Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Keluhan Tiga Sultan Cirebon

Sengketa tanah kesultanan cirebon akibat ketentuan landform, 1961, yang menyebabkan tanah 3 sultan di ciuntukan. kini para sultan itu menuntut. (kt)

12 Mei 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NASIB tanah pusaka ketiga keraton Cirebon mungkin bakal jelas. Ini, jika pertemuan antara pemerintah Kotamadya Cirebon, pemerintah daerah Jawa Barat, dan ketiga sultan Cirebon itu di Bandung yang direncanakan pekan ini mencapai kata sepakat. Soalnya, hampir 20 tahun tuntutan para sultan untuk penyelesaian sekitar 1.600 ha tanahnya yang diciutkan sejak berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria tetap saja terkatung-katung. Sengketa tanah sultan timbul sejak ketentuan landreform diterapkan 1961. Akibat ketentuan itu, tanah Sultan Kanoman diciutkan dari 1.225 ha menjadi 5 ha untuk kompleks keraton dan 20 ha untuk tanah pertanian. Sedangkan Sultan Kasepuhan kini cuma punya 12 ha dari tadinya 372 ha sebelum tergusur landreform. Kacirebonan mcndapatkan 2,5 ha dari tanah yang semula 3 ha. Setelah kena potong ketentuan UUPA kelebihan tanah keraton itu sebagian besar diredistribusikan kepada masyarakat untuk bangunan umum, seperti masjid, kantor pemerintah daerah, pasar, terminal bus, permakaman umum, dan juga perumahan dikompleks Perumnas Cirebon. Menurut perhitungan wali kota Cirebon, H.M. Dasawarsa, milik sultan itu praktis tinggal tanah tcmpat bangunan keraton saja. Untuk memperoleh kembali tanah pusaka mereka, para sultan itu beberapa kali menemui wali kota Cirebon. Yang dituntut adalah: "kembalinya tanah mereka seperti sebelum kena gusur landreform". Karena penyelesaian dengan pemerintah setempat tidak menghasilkan apa-apa, para sultan Cirebon itu mengadukan nasibnya kepada Umar Wirahadikusumah, 1983. Awal tahun ini, mereka kembali lagi menemui Wakil Presiden untuk mendapatkan kelonggaran atas ketentuan UUPA. Pertengahan bulan lalu, lagi-lagi, ketiga sultan itu mengirimkan surat kepada pemerintah pusat dan menuntut haknya, bahwa "tanah pusaka mereka adalah hak milik turun-temurun " . "Apakah pantas, tanah seluas 1.200 hektar kok cuma diganti 20 hektar," kata Pangeran Raja Muhammad Djalaluddin, 42, putra mahkota Kasultanan Kanoman kepada TEMPO. Seandainya toh ketentuan landreform mesti dilaksanakan, para sultan cuma minta agar mendapatkan ganti rugi yang layak. Yang menjadi persoalan, memang, soal ganti rugi tanah yang kena ketentuan landreform yang konon belum dibayar. "Ganti rugi yang mungkin dulu belum diterima akan diberikan sesuai dengan peraturan," kata Feisal Tamin, juru bicara Departemen Dalam Negeri kepada TEMPO. Pihak sultan sendiri belum memastikan berapa besar ganti rugi yang mereka minta. Kehidupan ketiga sultan itu setelah tanahnya dipotong landreform memang cenderung semakin turun. "Kami memang tidak mengharapkan hidup mewah," kata Djajaluddin. Tapi ayahnya, Sultan Kanoman, H. Mochammad Nurus, 67, kini hanya mengandalkan hasil tanah pertanian yang diterimanya pada tahun 1968. Sultan Kasepuhan, P.R.A. Maulana Pakuningrat, kini menjadi kepala Bank Rakyat Indonesia Majalengka. Sedangkan Sultan Kacirebonan, Amir Natadiningrat, menjadi pegawai negeri pada kantor wali kota Cirebon. Untuk memelihara bangunan ketiga keraton dan membayar pegawainya, pemerintah daerah Jawa Barat memberikan subsidi Rp 10 juta setahun. Sementara itu, Kanoman mengaku cuma mendapatkan Rp 200.000 setiap triwulan. Padahal, menurut Djalaluddin, tiap bulan ayahnya mesti mengeluarkan sekitar Rp 2 juta untuk rekening listrik, air telepon, dan gaji 30 pegawainya. Akibatnya, bangunan ketiga keraton Cirebon itu memang semakin muram. Tembok berlumut, atap mulai bocor, dan pekarangannya ditumbuh rumput liar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus