Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bendera Pemilu, Bendera Pengadilan

7 terdakwa dalam perkara pemasangan bendera terbalik pada waktu kampanye pemilu '82 diajukan ke pengadilan negeri banyuwangi, dituduh menodai bendera kebangsaan.(hk)

23 Oktober 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA peristiwa dengan perkara sama: memasang bendera terbalik. Inilah sisa pemilu lalu yang masih menyangkut di Pngadilan Negeri Banyuwangi, Jawa Timur. Tujuh terdakwa diajukan ke pengadilan sejak Agustus lalu, gara-gara membawa bendera "putih-merah". Peristiwanya terjadi tatkala lagi ramai kampanye 5 April 1982 dan sepuluh hari kemudian. Setelah 8 kali sidang, pengadilan mcngangap cukup memeriksa tertuduh dan saksi. Rencananya, Jaksa Budi Soedjana 811, akan membacakan tuntutannya 23 Oktober ini. "Tuduhan saya sudah terbukti. Para terdakwa telah mengakui," kata jaksa itu kepada TEMPO. Peristiwa pertama 5 April petang, sebuah pikap bak terbuka meluncur dari tempat kampanye di Desa Alivan. Kecamatan Rogojampi. Polisi menghadang dan memeriksanya. Mobil yang dijejali 20 peserta kampanye dari desa Rarasgempal, Sumberberas, Kecamatan Muncar itu memang memasang bendera terbalik di pojok bak depan kanan dan panji-panji ka'bah di sebelah kiri. Tidak ada yang mengaku, siapa yang bertanggung jawab. Polisi terpaksa menggiring mereka ke Kosek Brono untuk pengusutan. Baru kemudian Tohir, 26 tahun, guru ngaji Pondok Pesantren Minjahud Tolah mengaku sebagai pemimpin rombongan. "Semua anggota anak-anak dan pemuda, tidak ada yang berani bertanggung jawab. Sebagai yang tertua, saya mereka suruh mengaku saja sebagai ketua," kata Tohir, terdakwa 1, kepada TEMPO di rumahnya. "Sungguh mati, saya tidak tahu kalau bendera terbalik. Konsentrasi cuma pada kampanye." Menurut pengakuan Tohir di depan hakim, beberapa kali bendera menabrak dahan di pinggir jalan. Tali bendera bagian atas putus dan bambu muda sebagai tiangnya roboh. Melihat keadaan itu, Muzayin, 20 tahun -- tertuduh II -mengikatkannya kembali. "Saya tidak memperhatikan, tali mana yang seharusnya di atas karena kendaraan berjalan tepat dan kami asyik berteriak-teriak," tutur Muzayin kepada TEMPO. Di depan sidang, ketiga tertuduh mengaku bersalah. Tapi mereka berkilah sama: "Kami tidak sengaja." Sedang polisi bersikeras menganggap perkara itu layak diajukan ke pengadilan. Soalnya, jarak antara Muzayin mengikatkan kembali sampai tempat penangkapan cukup jauh, sekitar 5 km. Kata Lettu Soewarno dalam penyidikannya: "Maka mustahil kalau mereka tidak tahu bendera itu terbalik." Peristiwa sama yang juga sedang ditangani Pengadilan Negeri Banyuwani dialami Mohammad Musa, 27 tahun dari Desa Barurejo, Kecamatan Kalibaru 15 April. Ia memang sudah siap memimpin rombongan desanya untuk menghadiri kampanye PPP di Jember yang menampilkan Oma Irama itu. "Saya tergesa-gesa karena rombongan sudah menunggu di depan rumah," kata petani itu kepada TEMPO. Tanpa mengamati perlengkapan kampanye, termasuk bendera "putih merah", ia meloncat ke atas pikap yang ia sewa. Setelah meluncur 4 km, rombongan petani itu disetop polisi. "Saya mengakui salah kalena bendera memang terbalik," tulurnya. Tapi tidak ada yang mengaku, siapa yang membalik bendera itu, "kami baru tahu bendera terbalik setelah ditangkap polisi," ujar Musa yang diperkuat 3 tertuduh lainnya. Apapun yang bakal diputuskan pengadilan, nampaknya para petani dan orang kampung itu tidak akan bertele-tele. Kenyataannya, bendera yang mereka bawa memang terbalik dan dianggap "telah menodai bendera kebangsaan." Keteledoran memasang bendera ternyata terjadi juga dilingkungan Pengadilan Negeri Banyuwangi. Ketika berkas perkara Talin dkk serta Musa dkk siap dilimpahkan dari kejaksaan ke pengadilan, di halaman instansi terakhir ini berkibar bendera merah putih terbalik. Setelah berkibar antara pukul 7.00-10.00 tanggal 11 Agustus 82, para hakim baru mengetahuinya . Pemasangnya ialah Wariyo, penjaga malam kantor pengadilan itu. "Karena pagi itu sudah terpasang, saya langsung saja duduk di meja penerima tamu," kala Soeprapto, pesuruh yang sehari-hari seharusnya mengerek merah-putih ke puncak tiang. "Kalau masalahnya samasama tidak sengaja, mengapa kasus bendera terbalik di halaman kantor pengadilan itw tidak diusut?" kata pembela Tohir dan Musa cs yang dipimpin Ismail Ridwan. Ismail mempersoalkan, keteledoran di pengadilan lebih lama dibanding yang dilakukan peserta kampanye yang dibelanya--paling banter 15 menit. Nampaknya Jaksa Budi Soedjana juga memahami alasan pembela itu. "Secara pribadi, saya bisa memaafkan semua kejadian itu Toh tidak menyebabkan kkacauan. katanya. "Tapi secara hukum memang alah." Karena itu, katanya, ia masih perlu berkonsultasi dulu dengan berbagai pihak sebelum mengajukan tuntutan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus