Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Imam non-politik: sepeninggal nabi muhammad

Jamaah, khilafah dan baiat adalah syariat islam yang mengikat setiap muslim dari kematian jahiliyah. baiat yang disyariatkan ialah baiat kepada khalifah/imam sepeninggalan rasulullah.

16 Mei 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tanggapan Saudara Abdul Musawir (TEMPO 25 April 1992, Komentar) atas tulisan Eri S., yang mempertanyakan siapakah di antara umat Islam (selain Nabi Muhammad) yang dapat limpahan wewenang dari Allah untuk menerima baiat sangat menarik untuk dituntaskan. Pasalnya, jamaah, khilafah, dan baiat adalah syariat Islam yang mengikat setiap muslim dari kematian jahiliyah, di samping sebagai jembatan Nasrunminallahi Wafathun Qorib bagi dunia Islam dan kaum muslimin. Sedangkan mati adalah penentu nasib akhirat bagi setiap yang bernyawa, karena itu Allah Subhanahu Wata'ala wanti-wanti banget dengan firman-Nya, Wala Tamutunna Illa Wa Antum Muslimun -- jangan sekali mati kecuali antum sebagai muslimun. Baiat adalah syariat yang pasti dilakukan dalam berjamaah/berimamah yang nonpolitik, seperti wudlu/thoharoh bagi yang akan salat. Hakikat khilafah, jamaah/imamah adalah tauliyatul muslimin ba'dluhum 'ala ba'dlin, yang merupakan benteng kerusakan dunia, karena itu baiat yang disyariatkan itu adalah baiat kepada khalifah/imam sepeninggal Rasulullah. Imam Ahmad dalam kitab iMasnadnyar (halaman 98) mentakhrijkan hadis Nabi Muhammad, yang artinya: "Barang siapa mati tanpa imam, maka ia mati jahiliyah." Selanjutnya (halaman 273), beliau mentakhrijkan juga, "Masa kenabian itu keberadaannya atas kehendak Allah, demikian pula terhapusnya. Kemudian setelah itu adalah masa kekhilafahan yang keberadaannya atas kehendak Allah, demikian pula hilangnya, kemudian masa mulkan 'adlon, mulkan jabbariyyah keberadaannya dan lenyapnya atas kehendak Allah, kemudian masa khilafah 'ala minhajin nubuwwah yang keberadaannya atas kehendak Allah semata." Karena itu dunia Islam meronta, berusaha menegakkan kembali khilafah fil ardl, setelah didaulat oleh Turki Muda pimpinan Kemal Pasha pada 1924. Tidak kurang dari lima kali, terakhir dalam KTT Islam di Lahore, 1974, hal itu diusahakan lewat jalur politik namun belum berhasil hingga kini karena ibadah itu tidak boleh dicampuri dengan nafsu. Kini saatnya ahladzikri menjawab masalah tersebut secara ihlas. K.H. ABDULLAH FADLIL ALY SIRADJ Desa Kali Tengah Kecamatan Mranggen Demak Jawa Tengah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus