Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KALAU mau berhemat, ada baiknya Menteri Keuangan Chatib Basri melirik sektor energi yang terhampar di depan mata. Ia perlu segera menyetujui pipa gas milik Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (ONWJ) dipakai PT Nusantara Regas untuk mengalirkan gas ke Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap Tanjung Priok, Jakarta. Pipa sepanjang 12 kilometer yang dulunya dibangun BP, perusahaan migas asal Inggris, itu telah menjadi aset negara dan masuk cost recovery sebelum lapangan tersebut dikuasai Pertamina pada 2009.
Jika Menteri Chatib meneken izin pemakaian pipa itu, akan banyak mudarat yang bisa dicegah. Sejak terminal penerima dan regasifikasi Teluk Jakarta milik Nusantara Regas beroperasi pada Mei tahun lalu, pembangkit milik Perusahaan Listrik Negara bertenaga 1.800 megawatt itu tidak kunjung mendapat gas lantaran tak ada pipa penyalurnya dari terminal ke pembangkit. Padahal, sebagai tulang punggung listrik Ibu Kota, pembangkit Priok sudah lama tak mendapat gas sesuai dengan kapasitasnya, 300 juta kaki kubik per hari. Saat ini pembangkit itu hanya menerima dari lapangan ONWJ kurang dari separuh kapasitasnya.
Kekurangan pasokan gas terpaksa ditangani dengan cara membakar solar. Ini berarti pemborosan yang luar biasa. Coba hitung, selama satu semester pada tahun ini saja, pemakaian solarnya, meski hanya dilakukan pada saat beban puncak, ketika jam sibuk, mencapai 65 ribu kiloliter. Ongkos bakar solar ini sedikitnya mencapai Rp 500 miliar, dihitung dari harga solar di kisaran Rp 9.000. Bandingkan jika memakai gas yang sudah disiapkan pasokannya dari LNG Tangguh di Teluk Bintuni, Papua Barat, yang cuma butuh biaya paling banter seperenamnya.
Kisah sukses penghematan sudah dilakukan Nusantara Regas. Selama satu tahun belakangan ini, anak perusahaan patungan Pertamina dan Perusahaan Gas Negara ini telah menyuplai gas melalui terminal penerima dan regasifikasi terapung (FSRU) ke Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap Muara Karang. Jika dikonversi, jumlah pasokan gas tersebut setara dengan pemakaian solar sebanyak 1,5 juta kiloliter. Hitung saja, dengan harga high solar diesel Rp 9.500 per liter, potensi penghematan yang bisa dilakukan US$ 624,8 juta. Nusantara Regas juga telah bersiap membangun pipa sambungan sementara dari pembangkit Muara Karang ke ONWJ.
Menteri Keuangan perlu segera memanggil para pejabat di kementeriannya yang terkait dengan pemanfaatan aset negara ini. Tinggal dihitung harga sewa untuk pemakaian pipa gas tadi, yang seharusnya ditetapkan dengan kalkulasi yang wajar sebagai penerimaan negara bukan pajak. Tak usahlah memainkan harga demi mencari keuntungan dalam penyewaan aset pipa itu. Toh, gas yang akan dialirkan akan dipakai untuk bahan bakar pembangkit listrik yang sangat dibutuhkan masyarakat Ibu Kota. Kalau perlu, libatkan saja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) untuk menetapkan harga acuannya.
Jika kepastian izin berikut harga sewanya sudah didapat, gas langsung bisa mengalir ke Tanjung Priok. Penghematan pun bisa didapat secara signifikan. Ini tentu saja keputusan jangka pendek yang mendesak. Dalam jangka panjang, perlu dipikirkan cara mengalirkan gas itu melalui pengoperasian terminal penerima dan regasifikasi terapung seperti di Muara Karang, yang fasilitas pipa gasnya sudah tersedia. Sungguh aneh kalau kita membikin terminal gas terapung yang beroperasi di Teluk Jakarta tanpa diikuti ketersediaan fasilitas pipanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo