Terusik juga nurani saya setelah membaca wawancara TEMPO dengan Menteri Dalam Negeri Yogie S.M. (TEMPO, 18 Desember 1993, Nasional). Pada bagian akhir dari wawancara itu, pertanyaan TEMPO seolah-olah memojokkan Pak Yogie tentang pengangkatan pejabat dari orang Sunda di lingkungan Departemen Dalam Negeri. Menurut saya, prasangka itu kurang etis. Selain itu, dikhawatirkan, pola pikir tersebut akan merupakan degradasi terhadap persatuan dan kesatuan bangsa yang telah dicetuskan lebih dari 65 tahun silam. Andai kata saya Menteri Dalam Negeri, mungkin, saya akan mengangkat orang dekat sebagai staf saya. Pengangkatan itu, tentunya, berdasarkan kriteria baku, seperti takwa kepada Tuhan YME, Pancasila, dan UUD 45, jujur, cerdas, serius, pekerja keras, loyal, dan berdedikasi. Dan hal lain yang penting: dapat bekerja sama. Dalam pemilihan staf terdekatnya, saya percaya Yogie telah menggunakan kriteria di atas. Ia, tentunya, memiliki catatan lengkap tentang stafnya semasa ia menjadi Gubernur Jawa Barat. Menurut pengalaman kita, seseorang yang telah bekerja sekian lama dengan seorang pejabat, biasanya, akan mampu menafsirkan dan menjabarkan ide dan program atasannya dengan lebih mudah, cepat, dan tepat daripada orang yang baru masuk ke lingkungan tersebut. Jika menteri punya staf terdekat orang baru, tentu, kedua belah pihak harus saling mengobservasi serta menyelami sifat dan sikap masing-masing agar bisa tune in dalam sistem dan tatanan kerja di lingkungannya. Hal itu memerlukan waktu dan energi, sedangkan pekerjaan menteri bukan hanya untuk itu. Penanganan kemelut dalam tubuh PDI, misalnya, memerlukan konsentrasi khusus dari Menteri Dalam Negeri sebagai pembina politik dalam negeri. Jadi, untuk lebih praktisnya, cara terbaik adalah mengangkat orang yang telah dikenal dan mengenal Pak Yogie, misalnya untuk jabatan Sekjen dan Kepala Biro Humas Departemen Dalam Negeri.IR. AGUSTIN Z. KARNAEN, M.SC.Depok 16432 Jawa Barat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini