Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GUBERNUR Maluku Karel Albert Ralahalu tengah mengurai sambutan selamat datang kepada rombongan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Jumat pagi pekan lalu. Hari itu di Lapangan Merdeka, Jalan Pattimura, Ambon, digelar hajatan puncak peringatan Hari Keluarga Nasional.
Tiba-tiba, dari arah kanan tribun tempat Presiden berada, serombongan penari pria masuk ke lapangan. Mereka menari cakalele, bertelanjang dada dengan ikat merah di kepala. Sebagian bercelana hitam yang dilipat hingga di bawah lutut. Ada yang melilitkan kain merah di pinggang. Tangan para penari menggenggam parang dan tombak.
Cakalele adalah tarian perang yang biasa disuguhkan untuk menyambut tamu khusus. Sekilas, tak ada yang aneh dengan gerakan tarian tradisional itu. Mereka melompat, lalu mengayunkan parang dan tombak turun-naik dan maju-mundur. Gerakan rancak itu diiringi bunyi gendang totobuang dan bia, kerang besar yang ditiup.
Sepuluh menit berlalu. Rombongan penari itu pun maju hendak mendekati Presiden. Saat itulah, beberapa anggota Pasukan Pengawal Presiden turun tangan. Para penari digiring keluar arena.
Hadirin terenyak, tak terkecuali SBY. Rupanya, tari cakalele itu di luar jadwal acara penyambutan. Panitia blingsatan. Para penari itu pun lari terbirit-birit, tapi polisi sigap. Sampai akhir pekan lalu polisi menetapkan 31 orang sebagai tersangka insiden ini. ”Saya minta pelaku diusut menurut hukum yang berlaku,” kata Presiden.
Siapa mereka? Kain merah yang dililitkan di pinggang salah satu penari ternyata kamuflase belaka. Setelah digeber, sret, selain warna merah, tersembullah kombinasi tiga warna yang lain: putih, biru, dan hijau. Itulah bendera Republik Maluku Selatan (RMS), yang acap disebut bendera Benang Raja. Rencananya, para penari akan membentangkan bendera itu di hadapan SBY. Tapi gagal total.
RMS adalah negara yang diproklamasikan oleh tiga pemimpin Maluku Selatan, yakni Chr. Soumokil, Ir. J.A. Manusama, dan J.H. Manuhutu, pada 25 April 1950. Mereka terang-terangan ingin memisahkan diri dari Indonesia. Sebab itulah, tiap 25 April, pendukung gagasan ini berupaya mengibarkan bendera empat warna. Riak-riak gerakan ini diyakini masih ada. Buktinya, ya, saat mereka unjuk gigi di hadapan SBY pekan lalu itu. Polisi menyita tujuh bendera RMS.
Sejumlah sumber di lokasi kejadian menyebutkan bahwa para penari itu berada di sekitar arena acara sekitar satu jam sebelum dimulai. Mereka masuk melalui Jalan Pattimura, di depan Gereja Maranatha. Petugas keamanan membuka kain pembatas yang mengelilingi pagar lapangan dan mengizinkan mereka masuk karena mengira tarian cakalele bagian dari acara. Ternyata bukan.
”Itu kesalahan serius,” kata Tjahjo Kumolo, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR, di Jakarta. Ia memahami kema-rahan SBY yang merasa dilecehkan dengan kehadiran para penyusup itu. Tjahjo menyesalkan lemahnya pengamanan Presiden sehingga sampai kebobolan para penari ”di luar jadwal” itu.
Mendapat sorotan tajam, Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu dan Kapolda Maluku Brigjen (Pol.) Gatot Guntur Setiawan tenang saja meresponsnya. Kedua petinggi ini menilai kasus itu hanya ulah sekelompok kecil orang yang ingin mencari perhatian. Meski begitu, pengusutan intensif akan segera dilakukan. Kapolda Gatot enggan membeberkan jati diri para penari ”selonong boys” berkedok tarian perang cakalele itu.
Dwi Wiyana (Jakarta), Mochtar Touwe (Ambon)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo