MENJADI tuan rumah bagi OPEC merupakan peristiwa yang
besar. OPEC (organisasi negara-negara pengekspor minyak)
bercitra sebuah klub eksklusip negara-negara kaya yang dapat
mengguncang dunia. Ia disegani, dikagumi. ditakuti dan di
beberapa tempat di dunia dibenci. Akan letapi setiap kejadian
OPEC masuk pers dunia. Setiap ucapan scorang menteri OPEC masuk
koran.
OPEC juga mempunyai mistiknya sendiri, terutama sheiksheik
atau pemimpin-pemimpin dari negara-ncgara minyak Timur Tengah
itu. Di antara mereka ada yanr prilakunya sebagai primadona
opera besar, gerak-geriknya penuh gaya panggung .
Sejak peristiwa pembajakan di Wina maka beberapa tokoh OPEC
dari Timur Tengah tidak merasa aman, dan selalu dibuntuti oleh
regu bodyguard yang seram. Lepas dari ancaman terorisme
internasional ini keadaan politik intern di Timur Tengah sering
memerlukan penjagaan keamanan untuk tokoh-tokoh pemerintah, dan
gejala bodyguard merupakan pandangan biasa. Dalam keadaan perang
Iran dan Irak (yang nanti secara abjad mungkin harus duduk
bersisihan), apakah bodyguard -bodyguard itu menambah
keselamatan sidang, kita hanya bisa bertanya-tanya.
Bagi ketua sidang, yakni menteri dari tuan rumah,
tanggungannya adalah besar sekali. Sedari dahulu persatuanantara
negara-negara anggota OPEC ini tidak langgeng dan mudah,
terutama antara negara-negara Arab dan Timur Tengah. Mana bisa,
dengan sistem politik yang berbeda-beda: Ada yang kerajaan, ada
yang republiken, ada yang demokrasi rakyat, ada yang feodal, dan
sebagainya.
Dahulu bahasa Inggris dipakai sebagai bahasa pengantar di
sidang-sidang OPEC oleh karena alasan praktis. Sidang-sidang
OPEC tidak menggunakan fasilitas terjemahan serentak, seperti di
PBB. Satu-dua negara Arab yang berhaluan "radikal" lalu harlya
ingin menggunakan bahasa Arab, sehingga semuanya harus
diterjemahkan dahulu, sebelum delegasi-delegasi non-Arab dapat
mengerti. Delegasi Aljazair dan Gabon mengunakan bahasa
Prancis, yang mereka lebih kuasai.
Pada sidang OPEC di Bali bulan Mei tahun 1976 yang saya
ketuai, pada suatu sore timbul debat sengit antara Menteri
Yamani dan Menteri Tayeh Abdul Karim (Irak). Lalu tibatiba
Sl1eik Zaki Yamani meninggalkan ruang sidang. Saya mula-mula
bengong saja oleh karena tak mengerti sebabnya. Baru scsudah
diterjemahkan, menjadi sadar bahwa Menteri Yamani tersinggung
karena merasa dilina. Ia tidak mau kembali sebelum ada
pernyataan penyesalan.
Sidang harus diskors, dan kegiatan berpindah tempat, antara
bungalow Menteri Yamani, Mentcri Abdul Karim, dan lempat-tempat
lain, untuk membujuk agar semua damai lagi dan pertemuan bisa
dilanjutkan. Yamani mengancam bahwa malam itu juga ia ingin
pulang kalau soalnya tidak diselesaikan. Pilot pesawat pribadi
diinstruksikannya supaya slap.
Sebagai tuan rumah tentu hati saya menjadi kecil sekali.
Negara tuan rumah akan malu besar kalau sidang OPEC bubar karena
suatu insiden. Akhirnya dapat didamaikam Adegan-adegan tegang di
panggung OPEC ini memang tidak jarang, dan menambah drama
sidang-sidang OPEC. Hanya bagi sang tuan rumah, hatinya
senantiasa nyeri dan dag-digdug saja. Kalau terjadi apa-apa,
kehormatan negara tuan rumah menjadi tanggungjawab.
Barisan wartawan sering lebih besar dari jumlah delegasi.
Sampai ratusan. Saya tidak yakin apa pentingtlya atau perlunya,
main menungguin sidang OPEC demikian. Hasil sidang selalu
menjadi teka-teki besar. Bagi tokoh-tokoh delegasi kawakan pun
tebakan apa sesungguhnya sikap Saudi, sikap Iran, apakah
kemungkinan kompromis, senantiasa bisa meleset sekali. Ini
memang menambah mistik dan misteri OPEC.
Ratusan wartawan itu juga diasingkan dari tempat sidang.
Maka salah satu sport mereka adalah mencegat pada menteri di
mana saja, main telepon, dan sebagainya. Walaupun sebetulnya ada
pengertian bahwa para menteri lebih baik jangan bikin pernyataan
masing-masing, namun beberapa di antara mereka tidak dapat
menallan godaan untuk dikutip oleh pers dunia. Memang,
kadang-kadang seperti ada lebih dari satu OPEC: OPEC dari sidang
pleno (yang paling kecil artinya), OPEC dari sidang hanya para
menteri, misalnya dikamar ketua, OPEC yang merupakan perang
pernyataan lewat media dunia. Yang akhir ini sudah dimulai
sebelum sidang, dimulai.
Menjadi tuan rumah OPEC merupakan kehormatan besar. Mata
serta kuping seluruh dunia akan tertuju kepada tempat sidang di
negara tuan rumah. Walaupun Indonesia sebetulnya merupakan
anggota yang artinya kecil, dengan urutan produksi minyaknya
kira-kira nomor sepuluh, namun kalau OPEC bersidang di
Indonesia, gengsi Indonesia di percaturan dunia bisa naik.
Akan tetapi menyelenggarakan sidang OPEC adalah mahal
sekali. Dalam tahun 1976 kira-kira satu juta dollar, olel
larena diadakan di Bali. Sepertiga untuk biaya keamanan.
Sepertiga untuk pengangkutan. Penjagaannya seperti dalam keadaan
perang. Ini juga biasa. Ketika di Qatar dan di Venezuela saya
juga melihat banyak tank-tank, kapal perang dan sebagainya.
Apakah manfaatnya lebih besar daripada biayanya? Tidak bisa
diukur. Kebanyakan sidang OPEC gagal untuk menelurkan keputusan
(harga) yang wajar. Dahulu di Bali juga tidak ada keputusan.
Hotel Pertamina Cottages di Kuta, Bali, untung besar karena
di-upgrade. Mungkin Bali menjadi lebih tenar sedikit. lndonesia
tampak main peranan di panggung percaturan dunia.
Misteri dan mistik mengenai OPEC akan berjalan terus.
Apakah OPEC itu betul kuasa? Apakah OPEC itu betul suatu cartel
yang mampu menentukan harga-minyak bumi? Apa tindakan
barunya?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini