Unjuk rasa memang lagi ngetrend saat ini. Untuk mendukung dan mengembangkan demokrasi, atau belajar dan menguji keterbukaan, hal itu sah-sah saja. Hanya saja, saya punya beberapa kesan terhadap para pengunjuk rasa tersebut. Setelah beberapa bulan meninggalkan status mahasiswa, dalam rangka memantapkan diri di profesi baru, saya beberapa kali mengikuti dari dekat rangkaian unjuk rasa di Jakarta. Dari pertemuan beberapa kali dengan para pengunjuk rasa itulah saya menulis surat ini. Menurut saya, mereka memang masih bersemangat tinggi, bahkan sangat yakin akan "perjuangan" mereka. Sayangnya, karena terlalu yakin, mereka lalu hanya menarik dikotomi hitam-putih alias benar-salah. Dan, tentunya, mereka mengklaim bahwa merekalah yang putih atau benar. Akibatnya, sangat sering mereka tak dapat berpikir dengan jernih terhadap pendapat di luar mereka. Jadi, di satu sisi mereka itu mendewakan perbedaan pendapat, tapi di sisi lain mereka sendiri tidak mau menerima pendapat yang berbeda dengan pendapat mereka. Ini jelas sangat patut disayangkan. Pernah terjadi beberapa kali, dalam beberapa diskusi kecil dengan "orang di luar mereka", ketika terjadi unjuk rasa, mereka ngotot tidak mau menerima pendapat lain. Dan kalau sudah "kalah set", mereka malah menggebrak sambil melotot menantang, "Lalu maumu apa?" Kapan mereka bisa berdialog dengan kepala dingin? Lalu apa bedanya dengan sistem yang mereka tentang?FIT YANUAR Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini