Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah mesti bisa memetik faedah dari pertemuan Dana Moneter Internasional-Bank Dunia pada 8-14 Oktober di Bali. Besarnya anggaran negara yang dihabiskan untuk perhelatan itu tidak akan sia-sia jika pemerintah mampu mengoptimalkan berbagai peluang dari pertemuan tahun ini demi memajukan perekonomian Indonesia.
Pertemuan Bali akan dihadiri 22 kepala negara, 189 menteri keuangan, 189 gubernur bank sentral, lembaga internasional, dan pemangku kepentingan lain. Perkiraan total delegasi yang akan hadir mencapai 32 ribu orang. Sebagai tuan rumah, pemerintah harus mengalokasikan dana sekitar Rp 5,75 triliun untuk pertemuan ini, yang terdiri atas ongkos operasional Rp 855 miliar dan biaya konstruksi Rp 4,9 triliun.
Biaya yang besar itu cukup membebani keuangan negara, yang kini dalam kondisi kurang bagus. Apalagi pemerintah juga harus mengeluarkan banyak dana untuk menangani bencana alam di sejumlah daerah. Itulah pentingnya mengail manfaat, baik secara langsung maupun tak langsung, dari perhelatan yang sudah lama direncanakan ini.
Manfaat langsung bisa didapat dari melonjaknya kunjungan wisatawan mancanegara. Panitia pelaksana memprediksi penerimaan negara bukan pajak, salah satunya dari sektor wisata, mencapai sekitar Rp 44,4 miliar. Namun target ini hanya bisa diraih jika pemerintah serius menyiapkan paket wisata yang menarik.
Di luar berkah pariwisata, pemerintah perlu memaksimalkan manfaat tak langsung dengan mengegolkan sejumlah usul, terutama soal strategi pembiayaan dan asuransi atas risiko bencana. Urusan pembiayaan risiko bencana sangat penting karena Indonesia amat rawan gempa, seperti yang belakangan terjadi di Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Tengah. Sesuai dengan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana, setiap tahun kerugian akibat bencana mencapai Rp 30 triliun.
Inovasi pembiayaan infrastruktur juga akan dibahas dalam pertemuan Bali. Forum ini bisa dimanfaatkan untuk memuluskan pengerjaan banyak proyek infrastruktur yang dirancang pemerintah. Program utama pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla ini sering terbentur soal pendanaan. Keuangan negara akan terganggu jika berbagai proyek infrastruktur itu terlalu bersandar pada anggaran negara dan utang perusahaan negara.
Pemerintah perlu memperhatikan pula agenda penting yang lain: peningkatan sumber daya manusia. Dalam perhelatan ini, Bank Dunia akan merilis human capital index yang berbeda perhitungannya dengan indeks pembangunan manusia versi Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP). Sosialisasi indeks versi Bank Dunia itu bertujuan memberikan panduan agar pemimpin negara lebih memperhatikan investasi di bidang sumber daya manusia dalam merancang konsep pembangunan.
Dalam soal pembangunan manusia, Indonesia masih tertinggal jauh. Angka harapan hidup, standar hidup, dan pendidikan kita masih rendah. Dalam indeks pembangunan manusia versi UNDP pada 2018, Indonesia menempati peringkat ke-116, sama persis dengan Vietnam. Adapun Malaysia sudah berada di peringkat ke-57 dunia. Pemerintah harus mengatasi ketertinggalan ini. Bukan cuma proyek infrastruktur yang mesti digenjot. Pengembangan manusia, terutama pendidikan dan kesehatan, pun perlu menjadi prioritas.
Pemerintah harus mengambil faedah yang maksimal dari pertemuan Bali untuk kemajuan bangsa agar perhelatan itu tak sekadar menjadi ajang pencitraan negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo