Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Konvensi

Konvensi merupakan pengganti caucus, gunanya untuk menetapkan presiden dan wakil presiden as. caucus atau konvensi tak termaktub dalam konstitusi. kini indonesia pun mulai menggunakan caucus & konvensi.

23 Oktober 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WAKTU itu tahun 1796, dan rupanya manusia sudahmampu berembuk sesamanya untuk suatu perkara. Tidak hilir mudik sesuka hati. Golongan Republiknya Jefferson punya pikiran bagus membentuk caucus (bukan caucus) untuk menetapkan siapa gerangan yang punya potongan cukup jadi calon wakil presiden maju bersama Jefferson selaku presiden. Kendati tidak ada persetujuan yang bisa disepakati dalam pertemuan caucus itu, setidaknya sudah jadi preseden. Hingga di tahun 1800 para anggota Kongres bertemu dan saling sepakat, bahwa pasangan yang bakal maju adalah Thomas Jefferson dan Aaron Burr. Rupanya mula pertama caucus mencari seorang presiden dan wakil presiden yang mengena. Kalau pihak Republik bisa membikin caucus, mengapa kita tidak. pikir kaum federalis. Lagi pula berapa sih ongkos bikin caucus itu. Cukup selusin dua kursi, meja panjang, es sirup yang dituang di cangkir dan sepotong palu. Berhubung dulu kala belum ada mikropon, hadirin sebaiknya setengah berteriak hingga tidak ada kalimat terlewat. Dalam tahun 1800 itu pula caucus pihak federalis berhasil sepakati calon presiden dan wakil. Masing-masing John Adams dan Charles C. Pinckney. Kendati sekarang ini kata caucus dikacaukan begitu saja dengan konperensi, sebutan caucus selain punya makna lebih historis, juga kedengaran lebih mendirikan bulu roma. Dan tentu saja lebih sulit diingat. Keaksian caucus tidak awet, tak lama kemudian memudar. Apa pula arti caucus (di Amerika, Iho) bila politisi yang berhadir tidak semuanya wakil rakyat terpilih, atau berasal dari daerah yang tidak kebagian kursi? Meski dicoba saja semacam caucus-campuran antara politisi terpilih dan politisi tak terpilih di dewan perwakilan, merosotnya bobot caucus tidak ketulungan lagi. Dan sebagai gantinya muncullah forum konvensi dalam dunia politik Amerika. Tak salah lagi, konvensi politis ini merupakan sistem alternatif yang baru dikenal di abad XIX. Caucus atau konvensi, urusannya itu-itu juga: menetapkan siapa calon presiden dan wakilnya yang bakal maju. Caucus atau konvensi keduanya tidak termaktub dalam konstitusi. Orang Badui tidak kenal caucus. Mendengar pun belum. Tapi mereka kenal konvensi. Bila satu suku menyerbu suku lain, mereka tidak diperkenankan menggondol barang, tidak diperkenankan menyaut kompor, atau mengganggu wanita. Mereka boleh mengambil unta, karena kalau tidak boleh juga maka kata serbuan akan kehilangan makna. MEREKA dilarang membikin ribut antara mentari terhenam hingga fajar, karena perbuatan ini hanya akan bikin kaget. Kalau saja suku yang bermusuhan itu datang bagai tamu, bukan bikin onar, mereka akan disambut baik-baik selama tiga hari, kopi di cangkir kecil dihidangkan, domba piaraan akan tergorok lehernya, jadi hidangan sesudah dikecroti bumbu ala kadarnya. Ini juga konvensi. Di negeri kita kata caucus sudah dikenal 5 tahun lampau. walau mulanya menjadi tanda tanya semata-mata karena bunyinya yang ganjil. Kini juga barisan caucus sudah siap di tempat tinggal menyuarakan pikiran mereka yang penting, jadi pegangan berjuta-juta orang, termasuk mereka yang belum paham betul apa sebetulnya arti caucus. Paham tidak paham bukan soal, karena makin besar masalah makin kecil lingkaran pengambil keputusan. Dan yang lebih menarik, caucus yang sudah melenyap di negeri tempat asalnya dan digantikan tempatnya oleh konvensi, di Indonesia bisa hidup tegak berbarengan. Barisan caucus untuk persiapan sidang umum MPR, dan konvensi (seperti kata Amin Iskandar) buat memantapkan calon wakil presiden. Kalau lima tahun lalu ketua DPR/MPR jadi wakil presiden, bagaimana jika hal itu dimasukkan saja ke dalam kotak konvensi. Apa susahnya. Ya, apa pula susahnya?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus