Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Di Bawah Bayang-bayang Patron

PDI Perjuangan dan Partai Demokrat mengandalkan patron dalam memilih pemimpin. Pola tradisional itu mesti ditinggalkan.

5 April 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MELIHAT calon pemimpin Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Demokrat berkampanye-menjelang kongres pekan ini dan Mei nanti-sulit berharap dua partai politik besar itu beranjak dari sifat tradisional mereka.

Tradisi "darah biru" dan kedekatan dengan pendiri partai masih dipakai sebagai resep menjaring suara pemilih. Yang terjadi akhirnya seperti "lomba" paling absah sebagai pelanjut trah Soekarno atau adu dekat dengan Susilo Bambang Yudhoyono.

Ketua umum partai banteng diduga kuat akan dijabat lagi oleh Megawati. Jangankan mengusung kandidat lain, membicarakan calon alternatif saja kader banteng kehilangan keberanian. Sekretaris Jenderal Pramono Anung, yang kelihatan punya kapabilitas memimpin partai, tak pernah disebut bakal pengganti Megawati.

Yang muncul sebagai calon suksesor adalah Ketua Departemen Perempuan Puan Maharani, putri semata wayang Mega dan Taufiq Kiemas. Sejumlah politikus banteng yang tidak sreg dengan Puan, alih alih mengajukan calon dari luar keluarga Mega, memunculkan nama Muhammad Prananda Prabowo-putra Megawati dari suaminya yang terdahulu. Puan dan Nanan, begitu Prananda biasa disapa, tak disiapkan menjadi ketua umum pada Kongres Bali ini. Keduanya digadang gadang untuk menjadi ketua umum berikutnya sekaligus calon presiden 2014.

Partai Demokrat sedikit lebih lumayan. Kandidat ketua partai itu cukup beragam. Yang sudah mendeklarasikan diri adalah Andi Mallarangeng. Anggota legislatif Anas Urbaningrum dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie, dua kandidat lainnya, baru pada tahap menggelar pertemuan dengan para pendukung. Beruntung, belum terdengar kabar Susilo menjagokan anaknya, Edi Baskoro, atau Ibu Negara Ani Yudhoyono sebagai calon pemimpin partai itu. Saat ini Ketua Umum Partai Demokrat adalah Hadi Utomo, ipar Presiden.

Tiga kandidat yang ada menyadari bahwa restu Ketua Dewan Pembina Susilo Bambang Yudhoyono adalah kunci kemenangan. Dalam iklan dan spanduk spanduk, Andi menonjolkan kedekatan dirinya dengan Yudhoyono. Kandidat lain menyangkal bahwa Presiden sudah memberikan restu kepada Menteri Pemuda dan Olahraga itu. Perang lidah terjadi di media massa.

Patut disayangkan kedua partai belum bisa keluar dari pengaruh patron mereka. Alasan klasik bahwa Mega dan Yudhoyono merupakan figur kuat di mata pemilih memang masuk akal. Tapi mestinya ada usaha mengubah keadaan "tradisional" itu. Menerima anggapan bahwa cap Bung Karno bisa mendulang suara, atau restu Yudhoyono ampuh memobilisasi kader, bukan tradisi sehat partai yang seharusnya mengikuti perkembangan zaman.

PDIP semestinya menyadari bahwa mereka tak bisa selalu mengandalkan Mega dan keturunannya sebagai pemelihara suara konstituen. Kegagalan PDIP dan Megawati dalam dua pemilihan umum membuktikan trah Bung Karno bukan segala galanya. Bagi calon Ketua Partai Demokrat, menggantungkan diri pada Yudhoyono hanya menunjukkan kurang percaya diri yang berlebihan.

Partai adalah perangkat penting demokrasi. Memajukan partai berarti memajukan demokrasi. Partai Demokrat dan PDIP-sebagai pemenang pertama dan ketiga pemilu lalu-mestinya menyadari bahwa mereka harus menjadi partai modern. Partai jenis ini tidak mendasarkan rekrutmen kepemimpinan pada figur dan karisma melainkan pada ideologi, visi, dan program kerja. PDIP yang modern adalah partai yang bisa hidup dan berkembang meski tanpa Megawati. Partai Demokrat yang modern adalah Partai Demokrat yang tak melulu bersembunyi di bawah bayang bayang Yudhoyono.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus