Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

India 1981: manusia, lalat, kotoran...

India menghadapi masalah penduduk. untuk memenuhi kebutuhan energi, di negeri itu digunakan biogas dari kotoran hewan & manusia. bio gas itu untuk memasak makanan. banyak anak negeri ini kurang gizi.

14 Maret 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DR. Mely C. Tan berada di New Delhi, India, dari tanggal 14 - 23 Februari 1981 sebagai anggota dari Steering Committee dari Task Force on Psycho-social Research in Family Planning dari Human Reproduction Programme dari World Health Organization di Jenewa, Swiss. Pertemuan ini adalah pertemuan Committee yang ke-8. Sekaligus diadakan lokakarya bersama dengan Indian Council of Medical Research dengan maksud mengembangkan penelitim mengenai aspek psikologis, sosial dan kebudayaan yang bertalian dengan keluarga berencana di India. Ini adalah kunjungannya yang kedua kali ke New Delhi dan yang ketiga kali ke India. SEKONYONG-KONYONG tuan rumah kami berseru-seru sambil menunjuk ke suatu petak di kejauhan. Seorang laki-laki tua bergegas menghampirinya dan kemudian berlari-lari sambil berseru menuju petak yang ditunjuk itu. Di sana terlihat tiga wanita membungkuk-bungkuk, mengumpulkan daun tebu kering yang tersebar di petak itu. Salah seorang dari mereka mengangkat ikatannya dan melarikan diri, yang dua lainnya berdiri saja seakan-akan pasrah. Tuan rumah kami merasa perlu untuk menjelaskan bahwa petak itu sedang dipersiapkan untuk ditanami kembali tebu, dan daun kering itu digunakan untuk menjaga kelembaban tanahnya serta sekaligus sebagai pupuk. Maka ia tak dapat memperkenankan wanita-wanita itu mengambilnya. Drama kecil ini yang terjadi ketika kami mengunjungi suatu desa kurang lebih 2 jam perjalanan dengan mobil dari kota Delhi, dengan jelas menggambarkan masalah raksasa yang dihadapi India: bagaimana memberi makan kepada 672.000.000 manusianya, dan bagaimana menyediakan bahan bakar untuk memasak makanan itu. Jelaslah bahwa ketiga wanita itu, yang kepergok mengambil daun tebu kering, memerlukannya sebagai bahan bakar untuk memasak. Dan karena waktu itu sudah jam 4 sore, kita dapat bertanya apakah mereka masih akan berhasil mengumpulkan bahan bakar? Tekanan penduduk di negara yang juga disebut sebagai negara demokrasi terbesar di dunia ini terasa sekali pada tanggal 14 - 15 Februari 1981. New Delhi kebanjiran bukan kebanjiran air hujan, tetapi kebanjiran manusia. Bagaikan gelombang arus yang tak terbendung, manusia bergerak dalam rombongan dari ratusan bahkan ribuan memenuhi jalan, menuju lapangan Boat Club yang menghadapi India Gate di tengah kota. Mereka adalah para petani yang datang dan didatangkan dari seluruh India untuk memenuhi panggilan Perdana Menteri Indira Gandhi untuk suatu pertemuan raksasa. Sekaligus, itu adalah untuk memperlihatkan lingkungan kepada pemerintah Indira Gandhi. Diperkirakan jumlah manusia yang hadir berkisar antara 1,5 juta sampai 5 juta yang dikerahkan dengan 35.000 bus dan truk, serta 133 kereta api khusus. Selama hari Senin itu seluruh kegiatan di kota Delhi terhenti, dan lalu-lintas macet total di mana-mana. Yang tampak hanya lautan manusia. Bagaimana menyediakan bahan bakar untuk memasak makanan bagi jumlah manusia yang sebanyak itu? Kembali terpikir oleh saya. Rupanya penduduk India, terutama di daerah pedesaan yang merupakan 80% dari penduduk, telah menemukan jalan keluar. Begitu meninggalkan kota Delhi dan memasuki daerah pedesaan, terlihat di pinggir jalan dan di halaman rumah penduduk, tumpukan yang berbentuk seperti kue bundar. Itulah bahan bakar yang terbuat dari kotoran sapi atau kerbau, sedang dikeringkan. Juga di mana-mana terlihat gunungan berbentuk silo kecil, cara untuk menyimpan bahan bakar itu. Di sana-sini terlihat wanita dan anak duduk di antara tumpukan membuat kue-kue bundar ilu. Suatu sumber energi lain yang sedang dikembangkan di sana adalah pembuatan bio-gas dengan menggunakan kotoran hewan dan manusia. Berhubung penduduknya sudah terbiasa dengan penggunaan kotoran hewan itu, gagasan penggunaan bio-gas itu tidak sukar untuk diterima. Untunglah bagi kita, yang punya hidung orang kota, bahwa ternyata tumpukan itu tidak berbau juga ketika dipakai sebagai bahan bakar untuk memasak makanan siang di rumah tuan rumah kami di desa itu, asapnya tak mengganggu penciuman. Yang benar-benar amat mengganggu adalah lalat. Lalat terdapat di mana-mana. Waktu kami duduk-duduk di halaman dalam rumah tuan rumah kami, yang termasuk seorang petani kaya di desa itu, semua kue India, buah dan santapan siang kami, dalam sekejap saja sudah penuh dengan lalat. Ini tidak mengherankan, karena suatu sudut halaman dalam itu merupakan tempat kerbau piaraannya yang berjumlah 6 ekor dan berdekatan pula dengan ruang dapur. Selama peninjauan itu kami juga terus menerus diikuti segerombolan anak kecil, berumur sekitar 7 - 8 tahun yang berpakaian kumal, berbadan kurus dan kotor dengan rambut kering semua tanda-tanda kekurangan gizi. Beberapa anak perempuan antara mereka menggendong adiknya, bayi-bayi yang kelihatannya kurus dan lesu. Di India terdapat ratusan juta anak-anak seperti mereka. Bagaimanakah hari depan mereka? Ada yang mengatakan bahwa India adalah "di luar harapan". Ternyata, syukurlah, orang India sendiri tidak beranggapan demikian. Direkturjenderal Indian Council of Medical Research (Badan Penelitian Medis India) memberi kami buku yang baru terbit di tahun ini, hasil pembahasan suatu kelompok studi yang didirikan bersama oleh Dewan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial India dan Dewan Penelitian Medis India. Judulnya Health for All: An Alternative Strategy (Keadaan sehat untuk semua: suatu strategi alternatif). Nadanya sangat optimistis mengenai hari depan India: Kami optimistis mengenai kemungkinan memperoleh keadaan kesehatan yang lebih baik untuk penduduk India. Kemajuan-kemajuan ilmiah yang menakjubkan dalam tahun-tahun terakhir dapat disesuaikan khususnya untuk menghadapi kebutuhan orang-orang miskin dan yang tidak mendapat kesempatan, daripada ditujukan kepada pelayanan yang mahal untuk kaum elite . . . Yang diperlukan adalah suatu perubahan yang radikal dan untuk ini perlu dikembangkan suatu beleid nasional mengenai kesehatan yang menyeluruh, dan diciptakan suatu model alternatif dari pelayanan kesehatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus