Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Jakarta pun Dibalut Cemas

Tewasnya Basri Sangaji dikhawatirkan menyeret "perang" antargeng. Perlu aturan hukum yang lebih ampuh untuk mencegahnya.

18 Oktober 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIGA kejadian bertali-temali dalam tujuh bulan terakhir ini di Jakarta sungguh menebarkan cemas.

Awalnya satpam Diskotek Stadium di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, memukuli dua orang pengunjung sampai perlu dirawat di rumah sakit, awal Maret lalu. Selang dua malam, segerombol pemuda datang menyerbu Stadium, membawa parang, samurai, pedang, tongkat pemukul baseball, potongan besi. Diskotek itu "babak belur", tapi yang lebih parah: dua orang tewas, tiga luka berat akibat sabetan benda tajam.

Juni lalu, ketika tersangka penyerbu Stadium akan disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, bentrok dua kelompok terjadi di halaman pengadilan. Kali ini seorang tewas akibat bacokan golok.

Yang terakhir Rabu pekan lalu, sekelompok orang menyerbu sebuah kamar di Hotel Kebayoran. Senjata api menyalak, golok dan parang bicara. Basri Sangaji, tokoh pemuda asal Maluku, tewas di tempat akibat tembakan dan tebasan senjata tajam. Dua orang lainnya luka parah.

Basri sudah dimakamkan, delapan orang tersangka pembunuhnya sudah ditangkap, tapi tak seorang pun bisa memastikan serangan-serangan bersenjata ini akan berhenti. Bahkan, jika benar pendapat orang bahwa yang bertikai adalah dua kelompok dengan barisan pengikut yang panjang, banyak yang percaya tiga kejadian itu hanyalah pemantik dari sebuah kegawatan besar. Kegawatan itu adalah "perang" antargeng di Jakarta, hal buruk yang pernah melanda Jakarta tahun 1970-an. Ini jelas bukan kabar gembira bagi para penikmat "dugem" alias dunia gemerlap hiburan malam di Ibu Kota.

"Dugem" yang kian meriah melahirkan permintaan jasa pengamanan. Sang pengaman bisa saja aparat yang mencari pekerjaan sampingan, tapi bisa juga geng-geng swasta "penguasa wilayah". Menjamurnya diskotek, bar, pub, atau tempat karaoke, memunculkan sejumlah geng pengaman swasta itu. Beberapa anggota geng adalah "alumnus" pasukan pengaman swakarsa yang dulu direkrut untuk "menjaga" Sidang Istimewa MPR 1998?yang akhirnya terlibat bentrok dengan kelompok reformasi. Ketika jumlah geng bertambah banyak melebihi jumlah tempat hiburan malam, persaingan keras terjadi. Ditambah semangat saling klaim sebagai "yang terkuat" atau "penguasa wilayah", juga akibat saling senggol di lahan rezeki yang makin sesak, bentrok memang tinggal soal waktu.

Jatuhnya korban jiwa bukan saja mengharuskan polisi bekerja lebih keras, tapi inilah saat yang tepat aparat keamanan itu meninjau kembali aturan tentang senjata api dan senjata tajam. Kedua alat "bunuh" itu dengan gampangnya didapat dan ditenteng ke mana-mana, termasuk dalam tiga kejadian tadi. Padahal Undang-Undang Darurat Nomor 12/1957 jelas melarang pemilikannya (kecuali dengan izin), apalagi penggunaannya, dalam aksi kekerasan.

Selain itu, perkembangan terakhir ini mengharuskan kita berpikir tentang perlunya Undang-Undang Kejahatan Terorganisasi. Aturan hukum seperti ini ada di beberapa negara. Di AS, contohnya, pada tahun 1970 mulai diundangkan RICO Act, yang ditujukan untuk membasmi mafia dan kejahatan terorganisasi. Di Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana memang sudah menyediakan pasal-pasal untuk menjerat kejahatan berkelompok itu. Namun undang-undang yang khusus, seperti halnya RICO Act, akan membuat aparat keamanan mempunyai pegangan hukum yang lebih kuat untuk melindungi masyarakat dari aksi geng-geng terorganisasi. Tentu dengan catatan, yang menebar kecemasan, mereka yang terlibat dan berdiri di belakang kelompok geng terorganisasi itu, bukanlah bagian dari aparat keamanan sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus