Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Dugaan Jual-Beli Izin Tambang Menteri Bahlil Lahadalia

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mencabut ribuan izin tambang lalu menghidupkannya kembali. Ada indikasi jual-beli izin.

3 Maret 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AMBISI Presiden Joko Widodo menggenjot investasi dengan mengobral izin pertambangan makin hari makin terasa punya motif lain: membuka kesempatan bagi praktik korupsi melalui para “pelaksana tugas”. Salah satu “pelaksana” tugas itu adalah Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia. Selain menjabat menteri, sejak 2021 Bahlil adalah Ketua Satuan Tugas Percepatan Investasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebagai badan ad hoc, tugas utama Satgas Investasi adalah menghilangkan sumbatan investasi di pusat dan daerah. Di sektor pertambangan, Bahlil jadi punya kekuasaan mengevaluasi izin usaha pertambangan (IUP) dan hak guna usaha—sesuatu yang sebenarnya kewenangan kementerian teknis.

Bahlil bukan tak punya alasan: Jokowi membekalinya dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi. Peraturan ini bahkan memberi kewenangan kepada Menteri Bahlil mencabut izin pertambangan yang tidak produktif.

Berbekal peraturan itu, Bahlil mengumpulkan data izin tambang yang tidak beroperasi sepanjang 2021-2023. Kewenangannya makin kuat karena ia juga Ketua Satuan Tugas Penataan Lahan dan Penataan Investasi. Hingga akhir tahun lalu, 2.078 izin tambang dan mineral telah ia cabut. Bahlil mengabaikan protes pengusaha yang menyebut pandemi Covid-19 sebagai alasan tak menjalankan izin usaha pertambangan. 

Heroik? Tentu tidak. 

Investigasi majalah ini menemukan Bahlil tebang pilih dalam membatalkan atau mencabut izin usaha tambang. Izin tambang nikel milik PT Meta Mineral Pradana di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, misalnya, tidak ia tutup kendati tidak beroperasi sejak 2010. Pada saat yang sama, puluhan izin untuk wilayah konsesi yang berdekatan dengan konsesi Meta Mineral ia cabut. Belakangan terungkap pemegang saham mayoritas Meta Mineral Pradana adalah PT Papua Bersama Unggul, perusahaan milik Bahlil sendiri.

Setelah mencabut izin ribuan tambang dengan modal peraturan presiden itu, Bahlil juga mendapat kewenangan menghidupkannya kembali. Bau amis kembali tercium: investigasi Tempo menemukan ada permintaan uang dan saham untuk setiap izin tambang nikel yang hidup kembali.

Untuk izin mati yang tidak diurus pemilik lama, Bahlil memang melelangnya secara terbuka. Namun sebagian izin dibagikan begitu saja kepada organisasi kemasyarakatan, kelompok keagamaan, dan perkumpulan pensiunan tentara. Kepada dua jenis organisasi terakhir, Bahlil diduga memberikannya sebagai “hadiah”.

Peraturan presiden yang menjadi dasar keputusan Menteri Bahlil sebenarnya bermasalah. Peraturan itu hanya memiliki konsiderans Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi: presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Konsiderans tunggal ini mengabaikan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mengatur secara detail teknis pemberian dan pencabutan izin pertambangan.

Jokowi tidak bisa berdalih peraturan yang dipakai Bahlil mencabut dan kemudian menghidupkan izin tambang semata untuk mempercepat investasi. Yang selama ini lancung tak bisa terus ia lakukan: menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.

Apalagi jika kita mengaitkan hubungan Jokowi dengan Bahlil selama ini—relasi patron-klien yang bukan sekadar urusan manajemen pemerintahan, juga ihwal politik dan kekuasaan. Harap diingat, Bahlil adalah menteri yang menggaungkan usulan jabatan Jokowi tiga periode dan perpanjangan masa jabatan presiden serta menjadi motor pemenangan pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Jokowi.

Korupsi lewat penunjukan pejabat dan penerbitan regulasi pendukung menjadi praktik lazim dalam state capture corruption, istilah yang populer pada pertengahan 1970-an. Berbeda dengan suap biasa, korupsi semacam ini “dilegalisasi” lewat peraturan. Kejahatan sistematis ini makin durjana karena dilakukan bersamaan dengan rencana melanggengkan kekuasaan Jokowi. Para aktornya pun itu-itu saja. Di era Jokowi, korupsi bisa berjubah investasi.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Uang Semir Izin Tambang Menteri Bahlil"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus