Godaan di Ruang Keluarga M. ALWI DAHLAN GLOBALISASI masuk ke ruang keluarga. Begitu gambaran yang akan diperoleh apabila rencana mengenai siaran televisi satelit yang kini banyak terdengar menjadi kenyataan. Jika diikuti maunya yang punya kehendak, seluruh Indonesia sudah perlu mengikuti siaran televisi satelit dari mancanegara. Rencana dari berbagai pihak masih simpang-siur, tetapi gambaran besarnya bukan main. Tiga jaringan siaran global CNN, ESPN, dan HBO -akan menyiarkan melalui Palapa. Sementara itu, satelit siaran langsung Asia Sat yang juga dipakai CNN untuk menjangkau seluruh Asia, termasuk Indonesia, akan pula memancarkan siaran dari jaringan dan sumber lain. Bahkan, sejak 15 September lalu, Asia Sat mulai membawakan program Music Television (MTV) dari perusahaan STAR TV, melalui transponder S5, yang ditujukan ke belahan selatan. Meskipun disiarkan dari Hong Kong, programa ini terkait dengan jaringan MTV yang membuat remaja AS dan Eropa tergila-gila dari malam sampai malam dengan musik video yang terbaru. Dalam jangka setengah tahun ini, perusahaan tersebut akan membuka tiga programa lainnya: BBC World Service, Prime Sports, dan Entertainment Channel. Yang melalui Palapa ada kemungkinan harus memakai dekoder dan membayar langganan, tetapi siaran dari STAR TV sepenuhnya gratis. Betapapun, setiap keluarga akan punya kesempatan untuk menambah tujuh saluran baru pada pesawat TV-nya. Ada saluran yang khusus berita (dua saluran), ada melulu olahraga (Prime Sport dan ESPN), khusus film top, film dan hiburan, dan ada yang hanya musik pop. Masing-masing menyiarkan terus-menerus 24 jam sehari. Menilik gambaran ini, tidak heran jika timbul bermacam kekhawatiran mengenai dampaknya. Volume arus informasi akan membanjir, pilihan meningkat berlipat ganda, dan tiada waktu tanpa tontonan televisi. Artinya, godaan bagi masyarakat, akan makin besar. Untuk menjadi penonton global, orang harus mengeluarkan uang untuk membeli parabola dan peranti yang tepat. Memang benar, kini telah berkembang -bahkan di pedesaan -sistem cicilan, arisan, dan urunan parabola. Tetapi, setelah ia menjadi orang global, uang harus keluar bertambah banyak untuk memenuhi segala hasrat meniru gaya hidup global yang dibangkitkan siaran tersebut, baik langsung melalui iklan maupun tidak. Belum lagi dampak terhadap nilai-nilai sosial budaya yang Indonesia. Sebaliknya, ada argumen yang pro-siaran global. Siaran TV yang membawakan nilai-nilai global telah dikenal masyarakat dan mestinya tidak usah waswas. TVRI dan TV swasta sudah lama menyiarkan paket dari produsen global. Siaran TV melalui satelit dari luar negeri pun sudah banyak ditonton oleh masyarakat ramai, tanpa membawa akibat aneh-aneh. Ini ada benarnya, tetapi ada yang terlupakan. Siaran global menembus batas negara, tanpa kontrol, dan dikelola oleh orang-orang yang loyalitas dan nilai sosial-budayanya tidak terpaut ke Indonesia -bahkan tidak ke mana pun. Sasarannya adalah penduduk mancanegara, nilai-nilai dan tolok ukur yang dipakainya berusaha mengacu pada komposit nilai global yang direkayasa agar diterima di seantero tempat. Andaikata ada tangan yang berpengaruh dan ikut mengontrol, itu adalah para pemodal dan penguasa jaringan global yang satu sama lain bergandengan tangan. Produsen barang konsumsi global (termasuk pakaian, rumah makan, bahan global), pengiklan global, pemberita dan penyiar global, sama-sama berkepentingan menciptakan kesamaan dan gaya hidup global. Mapan dan berkembangnya citra tentang globalisasi adalah jaminan hidup bagi manusia tanpa tapal batas ini. Ada argumen pro lain yang juga menonjol. Globalisasi siaran mengajukan pilihan aneka ragam, memperluas wawasan, dan yang paling sering disebut: membawa informasi. Dalam era informasi, ini argumen yang memang beralasan. Tetapi kita harus hati-hati dan patut mempertanyakan kearifan populer ini. Informasi adalah yang dapat mengurangi ketidakpastian, kata orang teknis. Dengan kata lain, nilai informasi terletak pada manfaat yang dapat kita peroleh dalam mengambil keputusan, termasuk dalam berkompetisi dengan masyarakat global. Kalau begitu, tolong jelaskan, di mana letaknya nilai informasi dari berita tentang peristiwa kriminal di Los Angeles yang diceritakan perkembangannya dari menit ke menit, skor dan peringkat dari aneka klub dan pemain olahraga, berita cuaca musim dingin di kutub, atau top 20 video di AS, Eropa, dan Asia? Atau segala macam bahan siaran lainnya yang bertubi-tubi datang tak putus-putusnya itu? Pertanyaan seperti itu sangat relevan bagi kita, negeri yang menjadi pelopor dalam mengembangkan tata informasi dunia baru. Jika didalami, globalisasi informasi sebenarnya memperkuat kepincangan arus informasi yang bertumpu pada lembaga global di dunia maju. Tetapi agaknya betul juga kata orang, bahwa perubahan yang disebabkan kemajuan teknologi tidak terbendung. Ini benar, dengan catatan bahwa ia bergulir cepat apabila kita menerimanya. Bagaikan kotak Pandora, masuknya teknologi penerimaan satelit (antena parabola) ke dalam masyarakat kita mau tidak mau tentu diikuti oleh perkembangan lain yang merupakan pengembangannya. Dengan begitu, apa yang terjadi sekarang adalah perkembangan wajar dari langkah pertama yang kita lakukan. Seninya kini terletak pada bagaimana kemampuan mempergunakan perkembangan ini ke arah yang menguntungkan bagi pembangunan masyarakat kita sendiri. Siaran global boleh, tetapi bagaimana dia dapat meningkatkan kemampuan sendiri? Bagaimana agar godaan yang akan bertubi-tubi datang langsung ke ruang keluarga kita, sebagai misal yang sederhana, justru dibalikkan untuk mengembangkan disiplin waktu, membangkitkan diskusi, atau memacu kepekaan dalam menghadapi orang dari dunia lain?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini