Mahasiswa Unri dan USU menolak saham Indah Kiat dan Indorayon. Kedua perusahaan itu dianggap mencemarkan air sungai. ADA cara baru memprotes pelaku pencemaran, yakni dengan menolak saham yang mereka tawarkan. Protes model ini sudah dilancarkan oleh koperasi mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) akhir Juni lalu dan Universitas Riau (Unri), Rabu dua pekan lalu. Pihak yang menawarkan saham berbeda, tapi jenis usahanya sama dan alasan penolakan mahasiswa pun serupa. Alasan mahasiswa ialah, kedua perusahaan pulp (bubur kertas) yang berhati mulia itu -PT Inti Indorayon Utama di Sumatera Utara dan PT Indah Kiat Pulp & Paper Corporation di Riau -telah mencemarkan lingkungan. Mereka membuang limbah pabrik ke sungai di sekitarnya, sehingga air Sungai Asahan dan Sungai Siak tak laik dikonsumsi. Menurut Ketua Koperasi Keluarga Besar USU, Awaluddin Thayab, penolakan itu untuk menjaga nama baik universitasnya, "Walau hanya memiliki 0,0007 persen total saham Indorayon, yaitu 20.000 lembar saham bernilai Rp 1.000, kami bertanggung jawab pada dampak kegiatan yang sudah diketahui mencemarkan lingkungan," ujarnya tandas. Sikap mereka tidak sekadar vokal, karena didasarkan pada penelitian yang kini sedang mereka rampungkan. Dari segi fisik pun, sudah tampak perubahan besar pada sungai yang menjadi urat nadi daerah itu. Sungai Asahan kini tak lagi biru seperti Danau Toba yang menjadi sumbernya, tapi hitam dan berbau menusuk. Aksi penolakan ini berbuntut pada tekanan pada koperasi mahasiswa USU. Bahkan rektor USU ikut melayangkan sepucuk surat, mendesak agar mereka menerima saham tersebut. Tapi sampai kini mereka bertahan. Lain halnya koperasi Unri. Walau secara visual sudah tampak, air Sungai Siak tak layak minum dan ikan menghilang, mereka terima juga 40.000 lembar saham yang disodorkan PT Indah Kiat. "Tapi ada syaratnya," ujar Ketua Koperasi Mahasiswa Unri, Muhammad Azaki. Syaratnya, mereka diperbolehkan melakukan penelitian ilmiah di dalam pabrik Indah Kiat. Kalau terbukti ada pencemaran, saham itu akan mereka kembalikan. Selama ini, perusahaan pulp dan kertas terbesar di Asia Tenggara ini menolak dimasuki pihak peneliti. Pembantu Dekan III Fakultas MIPA Unri, Chainulfiftoh, dua tahun lalu hanya bisa meneliti limbah Indah Kiat di sekitar pabrik. Hasil penelitiannya membuktikan Sungai Siak tercemar berat, tapi ia tidak bisa memastikan pencemaran ini karena Indah Kiat. Soalnya, sepanjang sungai itu berjejer industri lain. Karena tidak adanya bukti, mahasiswa Riau berubah pikiran ketika berdialog dengan Gubernur Soeripto, beberapa saat sebelum penyerahan saham. Di pihak lain, kedua perusahaan yang menyerahkan saham itu sama-sama membantah tuduhan mahasiswa. Menurut manajernya, Peter Jaya Negara, Indorayon sudah mengeluarkan lebih US$ 30 juta untuk mesin pengolah limbah. Indah Kiat, kata direkturnya, Njauw Kwet Meen, telah membuat alat pengolah limbah seharga US$ 22 juta. "Batasnya akhir Desember mendatang. Kalau lewat waktu itu limbah masih melewati ambang batas, baru kami seret ke pengadilan," janji Gubernur Soeripto. Penolakan saham ini sejalan dengan imbauan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Emil Salim. Ia menganjurkan agar konsumen memboikot saham perusahaan yang mencemari lingkungan. Walau belum banyak berhasil protes semacam ini tak ada salahnya terus "diamalkan". Diah Purnomowati, Irwan E. Siregar, Sarluhut Napitupulu
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini