Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Gincu Baru UU ITE

Tiga pejabat setingkat menteri mengeluarkan surat keputusan bersama untuk menafsirkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Cuma lipstik yang tak menyentuh substansi masalah.

26 Juni 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Indonesia, jika Anda tertimpa kemalangan karena ketidakadilan, Anda tak boleh mengeluh di media sosial atau di depan wartawan, apalagi mengkritik aparat karena perkara Anda ditangani dengan buruk. Karena ketidakadilan menyangkut sistem, keluhan Anda sangat mungkin menyangkut dan menyinggung orang lain atau sebuah lembaga. Jika mereka terluka, hidup Anda akan runyam karena bisa berurusan dengan hukum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pasal 27 dan 28 dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) bisa membuat hidup Anda babak-belur. Undang-undang itu mengadopsi hukuman penghinaan atau pencemaran nama dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang merujuknya lagi dari hukum kolonial Belanda. Dalam UU ITE, Anda terancam delik kejahatan dengan hukuman enam tahun—syarat yang cukup bagi polisi untuk menciduk Anda. Kini bahkan ada polisi siber yang memantau status media sosial tiap orang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sersan Dua Yusuf Muhammad Ginting pada Januari lalu mengalaminya. Detasemen Polisi Militer I Bukit Barisan di Pematangsiantar, Sumatera Utara, menetapkan dia sebagai tersangka pemerasan dan pencemaran nama. Polisi militer menganggap Yusuf bersalah karena mengundang wartawan ketika menyampaikan tuntutan ganti rugi perusahaan yang mempekerjakan anaknya. Anak Yusuf kehilangan tangan kiri ketika sedang bekerja.

Tahun lalu, seorang sersan kepala di Komando Distrik Militer Medan juga mendapat hukuman disiplin karena istrinya acap membuat “status negatif” di media sosial. Tak cukup menahan suaminya, Kodim Medan juga memakai UU ITE untuk menyeret si istri ke polisi.

Kita bisa menderetkan kasus-kasus absurd mereka yang dihukum karena protes atau berkeluh-kesah di media elektronik. Dari pasien rumah sakit Prita Mulyasari hingga Baiq Nuril, seorang guru di Nusa Tenggara Barat yang merekam ancaman cabul kepala sekolah. Mantan aktivis mahasiswa Jumhur Hidayat mendekam di penjara gara-gara memuat status di Twitter pada 7 Oktober 2020 yang menyebutkan Undang-Undang Cipta Kerja melenggangkan investor primitif, Tiongkok, dan pengusaha rakus. Menurut catatan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, sejak UU ITE berlaku pada 2008, ada 3.594 orang yang berurusan dengan hukum karena menyatakan pendapat di muka umum dan media elektronik.

Awalnya UU ITE dibuat untuk melindungi konsumen saat melakukan transaksi elektronik. Belakangan muncul pasal karet 27 dan 28 yang mengekang kebebasan berpendapat. Tanpa ukuran jelas tentang batas-batas penghinaan dan pencemaran nama, dua pasal itu acap dipakai mengadukan seseorang. UU ITE nyaris tak pernah dipakai untuk melindungi konsumen yang dirugikan dalam transaksi digital.

Usaha Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, serta Kepala Kepolisian RI membuat surat keputusan bersama menafsirkan pasal 27, 28, dan 36 sungguh sia-sia. Dikampanyekan untuk mencegah penyalahgunaan UU ITE, surat keputusan itu nyatanya tak menyentuh esensi persoalan. 

Ketimbang membuat tafsir yang bisa ditafsirkan lagi, pemerintah seharusnya membawa UU Informasi dan Transaksi Elektronik ke Dewan Perwakilan Rakyat dan menghapusnya. Sepanjang pasal-pasal itu tetap ada, polisi dapat memakainya untuk menyeret siapa saja yang tak disukainya ke muka hukum. Dalam keadaan ini, hukum cuma alat kekuasaan.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus