Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Diakah Beking Penyelundupan itu

2 Juni 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penyelundupan mobil mewah di Indonesia bukanlah barang baru. Di gudang Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, lebih dari seratus mobil mewah berbagai merek nongkrong tanpa pemilik yang jelas. Begitu pula di Surabaya, baik di kantor polisi maupun di kantor Bea dan Cukai. Tapi yang dikeluhkan pihak Bea dan Cukai selalu hal yang sama, penyelundup tak pernah tertangkap. "Sepertinya ada beking yang kuat, orang-orang penting," tutur mereka.

Siapakah orang-orang penting yang menjadi beking penyelundup mobil mewah itu? Petugas Bea dan Cukai maupun polisi belum pernah mengumumkannya, karena memang belum berhasil menangkapnya. Tapi pekan lalu, secara tiba-tiba Komisaris Jenderal Polisi Sofjan Jacoeb dikait-kaitkan dengan ditahannya beberapa mobil mewah di Jakarta dan Banten. Mobil itu memakai surat tanda nomor kendaraan (STNK) yang diduga palsu. Setelah ditelusuri, kendaraan mewah itu sebelumnya atas nama Sofjan Jacoeb dan tidak dilengkapi dokumen yang jelas. Mobil itu menggunakan pelat nomor wilayah Sulawesi Selatan, dan STNK dikeluarkan pada awal Mei tahun lalu. Itulah hari-hari terakhir Sofjan Jacoeb menjadi Kepala Polda Sulawesi Selatan.

Diakah (beking) penyelundupnya? Tentu terlalu dini dan sangat gegabah jika menyebut Sofjan Jacoeb, jenderal polisi bintang tiga yang kini menjadi Inspektur Utama Lemhannas itu, sebagai salah seorang beking dan "orang penting" di balik penyelundupan mobil mewah. Sebaliknya, juga terlalu pagi dan sangat gampang jika menyebut mantan Kapolda Metro Jaya ini sama sekali tidak terlibat. Artinya, Sofjan Jacoeb berada di daerah abu-abu, dan itu yang harus dijernihkan oleh kepolisian, bagaimana duduk masalah yang sebenarnya.

Informasi yang diperoleh majalah ini—mungkin karena baru penyidikan—masih sepotong-sepotong. Sofjan Jacoeb meng-akui mobil mewah itu memakai STNK atas namanya sendiri selaku Kapolda Sulawesi Selatan, sebagai langkah darurat, atau istilah yang dipakai di kalangan Polri adalah "nomor bantuan". Tapi, siapakah yang dibantunya itu? Tak jelas. Kalaupun itu "nomor bantuan", usianya hanya tiga bulan sampai enam bulan, agar yang "dibantu" segera menyelesaikan dokumen resmi atau mobil dikembalikan. Kenyataannya, mobil mewah itu tetap tanpa dokumen resmi sampai saat ditahan, setahun setelah "dibantu" Sofjan Jacoeb.

Lalu, Sofjan juga menyebutkan, "nomor bantuan" diberikan untuk tugas pengamanan tamu penting. Siapa tamu penting itu dan pada peristiwa apa? Bukankah mobil itu hanya mampir di pelabuhan Makassar, lalu berangkat lagi ke Jakarta setelah mendapat "nomor bantuan"? Jadi, memang rada aneh dan rada ajaib.

Karena itu, yang patut dipuji adalah langkah Kapolri Jenderal Polisi Da'i Bachtiar. Ia sudah membentuk tim penyidik yang meneliti kasus ini. Ia, katanya, akan bertindak tegas terhadap siapa pun yang bersalah dalam kasus mobil mewah ini. Dari pernyataan itu tersirat bahwa Sofjan Jacoeb pun akan kena "sidik".

Ketegasan Da'i Bachtiar terhadap Sofjan Jacoeb segera mengundang masalah. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa antara kedua jenderal ini terjadi "ketegangan". Orang menyebut keduanya bukan dari satu kubu, suatu istilah yang remang-remang bagi masyarakat bawah. Tapi, satu kubu atau berbeda kubu bukanlah perkara penting kalau tidak sedang "berseteru". Nah, kedua jenderal ini justru sedang "berseteru". Begitu Da'i Bachtiar menjadi Kapolri, ia segera memensiunkan perwira tinggi polisi dengan memakai undang-undang kepolisian yang lama (usia 55 tahun), sementara sudah ada dan berlaku undang-undang kepolisian yang baru (usia pensiun 58 tahun dan dalam keadaan khusus bisa 60 tahun). Sofjan Jacoeb salah satu korban dari cara Da'i membaca undang-undang kepolisian itu. Dan ia melawan, minta fatwa ke MA, lalu mengadu ke DPR, dan berniat menggugat ke pengadilan tata usaha negara.

Apakah mengungkap kasus mobil mewah ini memang cara Da'i "membalas" ulah Sofjan itu? Kalau pertanyaan diajukan kepada Sofjan, jawabannya persis seperti itu. Ia merasa kesalahannya dicari-cari lantaran bersikap menggugat keputusan Kapolri. Tetapi, kalau ditanyakan ke Da'i, jelas berbeda, ia merasa hanya menjalankan ketentuan hukum, bahwa setiap pelanggar harus ditindak. Ada indikasi kuat Sofjan Jacoeb melanggar aturan memberikan "nomor bantuan" untuk mobil selundupan yang tak pernah secara fisik turun di Makassar itu.

Peristiwa yang melatarbelakangi itulah yang membuat saat ini masyarakat asyik berandai-andai. Andai kata Sofjan Jacoeb tidak menggugat Kapolri yang memensiunkan dirinya lebih awal, apakah kasus ini akan dibongkar kepolisian? Nalar dari pengandaian ini adalah polisi "sama-sama tahu" kasus mobil itu, sejak dulu. Kalau bukan untuk "memberi pelajaran" kepada Sofjan Jacoeb, kenapa baru sekarang mobil itu ditahan dan kasusnya dibuka? Bodoh sekali polisi kalau baru sekarang tahu ada mobil mewah bernomor bantuan gentayangan di Jakarta dan sekitarnya.

Di sinilah menariknya kasus ini. Kapolri harus membuktikan bahwa tindakannya yang akan memeriksa Sofjan Jacoeb bukan tindakan "balas dendam". Sebaliknya Sofjan Jacoeb harus membuktikan bahwa ada sesuatu yang penting yang meng-haruskan ia mengeluarkan STNK dengan nomor bantuan itu, dan menunjuk hidung siapa yang dibantunya itu. Dengan membawa kasus ini murni ke kasus hukum, dan membatasi pada koridor mobil bermasalah itu, masyarakat akan menaruh respek kepada kepolisian dan tidak menduga yang bukan-bukan. Tentu saja, asal tindakan hukum dijatuhkan jika terbukti ada kesalahan. Bukan lalu kasusnya menguap lantaran Sofjan dan Da'i sudah berdamai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus