Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Berita Tempo Plus

Kontroversi Pajak Bumi dan Bangunan

Penduduk tak mampu akan dibebaskan dari pajak bumi dan bangunan. Kepemilikan saham semestinya terkena pajak.

23 Februari 2015 | 00.00 WIB

Kontroversi Pajak Bumi dan Bangunan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENTERI Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Ferry Mursyidan Baldan semestinya tak gegabah melontarkan ide yang masih mentah. Gagasannya menghapus pajak bumi dan bangunan, yang semula terdengar gegap-gempita, kini kempis kayak ban bocor.

Pada mulanya Ferry mengusulkan penghapusan PBB. Setelah diprotes banyak daerah, dia melunak: PBB dipisah menjadi pajak bumi dan pajak bangunan. Pemilik tanah akan membayar pajak bumi sekali saja, yakni pada saat dia mendapatkannya. Pajak bangunan hanya akan dikenakan kepada kegiatan komersial. Rumah pribadi dan bangunan sosial bebas PBB. Terakhir, ide Ferry kian menciut: pembebasan PBB cuma untuk kaum tak mampu.

Ferry terkesan menggampangkan masalah. Dasar hukum pemungutan PBB adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan serta Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Adapun tata cara pemungutan pajak diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU Nomor 16 Tahun 2009). Artinya, pemerintah mesti melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat untuk membahas perubahan tersebut.

Terlepas dari gonjang-ganjing yang ditimbulkannya, ide Menteri Agraria ini sesungguhnya layak dipertimbangkan. Salah satu yang bisa diperbandingkan adalah dalam hal perlakuan perpajakan terhadap berbagai jenis aset. Perekonomian telah berkembang luar biasa, sehingga definisi tentang aset juga berubah. Dulu yang disebut aset biasanya berupa tanah, bangunan, atau kendaraan. Kini aset bisa berupa saham, obligasi, atau deposito.

Di Indonesia, perlakuan terhadap berbagai jenis aset itu berbeda. Untuk tanah dan bangunan, PBB dikenakan setiap tahun. Nilainya berubah seiring dengan perkembangan harga tanah dan bangunan. Ketika diperjualbelikan, tanah dan/atau bangunan masih akan terkena bea pengalihan hak atas tanah dan bangunan. Sebaliknya, tak ada pajak untuk saham, obligasi, atau deposito. Pajak baru dipungut jika diperjualbelikan.

Secara teoretis, salah satu perlakuan itu mesti diubah: pajak tahunan dikenakan terhadap kepemilikan saham, atau PBB dihapus. Semestinya Menteri Ferry keukeuh dengan usulnya. Perbandingan itu jelas menunjukkan ketidakadilan. Semua penduduk, termasuk yang tidak mampu, harus membayar PBB setiap tahun, yang nilainya terus naik. Sebaliknya, orang-orang kaya yang sebagian asetnya berupa saham justru bebas pajak.

Dengan opsi pertama, pemerintah akan mendapatkan subyek dan obyek saham baru. Nilai pajaknya bisa jadi sangat besar mengingat kapitalisasi saham di Bursa Efek Indonesia saja saat ini sudah mencapai Rp 5.287 triliun. Opsi kedua: pemerintah akan kehilangan pendapatan dari PBB. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2012—tahun ini PBB masih dimasukkan sebagai pajak pusat—nilai PBB di perkotaan dan perdesaan berkisar Rp 7 triliun.

Mungkin pemerintah perlu mempertimbangkan opsi ketiga. Pajak bumi dan bangunan tetap dikenakan terhadap tanah dan bangunan komersial, seperti yang diusulkan Menteri Ferry. Pertimbangannya adalah tanah dan bangunan itu menghasilkan pendapatan. Pada saat yang sama, pemerintah juga mengenakan pajak untuk saham, obligasi, dan deposito. Dengan opsi ini, akan ada tambahan pendapatan yang sangat besar, yang bisa mengkompensasi sedikit kehilangan dari PBB. Tentu saja pemerintah perlu mempertimbangkan resistansi dari masyarakat, pemerintah daerah, dan para investor.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus