Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Deformasi Umat dan Reformasi

9 November 1998 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Hendaklah moelai sekarang Oemat Islam berdjoeanglah setjara teratoer, djanganlah lepas dari ikatan jang sempoerna." (Abikusno Tjokrosoejoso dalam rapat penutupan Kongres Umat Islam, Yogyakarta, 7-8 November 1945)

Paralelisme dan romantisisme historis sering tidak terelakkan dalam sejarah, sehingga mendorong sementara orang berpendapat l‘histoire se repete. Padahal juga terdapat banyak kontras dan kontradiksi dalam peristiwa-peristiwa sejarah yang kelihatan mirip. Kongres Umat Islam (KUI) pada 3-7 November silam bukan hanya mengandung banyak reminiscences dan paralel historis dengan KUI 7-8 November 1945, tapi juga mengandung kontras dan kontradiksi.

KUI kali ini berlangsung di tengah euforia "reformasi" yang mungkin kebablasan, yang antara lain mengejawantah dalam kemunculan sangat banyak partai, termasuk partai-partai yang dalam satu dan lain hal mengafiliasikan diri dengan Islam atau setidaknya berbasiskan konstituen muslimin. Kemunculan demikian banyak partai seolah reminiscence dan bahkan romantisisme masa demokrasi liberal. Tapi, sejauh menyangkut partai-partai Islam, terdapat kecenderungan kontradiktif yang perlu dipertimbangkan.

Friksi partai-partai Islam di masa demokrasi liberal, harus diakui, lebih banyak disebabkan, atau diwarnai, oleh perbedaan pemahaman dan praktek keagamaan, khususnya dalam hal furu’iyah, hal-hal "kecil". Jadi, pembelahan terjadi "hanya" pada garis keagamaan dalam lingkup kategorisasi "modernis" atau "reformis" dengan "tradisionalis". Tegasnya, Masyumi pada satu pihak, dan NU pada pihak lain.

Kini, pembelahan di antara partai-partai Islam jauh lebih rumit, yang boleh jadi tidak ada hubungannya dengan perbedaan pemahaman dan praktek keagamaan. Sebab hal-hal yang dulu dipertikaikan (furu’iyah) kini tak lagi menjadi masalah. Karena itu, agak sulit dimengerti kalau NU, yang dulu hanya satu, sekarang setidaknya menjadi empat partai (PKB, SUNI, PNU, dan PKU). Atau "ahli waris" Masyumi kini menjadi PBB, PUI, Partai Keadilan, dan lain-lain.

Karena itu, sangat logis bahwa kebangkitan partai-partai Islam ini terutama bukan didorong motivasi memperjuangkan paham keagamaan masing-masing, tapi lebih didorong motif-motif politik dan kekuasaan, baik pada level individual maupun kelompok. Dari sini, bisa diduga, contest for power akan membuat elite politik umat Islam semakin terpecah belah dalam konflik yang kian tajam.

Dengan demikian, apa yang sekarang disebut sebagai "reformasi" justru menghasilkan "deformasi", tercerai berainya para pemimpin dan umat muslimin. Sementara "reformasi" dalam terminologi Islam berarti "islah", perbaikan, fenomena sekarang menunjukkan kecenderungan sebaliknya. Memperhitungkan hal ini, sudah saatnya "deformasi" dihentikan, untuk kembali kepada "reformasi" sesungguhnya.

Pada tingkat ini, concern Kongres Umat Islam yang baru lalu paralel dengan concern pascarevolusi kemerdekaan, seperti diharapkan Abikusno dalam kutipan di atas. Lagi pula, sebagaimana dikemukakan tajuk rencana Merah Poetih, 9 November 1945, kebebasan untuk mendirikan "perkoempoelan politik semata-mata oentoek mempekoeat Repoeblik Indonesia. (Karena) di negara yang berdasar demokrasi tidak boleh ada kekang gerakan politik."

Jelas, tidak ada kekang tak berarti boleh kebablasan. Dan KUI lalu berusaha mencegah kebablasan itu. Apakah niat baik tersebut akan tercapai atau tidak, itu sangat bergantung pada niat dan itikad baik mereka yang memikul amanah menjadi pemimpin umat.

Azyumardi Azra
Peneliti sejarah dan Rektor IAIN Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum