Pada acara penutupan Rapim Polda Metro Jaya, 20 Agustus lalu, Kapolda Metro Jaya Mayjen (Pol.) Drs. Moch. Hindarto mengatakan, masyarakat sebenarnya lebih takut terhadap penyalahgunaan wewenang oknum petugas di lapangan daripada terhadap ancaman hukuman denda yang tinggi. Ini merupakan fenomena menarik karena diucapkan oleh seorang pejabat tinggi Kepolisian RI. Untuk menghidarkan hal itu, Kapolda menggunakan terapi: pengawasan melekat antarkesatuan harus ditingkatkan terhadap petugas di lapangan. Sehingga, seorang komandan kesatuan mengetahui ''siapa berbuat apa, siapa bekerja sama dengan siapa, dan siapa bertanggung jawab kepada siapa''. Dengan demikian, jalur pengawasan menjadi lebih jelas, dan setiap anggota di lapangan benar-benar terawasi. Memang, dalam pelaksanaan undang-undang lalu lintas, banyak kendala yang dihadapi, antara lain tentang keterbatasan sumber daya, baik manusia maupun material. Untuk menanggulangi keterbatasan sumber daya personel, misalnya, diperlukan kajian ulang terhadap pembinaan personal. Pembinaan harus diarahkan pada upaya peningkatan kualitas profesional dan kejuangan. Juga aspek kemanusiaan yang ditujukan pada masalah kesejahteraan fisik, material, dan spiritual. Khusus untuk yang terakhir ini, hendaknya pemimpin Polri berupaya keras memperjuangkan insentif khusus untuk petugas di lapangan, misalnya dengan memberikan tunjangan khusus seperti yang diberikan kepada dokter dan guru yang bertugas di tempat terpencil. Sebab, merekalah ujung tombak yang menentukan berhasil atau tidaknya pelaksanaan Undang-Undang Lalu Lintas Nomor 14 Tahun 1992. Ini tidak berarti mengecilkan arti petugas yang lain. Tak berlebihan kiranya bila petugas Polri, khususnya petugas Polantas, yang kebanyakan prajurit dengan penghasilan belum memadai untuk bertugas di kota-kota besar, memperoleh insentif khusus tersebut. Soalnya, tempat mereka bertugas penuh dengan semak belukar godaan yang setiap saat bisa menerkam mereka sehingga citra Polri tercoreng dan kredibilitasnya merosot. Kita semua sudah maklum bahwa untuk menjadi anggota ABRI dan pegawai negeri, mereka harus siap berjuang, dan juga siap hidup sederhana. Namun, tak dapat dimungkiri bahwa mereka adalah manusia biasa yang mempunyai keluarga, mempunyai anak yang membutuhkan biaya sekolah, dan sebagainya. Sementara itu, ruang lingkup tugas mereka rawan akan segala macam godaan. Jadi, menurut saya, perlu treatment khusus bagi mereka. Kita tak dapat mengharapkan terlalu banyak dari mereka hanya lewat indoktrinasi dan instruksi. Jadi, perlu insentif khusus. Nah, bila tunjangan khusus tersebut sudah diberikan, minimal untuk kebutuhan fisik minimum, tapi ternyata masih ada juga oknum yang nakal, jewerlah dia. Kalau perlu, kembalikan saja ke masyarakat. Soalnya, tugas Polri adalah menegakkan hukum dan mengayomi masyarakat, bukan sebaliknya. DENIARTO SUHARTONO, M.B.A. Jalan Jenderal Sudirman, Kav. 70-A Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini