MEMBABAT hutan dan mencuri kayu kini bukanlah pekerjaan maling yang kelaparan. Dalam kejahatan itu terlibat cukong berdasi, oknum petugas yang seharusnya menindak kejahatan itu, dan bahkan perusahaan-perusahaan HPH. Hasilnya pun tak kepalang tan- ggung. Akhir tahun lalu, contohnya, Tim Mabes Polri membongkar kasus 2.500 gelondong kayu hasil tebangan liar yang sempat lolos masuk ke Jakarta. Kayu ramin gelondongan kiriman Pangkalanbun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah itu, disita di tempat penggergajian PT. Sumarindo Bekasi. Kayu-kayu itu terbukti tanpa cap dan nomor perusahaan. Dalam kasus itu, menurut polisi, pelaku ketahuan memalsukan dokumen atau memakai dokumen penebangan secara berulang-ulang. Pada waktu yang sama di Aceh, Tim Khusus Pengamanan Hutan (TKPH) juga berhasil menahan sekitar 6.000 m3 kayu gelondongan yang siap diangkut ke daerah lain. Kayu yang diduga kuat hasil curian itu diperkirakan bernilai Rp 2 milyar. Yang lebih mengagetkan temuan TKPH Jambi. Selama 1990-1991, instansi tersebut menyita sekitar 30.000 m3 kubik kayu tebangan liar. Lucunya, para petugas biasanya hanya menemukan kayu hasil curian, tapi gagal menangkap si pelaku. Karena itu, lahir istilah kayu-kayu tak bertuan atau biasa disebut juga dengan kayu temuan. Menurut Sekretaris Eksekutif Masyarakat Perhutanan Indonesia (MPI) Kalimantan Selatan dan Tengah, Dehen Binti, ada beberapa macam modus penebangan liar yang ditemukannya di lapangan. Para pemilik Hak Pengusahaan Hutan (HPH), misalnya, secara sengaja main babat di areal HPH milik perusahaan lain. Contoh semacam itu dialami areal HPH Jayanti Group di kawasan Sungai Mantangai, Kapuas, Kalimantan Tengah. Perusahaan itu pernah mengklaim HPH-nya seluas 217.500 ha botak gara-gara dijarah pencoleng dari HPH tetangga. Berkat laporan PT Jayanti, polisi setempat meringkus para pencoleng dari HPH tetangga tersebut. Tapi tak semua perambah hutan main sembunyi. Yang lebih hebat, ada komplotan yang tak canggung "main" terang-terangan. Komplotan itu, menurut Dehen, dengan dibiayai para cukong -- yang mendapat beking oknum petugas -- mengerahkan penduduk untuk membabat hutan secara membabi buta. Oknum penegak hukum yang terlibat kemudian melengkapi kayu-kayu tersebut dengan dokumen palsu. Modus lain yang sering dipakai para pencuri kayu kelas kakap, katanya, dengan menciptakan kayu tak bertuan. Dalam model ini, pemilik industri kayu "bermain" dengan pencuri dan oknum petugas. Si petugas menyita kayu curian tapi melepaskan si pencuri. Barang sitaan itu kemudian mereka golongkan sebagai kayu temuan. Nah, selanjutnya mereka tinggal mengatur pelelangan kayu sedemikian rupa, sehingga kayu yang telah bebas Dana Reboisasi dan Iuran Hasil Hutan itu jatuh ke tangan pemilik industri kayu dengan harga "miring". "Aneh kan, kayu yang jelas-jelas dirakit dan dijaga si pelaku bisa dikategorikan kayu temuan tak bertuan," kata Dehen Binti, gemas. Kadispen Polda Kalselteng, Letnan Kolonel Hindrajid T.P., cuma angkat bahu ketika ditanya tentang berbagai "permainan" kayu di wilayahnya itu. "Anda jangan menuding polisi, tim khusus pengamanan hutan itu bukan cuma dari polisi saja. Bahkan pimpinannya dari pihak kehutanan," katanya sambil membuka tangannya lebar-lebar. Dengan berbagai modus itulah, cerita Dehen, sejak April 1990 hingga kini penebangan kayu secara liar di Kal-Teng semakin menggila. Operasi TKPH Oktober tahun lalu berhasil menyita 17.474 gelondong kayu tanpa dokumen pada 12 perusahaan industri kayu di perairan Sungai Mentaya, Kabupaten Kotawaringin Timur. Masih di kabupaten yang sama, tepatnya di Sungai Seruyan, juga disita 10.963 potong. Toh penangkapan-penangkapan itu tak membuat hutan menjadi sepi dari para pembabat liar. Karena itu, agaknya, pada akhir Januari lalu tim Ditreserse Mabes Polri diterjunkan langsung dari Jakarta dan berhasil menyita 7.715 potong log di beberapa sawmill di wilayah Sungai Lamandau, 10 km dari Pangkalanbun, Kal-Teng. Tapi, kata Kakanwil Kehutanan Kal-Teng Ir. Sumohadi, turunnya Tim Mabes Polri ke Kal-Teng, karena ada beberapa cukong dari Jakarta yang diduga terlibat. "Jadi, bukan karena TKPH setempat lemah," katanya. Selain itu, Sumohadi meminta masyarakat maklum, banyaknya pencurian akibat aparatnya kekurangan tenaga. "Harap maklum, jumlah petugas terbatas dan hutan yang harus diawasi sangat luas," kata Sumohadi. Di Kal-Teng, misalnya, sekarang ini cuma ada 365 orang petugas yang harus mengamankan areal seluas 11,8 juta ha lebih. Sementara itu bawahan Sumohadi, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Kapuas, Ir. Dorajad, usul, agar kayu-kayu yang dinyatakan tak ada pemiliknya itu dibakar saja. Jadi tak perlu dijual lewat lelang. Dorajad yakin kalau kayu temuan itu dibakar maka para cukong akan kelabakan. "Modal cukong itu jelas akan ikut musnah jika kayu tak bertuan itu dibakar," katanya. Bagaimanapun, kata Menteri Kehutanan Hasjrul Harahap, tak adil bila pencuri ayam dihukum tiga bulan, sementara pencuri kayu bisa bebas. "Yang pasti, tak akan ada pencurian kayu bila tak ada yang menampungnya. Inilah yang harus ikut dibasmi," kata Hasjrul, di sela-sela kunjungannya di Padang pekan lalu. Gatot Triyanto, Iwan Qodar, dan Almin Hatta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini