Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Ratusan anak korban sirop beracun telah mengalami pelanggaran hak asasi manusia.
Negara wajib memulihkan hak anak atas kesehatan dengan sumber daya yang tersedia.
Negara juga perlu menjamin hak korban untuk memperoleh keadilan.
Mimin Dwi Hartono
Analis Kebijakan Madya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ratusan anak mengalami pelanggaran hak asasi manusia (HAM), seperti hak hidup dan hak atas kesehatan, karena menjadi korban obat sirop beracun pada tahun lalu. Mereka kemudian mengalami, antara lain, gagal ginjal akut. Keluarga korban kemudian melakukan gugatan perwakilan kelompok alias class action sejak Januari lalu dan akan berlanjut pada sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 8 Agustus mendatang. Negara wajib memulihkan hak anak dan keluarganya sampai tuntas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus tersebut terjadi sepanjang 2022. Anak-anak yang mengalami sakit panas diberi obat sirop pereda panas yang ternyata mengandung bahan beracun etilena glikol dan dietilena glikol. Bukannya sembuh, obat itu justru menjadi petaka. Menurut Kementerian Kesehatan, 326 anak menjadi korban sirop beracun itu tersebar di 27 provinsi, dengan 204 anak meninggal dan 122 masih hidup dalam kondisi yang memerlukan perawatan intensif dan obat-obatan ekstra karena di antaranya mengalami gagal ginjal, lumpuh, serta gangguan saraf.
Kita harus mendorong pemerintah dan penegak hukum untuk lebih serius, tuntas, serta memaksimalkan sumber dayanya guna memulihkan dan melindungi hak-hak anak tersebut. Jatuhnya ratusan korban anak itu merupakan tragedi kemanusiaan yang menunjukkan negara telah lalai dan abai dalam menjalankan kewajibannya untuk melindungi hak asasi manusia.
Penyelenggara negara, dalam hal ini pemerintah, wajib mengambil langkah terukur dan sistematis untuk memulihkan hak anak atas kesehatan dan hak mereka untuk memperoleh keadilan. Pemerintah wajib memastikan pemulihan kesehatan mereka dan akses terhadap obat-obatan serta perawatan yang terjangkau dan berkualitas.
Selain itu, pemerintah wajib melindungi anak-anak dan keluarganya dalam memperoleh keadilan melalui penegakan hukum terhadap pihak-pihak, baik dari unsur pemerintah maupun korporasi, yang terbukti bersalah atas peredaran sirop beracun. Pihak-pihak yang sengaja atau lalai harus ditindak sebagai bentuk dari penegakan HAM yang dijamin dalam konstitusi.
Hak setiap anak atas kesehatan serta hidup berkembang secara layak dan memadai merupakan amanat konstitusi, Undang-Undang HAM, Undang-Undang Perlindungan Anak, dan Konvensi Hak-hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa yang telah menjadi bagian dari hukum nasional. Pelanggaran atas pelaksanaan peraturan tersebut merupakan bentuk pelanggaran hak asasi anak.
Standar Norma dan Pengaturan tentang Hak atas Kesehatan yang diterbitkan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada 2020 menegaskan bahwa anak-anak merupakan kelompok rentan yang berhak mendapat pelindungan lebih dari pemerintah. Anak disebut kelompok rentan karena dalam posisi yang lemah secara sosial dan ekonomi serta belum memiliki kapasitas hukum sehingga rawan menjadi korban pelanggaran hak asasi. Jatuhnya ratusan korban anak akibat sirop beracun merupakan bukti bagaimana pemerintah telah lalai dalam menjalankan kewajibannya melindungi anak-anak dari peredaran obat berbahaya dan mematikan.
Para korban itu kini hidup sangat mengenaskan. Mereka tidak bisa lagi menjalani hidup yang normal dan menyenangkan sebagaimana anak-anak sebaya. Mereka hidup dalam perawatan dan ketergantungan pada obat. Orang tua korban juga harus mengeluarkan biaya besar dan bahkan banyak yang harus keluar dari pekerjaan karena anak-anak itu membutuhkan penjagaan dan perawatan yang intensif. Hak anak untuk hidup secara sehat dan layak telah tercerabut.
Dalam ketentuan Standar Norma dan Pengaturan tentang Hak atas Kesehatan, yang merupakan penjabaran atas instrumen HAM yang mengikat pemerintah, pemerintah wajib memaksimalkan sumber daya, seperti anggaran, fasilitas kesehatan, dan dokter ahli, untuk merawat dan memulihkan hak atas kesehatan. Kewajiban ini merupakan bentuk dari pemenuhan secara progresif hak atas kesehatan yang tidak boleh ditunda dengan alasan apa pun. Sumber daya pemerintah pasti mampu melakukannya karena, dibanding anggaran kesehatan yang jumlahnya ratusan triliun rupiah setiap tahun, anggaran untuk pemulihan hak atas kesehatan anak-anak tersebut tentu bisa dijangkau.
Pemerintah juga harus memastikan bahwa peristiwa serupa atau lebih buruk lagi tidak berulang. Mitigasi dan pengawasan mutu dan peredaran obat-obatan harus lebih terkontrol melalui pengawasan secara berjenjang.
Keluarga korban yang menggugat di pengadilan harus dihormati dan didukung sebagai bentuk dari hak warga negara dalam membela dan melindungi hak mereka untuk memperoleh keadilan. Masyarakat harus memastikan proses persidangan berlangsung dengan obyektif, transparan, adil, dan independen sebagai bentuk akuntabilitas negara dalam menyediakan mekanisme pemulihan atas pelanggaran hak asasi manusia terhadap anak-anak korban sirop beracun.
PENGUMUMAN
Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Kirim tulisan ke email: [email protected] disertai dengan nomor kontak dan CV ringkas.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo