mendorong terwujudnya potensi kawasan itu dalam pembangunan yang berkelanjutan. Sebaliknya, bila kawasan pesisir tidak dirawat, bencana besar akan segera melanda negeri ini.
PENGUMUMAN
Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebut lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] disertai dengan nomor kontak dan CV ringkas.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo