Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sapardi Djoko Damono
Di sebuah jalan di Depok yang -di-lewati KRL, ada sebuah pa-pan- tanda yang bunyinya-, "Waspada! Lintasan kereta-. Keselamatan Anda lebih utama-." Awas-awas itu ada kemungkinan dibaca jika kebetulan KRL Jakarta-Bogor lewat, sebab kendaraan harus- berhenti di belakang palang pintu- kereta. Pemasangan papan tanda itu tentu saja dilandasi niat baik: jangan sampai kita melupakan keselamatan sendiri ha-nya karena keburu nafsu- ingin melintasi rel tanpa memper-hitungkan bahaya. Seperti juga di umum-nya lintasan kereta, di sini pun ada tanda suara neng-neng yang juga merupakan awas-awas bagi kita.
Adanya kedua jenis tanda itu, kata dan suara, menyiratkan juga betapa- khawatirnya petugas akan ketidak-hatihatian-dan sering juga ketakpedulian-sebagian kita akan bahaya- terlindas kereta. Namun, tanpa me-lu-pa-kan niat baik itu, tidak adakah ca-ra yang lebih mudah dan lugas untuk- menyampaikannya? Bahasa tidak ha-nya berupa susunan huruf. Bunyi, ge-rak, dan gambar adalah juga bahasa- yang biasa kita pergunakan untuk berkomunikasi. Yang dicantumkan di papan tanda itu rangkaian kata, bukan gambar. Pikiran yang melandasi pemasangannya tentulah keyakinan bahwa kalimat itu akan lebih mudah kita pahami.
Namun ada satu hal penting yang dilupakan, yakni bahwa bahasa kata itu memerlukan waktu yang lebih- lama untuk dibaca dan ditafsirkan- maksudnya. Di sepanjang jalan ba-nyak papan tanda untuk mengatur jalannya lalu-lintas, sebagian besar "hanya" berupa gambar yang memberikan petunjuk bagi kita untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Gambar orang yang menyeberang jalan memberi tahu kita bahwa di bagian jalan itu banyak orang menyeberang; tidak ada petunjuk be-rupa kalimat panjang yang menyatakan hal itu. Lampu lalu-lintas warna kuning yang berkejap-kejap mengharapkan kita untuk berhati-hati membelok atau melintasi perempatan jalan. Demikian juga huruf S yang dicoret dalam lingkaran merupakan larangan untuk menghentikan kendaraan, tanpa harus ada penjelasan panjang-lebar mengenai itu.
Bahasa tanda yang kita dapati- di jalan umumnya- merupakan indeks- yang harus cepat ditangkap mak-na-nya, sebab kenda-raan melaju dengan- cepat, kecuali kalau- lagi macet. Coba ba-yangkan jika di bawah tanda P yang dicoret itu dicantumkan kalimat yang bunyinya seperti ini, "Anda dilarang memarkir kendaraan di sini sebab akan ada polisi yang mendatangi dan menilang jika Anda nekat memarkir juga." Kecuali akan terasa berlebihan, penje-las-an verbal semacam itu memakan waktu yang lebih lama dari yang diperlukan untuk mengenali tandanya sendiri. Jadi, huruf P atau S yang dicoret dalam lingkaran adalah bahasa- yang lugas untuk menyampaikan in-for-masi atau awas-awas. Bahwa tanda itu sering kita abaikan kalau tidak ada polisi, itu hal lain lagi. Di lintas-an kereta, kita dengan sendiri-nya -akan berhati-hati begitu mendengar tanda bunyi neng-neng dan melihat tanda lampu merah yang berkejap-kejap.
Tampaknya PT Kereta Api (Pesero-) yang memasang tanda verbal se-macam itu berpendirian bahwa kalimat yang panjang masih diperlukan. Buktinya, di lintasan lain kita membaca awas-awas yang lebih panjang dan boleh mendirikan bulu roma. Begini bunyinya, "AWAS LINTASAN KERETA! JANGAN SAMPAI NYAWA ANDA LEWAT SAAT KERETA LEWAT." Pasti tidak banyak orang yang pernah memperhati-kan pesan itu, dan kalaupun membacanya akan merasa- berlebihan sebab tan-da-tanda lain yang non-verbal sudah lebih dari cukup. Di zaman "normal" dulu, di setiap lintasan kereta cukup dipasang tanda berupa gambar pintu lintasan kereta api model zaman lampau-dan orang memahaminya juga dengan baik. Perlu dicatat bahwa di atas papan tanda yang disebut pertama tadi ada iklan sebuah perusahaan asuransi jiwa. Mungkin perusahaan itu yang memasang tanda ter-sebut, yang mungkin merupakan sejenis imbal jasa. Dan kemubaziran serupa banyak kita temukan dalam berbagai bentuk di depan kantor pemda dan polisi. Tidak usah kita usut saja sumber penyebabnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo