Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahasa

Hari

22 Oktober 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hari Kartini ternyata adalah satu-satunya hari besar di negeri ini yang mencantumkan nama orang. Begitu pentingnya namanya sehingga perempuan yang berpikiran maju disebut seorang Kartini. R(aden) A(yu) Kartini, seorang putri keluarga bangsawan yang lahir pada 21 April 1879, kita hormati bukan karena kebangsawanannya, melainkan karena usahanya untuk menarik perhatian masyarakat pada masanya akan pentingnya pendidikan formal bagi perempuan. Apa yang diangankan dan dilakukan Kartini mengingatkan kita pada sosok penting lain, Ki Hadjar Dewantara. Bangsawan Yogya ini kita hormati sebagai sosok yang mengusahakan pendidikan formal yang berbeda dengan yang diselenggarakan pemerintah Belanda di zaman lampau, yakni Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priayi dan orang-orang Belanda. Ia dianggap memberikan sumbangan luar biasa bagi pendidikan bangsa ini dan, karena itu, hari lahirnya, tanggal 2 Mei 1889, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. KHD, demikian kebiasaan kita menyingkat namanya, adalah bangsawan yang aktif dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia di samping kegiatannya sebagai kolumnis dan politikus.

Hari Pendidikan Nasional adalah hari penting dalam kalender kita, bukan Hari Ki Hadjar Dewantara. Slogan yang diciptakannya, "Tut Wuri Handayani", bahkan kita hargai sebagai slogan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam kaitannya dengan pendidikan, kita mengenal Hari Guru, yang juga diperingati di banyak negara lain. Hari Guru kita didasarkan pada hari ulang tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) terutama karena guru dianggap pahlawan tanpa tanda jasa. Kita mematok 25 November sebagai Hari Guru Nasional, 5 Oktober adalah Hari Guru Internasional, sedangkan Filipina tanggal 5 Oktober dan India 5 September. Hari Guru di Cile mula-mula ditetapkan tanggal 10 Desember untuk menghargai penyair Cile, Gabriela Mistral, yang menerima Hadiah Nobel Kesusastraan, tapi sejak 1977 diubah menjadi tanggal 16 Oktober untuk memperingati berdirinya Institut Guru Cile. Di India, Hari Guru diadakan untuk memperingati ulang tahun Presiden Radhakrishnan.

Hari Ibu kita jatuh pada tanggal 22 Desember, sedangkan di banyak negara lain ditetapkan pada hari Minggu kedua bulan Mei. Di Amerika, usul untuk memperingati Mother’s Day pernah ditolak Congress dengan alasan rada-rada konyol: kalau ada Mother’s Day, harus ada pula Mother-in-law’s Day. Keluarga biasanya terdiri atas ibu, bapak, dan anak, jadi ada Hari Bapak dan Hari Anak yang juga diperingati bangsa-bangsa lain- hanya, tanggal dan harinya tidak dipatok pasti.

Hari penting lain, yang dikeramatkan, adalah Hari Kemerdekaan- sama sekali tidak menyebut nama orang dan juga tidak menyebut rangkaian kegiatan. Hari itu mengacu ke peristiwa yang terjadi pada suatu hari tanggal 17 Agustus 1945 ketika Sukarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan kita. Tanggal 18 April diperingati sebagai Hari Konferensi Asia-Afrika, yang pada 1955 berhasil menerbitkan semangat kemerdekaan di berbagai negeri yang waktu itu masih dalam masa penjajahan. Tanggal 1 Mei adalah Hari Buruh Sedunia dan juga Hari Pembebasan Irian Barat.

Hari Pahlawan mengacu ke peristiwa 10 November 1945 di Surabaya. Yang disebut adalah sosok pahlawan, bukan peristiwa. Hari Guru menyebut profesi, demikian juga Hari Nelayan, Hari Buruh, Hari Dokter, dan Hari Bidan. Dua yang disebut terakhir itu ada kaitannya dengan penyakit: kesehatan jiwa, darah tinggi, stroke, polio, jantung, kusta, dan narkoba- semua itu juga memiliki "Hari". Di bidang kebudayaan kita kenal Hari Puisi, tapi tidak ada Hari Novel dan Hari Cerpen. Kita juga kenal Hari Aksara, 8 September, yang bisa saja dikaitkan dengan kegiatan literasi sekarang ini. Semua "Hari" tentu tidak ditetapkan secara arbitrer, tapi berdasarkan pertimbangan matang. Jadi "Hari" bisa ditetapkan berdasarkan profesi, peristiwa, dan jenis penyakit. Namun kita hanya memiliki satu "Hari" yang menyebut nama orang, Hari Kartini. l

Sapardi Djoko Damono
Guru, sastrawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus