KAMI menyampaikan sebuah berita yang isinya tanggapan para
peserta Desa Pemuda Indonesia (DPI) Kecamatan Kualuh Hulu,
Kabupaten Labuhan Batu Sumatera Utara -- agar bapak-bapak yang
berkompeten dalam pembangunan dapat mengetahui keadaan DPI yang
sebenarnya. Dan kalau dapat, datanglah untuk melihat
kenyataannya.
Tanggapan ini berupa pernyataan dari para warga DPI yang berasal
dari masing-masing propinsi:
Mukhsin Saleh (DKI Jaya):
Kami sangat sesalkan pemberitaan Sdr. SP. Hutabarat (Asisten
Lapangan P3 RSU Damuli), mengenai "tidak selektipnya peserta
Desa Pemuda Indonesia KNPI utusan langsung dari propinsi.
Mungkin Saudara tidak mempelajari syarat-syarat menjadi peserta
DPI --antara lain:
(1) bersedia menjadi penghuni tetap, (2) putera daerah asal,
bukan pendatang. (3) sudah berkeluarga, (4) sehat
jasmani-rohani, (5) tidak tersangkut G.30.S/PKI, (6) berkemauan
keras, (7) umur 25 - 30 tahun, (8) pendidikan lulus SD sampai
SLTA.
Pemuda yang bagaimana yang saudara anggap selektif itu? Apa
yang harus mengeluarkan uang imbalan jasa?
RS. Surbakti (Sumatera Utara):
Benar soal pangan di DPI 90% krisis. Terhitung Juni 1978 sudah
kehabisan beras, bahkan bibit padi pun kami jadikan beras. Ini
bukan kesalahan kami semata-mata. Bulan Januari 1978, kami
beberapa peserta DPI, datang bertanya kepada Sdr. SP Hutabarat
selaku pembimbing: bagaimana kalau kita menanam padi dengan cara
balik damen. Dijawab: kalau ditanam bulan Januari (1978), dapat
menghasilkan 6 (enam) kaleng setiap rantai, karena waktu padi
itu akan bunting akan kurang hujan. Maka kami yang hadir waktu
itu bersepakat menanam padi pada musim palawija karena di
samping menghasilkan dapat menekan pertumbuhan lalang. Tanaman
padi kami baik sekali pertumbuhannya hujan pun cukup.
Yang tidak sanggup kami berantas adalah kepinding tanah dan
walang sangit yang sama-sama ngamuk. Jadi jelasnya bukan tidak
cukup, melainkan karena banyaknya musuh padi. Kami gagal
menyediakan bahan pangan bukan karena royal.
Saya sangat tidak setuju ucapan Sdr. SP Hutabarat tentang "tidak
selektifnya peserta DPI. Peminat Sumatera Utara sangat banyak,
tapi dua kotamadya dan 7 kabupaten tidak bisa memasukkan
caIonnya karena utusan 2 (dua) orang tiap propinsi sudah menjadi
ketetapan.
Sebelumnya sudah diberangkatkan pula ke Jakarta untuk mengikuti
pendidikan dan latihan oleh Dirjen Pendidikan Luar Sekolah dan
Olahraga bersama KNPI.
Apakah peserta DPI dari daerah masing-masing yang kurang
selektif, ataukah Sdr. SP Hutabarat yang kurang selektif menjadi
pembimbing?
Weekly Franch Is. Wally (Irian Jaya):
Gagalnya Desa Bhineka Tunggal Ika/Desa Pancasila di Damuli
Kabupaten Labuhan Batu, karena pengganti-pengganti peserta
diambil bukan dari daerah asal-melainkan dari sekitar Damuli.
Undang Solihin (Jawa Barat):
Kalau memang peserta pengganti yang dapat diandalkan, lebih baik
peserta dari propinsi yang asli dikembalikan saja ke daerah
masing-masing. Kami didatangkan ke DPI, lalu DPI dihuni saja
oleh masyarakat Labuhan Batu.
Thamrin (Sulawesi Selatan):
Penyaluran kredit Rp 2.000/bulan setiap KK, adalah bohong.
Kredit 78/79 baru kami terima Rp 4.000. Sedang menurut Sdr.
Hasri Lubis (Staf P3RSU Pusat), kredit 78/79 sudah harus dibayar
sejak Apr 7.
Menurut Sdr. Lubis, bantuan beras 30 kg dan Rpl.OOO per KK bukan
bantuan DPP KNPI, melainkan bantuan P3RSU yang merupakan
kebijaksanaan project manager. Sedang menurut Sdr. Hargianto DPP
KNPI, bantuan itu dari DPP untuk mengatasi krisis pangan di DPI.
Yang ingin kami ketahui: dari mana?
Effendy Yani (Kalimantan Barat):
Tanaman karet yang hidup rata-rata 50%. Pemupukannya pun tidak
tepat waktunya Di daerah kami sudah cukup kami diseleksi
mengenai bertani. Untuk mengerjakan tanah seluas 2 Ha, kami
yakin tidak mampu walaupun anak petani kalau hanya dengan tenaga
1 (satu) KK saja. Dengan demikian pemberitaan Sdr. SP Hutabarat
pada Harian Angkatan Bersenjata adalah bohong.
Amwaranas (Sumatera Barat):
Peserta yang terlambat pengolahan tanahnya, duanjikan oleh
BaE)ak Manager Unit P3RSU Damuli, akan dibantu bibit palawija.
Kenyataannya sampai saat ini tak kunjung tiba alias nol besar.
Bibit padi yang diberikan untuk musim tanam 78/79 mengalami
kerusakan, sehingga banyak yang tidak tumbuh. Tipis harapan kami
untuk optimis di DPI ini.
Soso Mentara (Sulawesi Tengah):
Konsep rencana kerja P3RSU untuk kegiatan DPI, tidak ada yang
tepat waktunya. Contoh: pengolahan tanah untuk penanaman padi
78/79, yang seharusnya dilaksanakan awal Mei s/d pertengahan
Juli, ternyata baru dimulai pertengahan Juni s/d September.
Areal tanaman karet, dikatakan setiap peserta memperoleh 1000
batang. Kenyataannya tidak merata, ada yang 700 batang, 750 dan
seterusnya.
Achmad Umar (Sumatera Selatan): Karena kehabisan bantuan bibit
dari Unit P3RSU, areal saya hanya dapat ditanami 1 (satu) Ha
saja. Sedang menurut janjijanji Bapak Manager Unit P3RSU Damuli,
peserta yang tidak kebagian bibit akan diberi bibit palawija.
Tunggu punya tunggu akhirnya areal yang satu Ha tidak ditanami
apa-apa, kecuali rumput dan lalang.
Engelberth Ngenget (Sulawesi Utara) Awal mula kami menanam
karet. P3RSU mengatakan, jika ada tanaman karet yang mati akan
segera disisip dengan bibit yang sama (okulasi) tetapi tiba saat
penyisipan hanya toom tinggi yang hidup di semak belukar.
Apakah ini salah satu kemajuan DPI yang disebut Desa
Percontohan? Kami yakin tidak mungkin dapat melunasi kredit
dengan hasil getah stoom.
Sumardi Sy. (Yogyakarta):
Kesehatan kami di DPI, sangat mengerikan. Benar ada satu unit
balai pengobatan, tapi tidak berfungsi sama sekali. Sejak mula
kami masuk, dikatakan Balai Kesehatan sudah siap dengan segala
obat-obatan Ternyata sampai saat ini balai tersebut semacam
balai hantu, karena sudah dikerumuni lalang dan kayukayu
anggrung. Apakah balai pengobatan tersebut pantas kami rawat?
Penghuni banyak yang sakit, mengakibatkan kami kocar-kacir
mencari keselamatan di luar DPI. Lurah kami sendiri pernah sakit
sampai hampir menghembuskan nafas terakhir. Kami laporkan ke
P3RSU untuk memohon bantuan. Kami dibentak-bentak.
Janganlah kami dianggap tidak berguna.
Baharuddin Aly (Aceh):
Hasil panen peserta yang pulang dan yang belum datang, kalau
tidak dijual Asisten Lapangan P3RSU SP Hutabarat, disimpan untuk
persiapan tahun mendatang -- lumayan tak usah cari sana-sini.
Ini juga salah-satu sebab terjadinya krisis DPI.
Menurut ir. Jiman, Manager Unit Damuli, macetnya KUD DPI
disebabkan kurang mampu mengorganisasi diri dalam bentuk
kegiatan KUD secara sehat. Kalau memang kami tak mampu, kenapa
beliau tidak mendidik, karena beliau juga salah satu pelindung
KUD DPI (penasehat)?
Yusuf Harun (D.I. Aceh):
Kami sebagai Ketua Seksi Olah Raga DPI KNPI, ingin menanyakan
biaya fasilitas olahraga sebesar Rp 250.000. Untuk keperluan
Olahraga telah kami ambil Rp 125.000 dari P3RSU Unit Damuli.
Setelah kami minta lagi untuk dipergunakan, ternyata Unit
Manager P3RSU (Sdr. Leman Ginting) mengatakan bahwa kami
"terlalu maju". Setelah berselang beberapa bulan, ada berita
uang tersebut akan dipergunakan untuk penghijauan lapangan.
Ternyata hingga saat ini lapangan kami telah menjadi hutan.
Bagaimana kami dapat melunasi kredit Bank Dunia dengan hasil
dari 700-800 batang karet yang belum tentu hidup semua itu?
Boyari (Riau):
Krisis pangan di DPI disebabkan beberapa faktor. Sebagian hasil
padi gogo yang kami peroleh kami gunakan untuk hal-hal sebagai
berikut:
(a) pengolahan tanah termasuk perawatan karet (b) membeli bibit
palawija (c) penanaman dan perawatannya (d) pengolahan dan
penanaman padi sawah (e) pembayaran pengobatan keluarga yang
sakit.
Setelah tiba saatnya, panen palawija atau padi sawah ternyata
tidak mencapai target alias gagal, disebabkan oleh hama dan
binatang seperti kera dan babi hutan Jadi adanya berita seolah
kami ingin cepat "hidup senang" dan "lalai", benar-benar kami
tidak mengerti.
Vicky Supit (Sulawesi Utara):
Manja dan cengengkah kami, seandainya kami hanya mengharapkan
dapat merasakan ikan asin seminggu sekali? Yang bagaimanakah
yang dikatakan petani pionir yang ulet? Orang bekerja dengan
perut kosongkah yang disebut petani yang punya jiwa kepeloporan?
Yudian Rasid (Bengkulu):
Sebenarnya yang tidak selektif adal3h oknum P3RSU yang
diterjunkan langsung ke lapangan untuk menangani Desa Pemuda
Indonesia.
Baikkah moral dan budi pekerti mereka? Kanapa Asisten
Lapangan/Staf P3RSU yang menangani DPI tidak pernah memberi
bimbingan di bidang teknik pertanian/lapangan?
Semaun (NTB):
Areal saya boleh dikatakan setiap tahun mengalami banjir,
sehingga sebagian tanaman karet mati, apalagi yang lain.
Seandainya seterusnya seperti itu, apakah bisa cemerlang hidup
saya di masa mendatang?
Penutup:
Kepada bapak-bapak yang berwewenang kami mohon perhatiannya.
Kami akan pulang satu per satu, jika pertanian ini masih
dikerjakan dengan cara mencangkul seperti nenek kami dahulu.
MUKHSIN SALEH
WEEKLY FRANCH S. WALLY
Lurah & Sekretaris
Desa Pemuda Indonesia KNPI,
Kecamatan Kualuh Hulu,
Kabupaten Labuhan Batu
Sumatera Utara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini