Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Grup mahathir

Pm malaysia, mahathir mohamad, dalam konperensi asean di bali mengusulkan eaeg (east asian economic group). gagasan eaeg menolak amerika utara, australia dan selandia baru. padahal, sudah distop.

16 Maret 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EAEG adalah singkatan untuk East Asian Economic Group, suatu struktur regional bagi kawasan Asia Timur. Pertama kali diusulkan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad pada bulan Desember yang lalu. Usulan itu sekali lagi dilontarkannya dalam Konperensi ASEAN di Bali awal Maret ini, dan karenanya kembali menjadi bahan pembicaraan yang hangat. Padahal, berbagai kalangan -- termasuk di pihak Malaysia sendiri -- tengah berusaha untuk tidak mengangkatnya lagi ke permukaan. Untuk "menyelematkan muka" Mahathir, ada pemikiran agar usulan itu diolah dahulu menjadi suatu usulan ASEAN yang lebih dapat diterima di lingkungan ASEAN sendiri maupun di luarnya. Pada waktu Mahathir pertama kali melontarkan idenya, yang diajukannya adalah pembentukan suatu blok perdagangan di Asia Timur. Ada dua versi mengenai asal-usul gagasannya itu. Yang pertama adalah bahwa usulan itu telah dibahas lebih dahulu oleh Kabinet Malaysia. Sedangkan versi kedua menyebutkan bahwa gagasan itu sepenuhnya berasal dari Mahathir sendiri dan dilontarkan secara impulsif. Apa pun asal-usulnya, gagasan itu umumnya dianggap terlampau reaktif, anti-Amerika, dan tak realistis, bahkan berbahaya. Seperti dinyatakan oleh Mahathir sendiri, gagasan pembentukan blok perdagangan Asia Timur, yang kemudian diperlemahnya menjadi blok ekonomi dan kini disebut kelompok ekonomi itu (EAEG), merupakan reaksi terhadap proses pembentukan blok perdagangan di Eropa dan Amerika Utara. Kedua blok perdagangan itu dinilai akan jadi sangat proteksionistis karena Putaran Uruguay sangat mungkin akan gagal. Usulan Mahathir mungkin bisa dianggap logis. Tapi itu belum jelas, apakah pembentukan blok perdagangan Asia Timur akan memperbaiki posisi negara-negara di kawasannya. Jepang, dengan melihat kepentingan ekonomi globalnya, pasti tak akan mau menempatkan dirinya dalam suatu blok perdagangan yang akan menciptakan antagonisme terhadap mitra perdagangannya yang utama, Amerika Serikat dan Eropa. Hal ini juga berlaku bagi berbagai negara Asia Timur lainnya, seperti Korea dan Taiwan. Beberapa negara, misalnya Indonesia, masih punya harapan bahwa perundingan perdagangan multilateral yang diperpanjang itu akan bisa menghasilkan kesepakatan yang memadai. Selain itu, Indonesia -- seperti dinyatakan oleh Presiden Soeharto di Bali pekan lalu -- lebih condong menggunakan forum regional yang sudah ada, seperti ASEAN dan APEC, daripada membentuk suatu stuktur regional yang baru. Apa yang sejauh ini digariskan sebagai tujuan EAEG sejajar dengan program ASEAN dan APEC. Yang berbeda hanya ragam keanggotaannya. Mungkin Mahathir menganggap ASEAN terlampau kecil, sempit, dan kurang berdaya. Sementara itu, sejak semula Mahathir enggan melihat Malaysia terlibat dalam APEC, antara lain karena Amerika Serikat ikut serta di dalamnya. Dari dahulu, Mahathir secara konsisten memang menolak suatu kerja sama ekonomi Pasifik karena asymmetry yang ada dalam kawasan itu: ekonomi Amerika dan ekonomi Jepang pasti akan mendominasi kerja sama ekonomi Pasifik. APEC merupakan suatu proses regional yang muda. Tapi jika ASEAN benar-benar menyiapkan dirinya, kiranya kedudukannya di APEC tak kecil. Bahkan ASEAN sebenarnya dapat mengambil berbagai inisiatif dan punya pengaruh yang berarti dalam mengarah- kan perkembangan APEC. Lewat APEC, ASEAN bisa memperoleh perhatian Amerika, dan mau tak mau pasar Amerika menjadi penting bagi ASEAN. Selain itu, dalam struktur APEC, kehadiran Jepang di kawasan Asia Pasifik dapat diimbangi oleh Amerika Serikat. Gagasan EAEG secara eksplisit menolak keikutsertaan Amerika Utara (Amerika Serikat dan Kanada), di samping Australia dan Selandia Baru. Karena itu, gagasan tersebut dilihat oleh sementara kalangan sebagai pencerminan suatu sikap anti-Amerika. Berbagai pihak resmi Amerika telah menyatakan tidak mendukung gagasan itu. Tetapi kunci bagi realisasi gagasan ini tidaklah terletak di Washington, melainkan berada di Tokyo. Menteri Perdagangan dan Industri Malaysia, Rafidah Aziz menyatakan bahwa Malaysia memang berharap bahwa Jepang akan memimpin kelompok ekonomi Asia Timur itu. Rancang-bangun ini tentu saja mengherankan berbagai pihak, termasuk Jepang sendiri. Untuk pertama kali sejak PD II posisi kepemimpinan disodorkan kepada Jepang di atas piring emas oleh suatu negara Asia. Hal ini jelas membuat Jepang sangat rikuh. Untunglah bagi Jepang bahwa kunjungan Perdana Menteri Kaifu terpaksa dibatalkan karena berkobarnya perang di Timur Tengah, sehingga untuk sementara Jepang dapat menghindar. Sebab, selain karena tentangan beberapa negara di Asia Timur sendiri, terutama Cina dan Korea, Jepang sendiri pasti tidak bersedia menerimanya. Sikap Jepang itu sebenarnya sudah dapat dibaca sebelumnya. Usulan awal Perdana Menteri Hawk dari Australia untuk tak mengikutsertakan Amerika Utara dalam APEC ditolak keras oleh Jepang dan sejumlah negara Asia Timur. Itulah sebabnya gagasan ini sangat tidak realistis karena sulit dapat diwujudkan. Bahkan usulan Mahathir itu semakin menimbulkan tanda tanya karena keanggotaannya tak hanya melibatkan "ketiga Cina" (RRC, Taiwan, Hong Kong) tetapi juga negara-negara Indocina dan Myanmar. Sebagai suatu forum ekonomi, usulan itu menderita karena tak jelas sama sekali apa platform-nya. Jika gagasan ini terlampau dibesarkan artinya, ada bahaya akan menimbulkan berbagai keretakan di kawasan Asia Pasifik, juga di kalangan ASEAN sendiri. Hal ini jelas tidak akan menguntungkan ASEAN. Itulah sebabnya, yang terbaik dilakukan sekarang ini adalah untuk mengembalikannya ke meja gambar, dan membawanya ke dalam suatu kerangka pembahasan yang lebih luas, yaitu tentang strategi ASEAN menghadapi ekonomi dunia yang sedang berubah. Apa yang terbaik, tampaknya pantas menjadi agenda utama ASEAN sekarang ini. Mungkin, untuk menyelamatkan muka Mahathir, sementara bisa saja diusulkan suatu "East Asian Caucus", yaitu kesepakatan di antara sejumlah negara Asia Timur untuk berkumpul-kumpul secara sangat informal -- mungkin sekadar untuk mengobrol -- jika mereka bertemu dalam forum yang lebih luas, misalnya APEC. Jika memang ada gunanya, proses ini tentu akan berkembang menjadi sesuatu yang melembaga. Jika tidak, dengan sendirinya akan terhenti dan mati.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus