Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KINILAH saatnya para ”pendekar” antikorupsi, yang selama ini gigih bersuara dan membongkar kasus korupsi, mencalonkan diri menjadi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka diharapkan memimpin KPK— superbodi yang memiliki wewenang besar menyikat para koruptor— menggantikan pimpinan sekarang yang akan selesai bertugas pada Desember mendatang.
Sangat mengkhawatirkan jika sampai penutupan pendaftaran pada Selasa pekan ini tak ada satu pun tokoh berintegritas yang masuk. Bisa dibayangkan, apa jadinya KPK jika kelak lembaga ini dipimpin oleh orang-orang yang tidak punya nyali, keberanian, integritas, atau pengalaman melawan korupsi. Lembaga ini tidak saja bakal melempem. Lebih dari itu, harapan bahwa negeri ini bebas dari korupsi—penyakit yang sudah berakar ke mana-mana—tak akan tercapai.
Kita berharap tokoh seperti Todung Mulya Lubis, Teten Masduki, atau Faisal Basri ”melamar” menjadi pimpinan KPK. Integritas mereka dalam berperang dan memperjuangkan negeri ini bersih dari korupsi tak diragukan. Todung, yang kini menjabat Ketua Dewan Pengurus Transparency International Indonesia, dikenal kritis menyoroti lembaga negara yang korup. Siapa pula yang tak kenal Teten, pendiri dan penggiat Indonesia Corruption Watch atau ICW? Lembaga ini dikenal sebagai motor pembuka kasus-kasus korupsi kakap. Jaringannya juga menyebar ke seluruh pelosok tanah air.
Selama ini yang menjadi alasan para aktivis antikorupsi emoh melamar menjadi pimpinan KPK adalah proses seleksi di DPR. Mereka tak percaya bahwa uji kelayakan yang dilakukan oleh Komisi Hukum DPR berjalan jujur dan adil. Mereka waswas lantaran proses seleksinya penuh politisasi. Padahal mustahil meniadakan proses seleksi di DPR. Undang-Undang KPK sudah menggariskan, DPR yang akhirnya memilih lima nama pimpinan KPK dari sepuluh nama calon yang disodorkan Presiden.
Kita yakin, tim yang akan menyeleksi sepuluh nama calon pimpinan KPK untuk dikirim ke Presiden adalah orang yang bisa dipercaya. Moralitas dan integritas mereka tidak diragukan. Di situ, misalnya, ada mantan Ketua PP Muhammadiyah Syafi’i Ma’arif, eks hakim agung Adi Andoyo, dan cendekiawan Komaruddin Hidayat. Rasanya mereka tak bakal sembarangan memilih sepuluh nama pimpinan KPK untuk disodorkan ke Presiden. Mereka pasti akan semaksimal mungkin mencari orang yang memang sangat layak jadi pimpinan KPK.
Sebab itulah, mestinya para tokoh antikorupsi tak perlu ragu mendaftarkan diri. Jika yang mendaftar adalah orang-orang terbaik, panitia seleksi akan bisa memperoleh sepuluh nama ”pendekar” antikorupsi yang layak dikirim ke Presiden. Sedangkan DPR, yang diragukan dalam proses seleksi ini, akhirnya harus memilih dari sepuluh yang terbaik itu. Jadi, harapan memperoleh lima pimpinan KPK yang memiliki integritas memerangi korupsi tercapai.
Majalah ini berharap panitia seleksi tak hanya duduk di belakang meja, tapi aktif dan sigap ”menjemput bola”: mendatangi dan meminta mereka yang layak untuk jadi pimpinan KPK agar mendaftarkan diri. Melihat waktu pendaftaran yang tinggal ”beberapa jam”, panitia harus lebih gesit berlari ke sana-kemari menjaring calon. Sebaliknya, para aktivis antikorupsi, segeralah melamar menjadi pimpinan KPK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo