Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Setelah Sumatera, Jawa Siap-siap

Banjir telah melanda Aceh, Riau dan Jambi. Banjir ini diakibatkan oleh penebangan hutan & curah hujan yang besar. Di Jambi hubungan darat terputus.(dh)

13 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUSIM angin pasang timur yang berlangsung dari Nopember lalu sampai April mendatang akan meninggalkan banyak kesan. Seperti dikatakan Menteri Pekerjaan Umum Purnomosidi Hajisarosa, akibatnya pun berupa banjir masih akan berkepanjangan. Setelah Aceh, Riau dan Jambi giliran selanjutnya diperkirakan adalah daerah-daerah di pantai utara Pulau Jawa. Daerah-daerah pantai utara Jawa itu dikenal sebagai penghasil 60% produksi pangan nasional. Kegawatan dikawatirkan bisa terjadi. Tapi seperti dikatakan Menteri Purnomosidi pula, para petugas sudah disiapkan. Terutama di daerah aliran Sungai Cimanuk, Pemali dan Comal. Sungguhpun begitu cerita banjir dari Sumatera belum sepenuhnya reda. Khususnya Aceh dan Jambi. Aceh Banjir di sini berlangsung dua pekan terakhir ujung 1978 lalu. Yang terutama menderita dua daerah tingkat dua: Kotamadya Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Di Banda Aceh aspal jalan mengelupas sepanjang 20 kilometer. Beberapa rattls meter tanggul Sungai Aceh ambrol. Begitupun sebuah jembatan di Desa Peuniti. Mencatat kerusakan itu semua Walikota drs Jakfar Ahmad MA sampai pada kesimpulan angka kerugian Rp 300 juta. Di Kabupaten Aceh Besar kerugian lebih besar. Sebab daerahnya lebih luas Tercatatlah 6000 hektar sawah tergenang air. Separo areal itu dinyatakan musnah sama sekali. Jalan yang rusak meliputi jalan propinsi dan jalan kabupaten. Seluruhnya I00 kilometer. Sehingga di daerah yang terkenal masih langka jalan yang baik itu, akan lebih menderita. Rumah yang hanyut 25 buah, sementara jembatan yang ambruk 14 buah. Tidak terhitung jumlah hewan hanyut yang sampai dua pekan lalu masih belum jelas datanya, kerugian tadi menurut Bupati Bachtiar Panglima Polem bernilai Rp 1,4 milyar. Banjir di Aceh menurut kalangan pejabat maupun masyarakat setempat di nilai lebih hebat dari banjir Juli, 5 bulan sebelumnya. Sekalipun sungai yang meluap cuma Sungai Aceh. Akan halnya Sungai Daroy yang tepi kiri kanannya banyak dihuni penduduk sekali ini tenang-tenang saja. Sungai Aceh meluap memang karena banyak hujan hari-hari terakhir 1978 itu. Tapi tak dapat dihindari pula pendapat karena hutan seluas 64 ribu hektar di kawasan Aceh Besar gundul. Sebab ketika air surut lumpur berwarna kuning kemerahan mengental sampai puluhan centimeter tingginya di rumah rumah penduduk. Dan itu seperti dikatakan penduduk di Kecamatan Indra puri "seperti tanah gunung di Seulawah." Tapi pendapat ini dibantah. "Hujan deras sepanjang akhir tahun ini bisa saja menjadi sumber banjir, seperti halnya di banyak daerah lain," kata seorang staf Dinas Kehutanan Aceh. Sementara petugas Dinas Kehutanan Aceh membantah hutan gundul sebagai penyebab banjir, di Riau justru Gubernur Soebrantas sendiri mengesankan hal itu. Ini katanya sehubungan dengan praktek penebangan kayu oleh pihak-pihak tertentu yang semata-mata hanya mengandalkan keuntungan tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan. Sampai-sampai ia meminta agar Dinas Kehutanan benar-benar "mempunyai kemauan dan kemampuan menjaga kelestarian hutan-hutan tadi." Banjir di Riau juga terjadi di penghujung tahun lewat (TEMPO, 30 Desember 1978). Akibatnya 2000 hektar sawah rusak, ribuan ternak mati, 1500 bangunan termasuk rumah, tempat ibadah maupun sekolah berantakan. Jalanjalan tak terkecuali. Alhasil untuk perbaikan keseluruhannya menurut Gubernur Riau memerlukan biaya Rp 2,8 milyar. Petugas Dinas Kehutanan di Aceh boleh saja mengelak. Tetapi rakyat Jambi pun menuding hal serupa sehubungan dengan banjir yang terjadi di beberapa tempat di propinsi ini di akhir tahun yang sama. Banyak hutan gundul di ambi akibat penebangan baik oleh pengusaha pemilik konsesi maupun oleh pihak lain dalam hubungan transmigrasi dan penebangan rakyat. Meskipun begitu petugas dinas m tcorologi Jambi mengatakan bahwa curah hujan 1978 memang lebih besar dibanding 5 tahun sebelumnya. Tapi diakui banjir di Jambi mungkin juga karena dangkalnya sungai Batanghari, kecuali di sekitar kolam pelabuhan dan Amban luar yang sering dikeruk. Tak heran tinggi air di sungai itu rata-rata naik 15 CM tiap hari sejak minggu ketiga Desember. Sampai-sampai administrator pelabuhan Jambi buru-buru mengumumkan agar kantor-kantor di wilayahnya mengamankan dokumen dan menyediakan alat pengaman secepat mungkin. Tahun I955 Jambi mengalami banjir dalam ukuran cukup parah. Dikawatirkan keparahan itu terulang lagi. Yang jelas hubungan darat Jambi-Muara Bungo dan Jambi-Bangko sudah putus sejak awal Desember. Itulah sebabnya harga saur-sayuran naik sampai rata-rata 100%.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus