Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Berita Tempo Plus

Dalil Miring Hakim Sarpin

Hakim memutuskan penetapan tersangka Budi Gunawan cacat prosedur. Bertentangan dengan undang-undang.

23 Februari 2015 | 00.00 WIB

Dalil Miring Hakim Sarpin
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PUTUSAN hakim Sarpin Rizaldi mengabulkan gugatan praperadilan Komisaris Jenderal Budi Gunawan tak hanya ganjil secara hukum, tapi juga menekuk akal sehat. Ia menilai calon Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia itu bukan penegak hukum sehingga penetapan tersangka korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terhadapnya cacat prosedur.

Jabatan Budi pada 2003-2006—periode ketika ia diduga menerima suap dan gratifikasi dari perwira polisi yang ingin naik jabatan—adalah Kepala Biro Pembinaan Karier di Deputi Sumber Daya Manusia Markas Besar Polri. Sarpin menganggap jabatan itu hanya mengurus administrasi, tak seperti polisi di badan reserse yang menyelidik dan menyidik kejahatan. Menurut Sarpin, Budi bukan obyek penyidikan KPK.

Anggapan itu bertentangan dengan dalil apa pun dalam konstitusi kita. Pasal 4 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menyebutkan penyelidik adalah setiap pejabat polisi yang berwenang menerima laporan pengaduan dan mengusut tindak pidana. Ketentuan ini dikuatkan dan dijabarkan dalam Pasal 1 dan 15 Undang-Undang Kepolisian, yang intinya menggariskan bahwa setiap polisi adalah penegak hukum.

Adalah keliru menganggap Kepala Biro Pembinaan Karier, setingkat eselon III pegawai negeri sipil, bukan penyelenggara negara. Dengan jabatannya itu, ia berwenang memberi rekomendasi kepada atasannya untuk menaikkan jabatan atau memindahkan tempat tugas perwira polisi. Kewenangan itulah yang disalahgunakan Budi dengan menerima suap dari para perwira penegak hukum tersebut. Keputusan akhir dari rekomendasi Budi memang ada di Deputi Sumber Daya Manusia. Tapi Budi punya kekuasaan lain: sebagai bekas ajudan presiden, "nasihat" yang ia keluarkan hampir tak pernah ditolak.

KPK berwenang mengusut korupsi yang dilakukan penyelenggara negara, yang mencakup pegawai negeri. Budi Gunawan jelas seorang pegawai negeri polisi, seperti diatur dalam Undang-Undang Kepolisian. Bahkan, jika ia tak menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier, katakanlah seorang tamtama, tetap saja ia obyek penyelidikan dan penyidikan KPK. Komisi menyatakan memiliki data yang memastikan rekening Budi dialiri uang dalam jumlah tak wajar.

Dengan segala centang-penerang putusannya itu, Komisi Yudisial perlu segera mengusut proses putusan Sarpin Rizaldi. Sarpin dapat dipersalahkan karena melanggar prosedur dan kode etik ketika mengadili sebuah perkara. Selama sepekan sidang mendengarkan saksi-saksi mantan penyidik KPK, tak ada bukti meyakinkan yang menunjukkan penetapan tersangka Budi Gunawan direkayasa. Dan lebih penting dari itu semua: Sarpin melanggar Pasal 77 KUHAP, yang menyatakan penetapan tersangka bukan obyek sidang praperadilan. Artinya, bukan mengadili, semestinya ia menolak gugatan itu.

Untuk mengembalikan hukum pada logikanya yang benar, KPK sudah sepatutnya menguji putusan Sarpin ke pengadilan peninjauan kembali di Mahkamah Agung. Peninjauan kembali perkara bioremediasi Chevron tahun lalu bisa dijadikan yurisprudensi. Ketika itu, hakim membatalkan putusan hakim praperadilan yang mengabulkan permohonan tersangka. Seperti dalam kasus Budi, penggugat mempersoalkan penetapan status tersangka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus