Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Kwalitas Asia

Dalam kejuaraan APUKO II, Indonesia dikalahkan Jepang sehingga hanya merebut gelar juara II. Pada hari pertama permaianan, karateka Indonesia selalu memberikan tekanan keras pada lawannya.

25 Desember 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ISTORA Senayan, tanggal 30 Oktober 1976. Peristiwa: final beregu Kejuaraan Karate Asia Pasific (APUKO) ke-II. Suasana: hening . ! Para pembaca yang tidak melihat pertandingan ini mungkin merasa aneh. Jenis olahraganya keras, tetapi dalam babak final para penonton kali ini terhenyak diam bercampur dengan rasa tidak begitu percaya. Team Indonesia "hanya" merebut gelar juara II. Rasa kecewa yang timbul ini hanya dapat dimengerti bila kita mengikuti pertandingan-pertandingan sejak awal. Pada hari pertama penampilan karateka Indonesia benar merangsang. Mereka menunjukkan permainan yang agresif, selalu memberikan tekanan-tekanan yang keras kepada lawan, tetapi tetap sportif. Tino Ceberano (wasit Internasional, Presiden Federasi Karate Australia) yang duduk di samping penulis tercengang melihat kecepatan gebrakan karateka-karateka Indonesia. Berkali-kali kata-kata fantastic, marvellous keluar dari mulutnya. Prestasi team Indonesia menurut pendapatnya meloncat jauh ke depan bila dibandingkan ketika dalam APUKO I di Singapura tahun 1973 (Indonesia menduduki tempat ke-3). Kecepatan maupun tehnik anak-anak Indonesia hampir tidak berbeda lagi dengan karateka Jepang, demikian komentarnya. Babak demi babak berlalu dengan cepat dan team Indonesia mengalahkan lawan-lawannya dengan tetap bermain keras dan bermutu, sehingga perasaan yang optimistis makin berkembang: gelar juara pertama bukan mustahil dapat direbut. Lalu tiba saatnya final beregu: Indonesia vs Jepang. Para tokoh karate di belakang layar sebelumnya memang sudah memperhitungkan bahwa team Indonesia sebaiknya tidak bermain agresif bila menghadapi Jepang. Sebab makin agresif hta menyerang lawan, pertahanan kita mau terbuka. Dan bila lawan dapat melepaskan diri dari tekanan-tekanan ini, maka tsuki, maegeri ataupun serangan-serangan lain dengan mudah dapat menembus pertahanan kita. Pemain Jepang mampu melakukan hal ini. Mereka hampir komplit: kecepatan stamina, counter atack yang jitu, hampir selau mengambil keputusan yang tepat dalam memilih tehnik serangan berikutnya dan yang tidak kalah berbahaya adalah bahwa mereka juga pintar dalam mencuri kesempatan untuk "masuk". Team Indonesia dalam babak final bermain tenang, tetapi tetap tajam dan solid terutama dalam counter. Bahkan salah satu serangan Advent Bangun betul-betul mengagumkan. "Kilatan" maegerinya hampir sempurna bila saja kakinya dapat lebih "menyodok" ke depan. Walaupun team Indonesia telah berusaha secara maksimal tetapi akhirnya dalam final team Jepang merebut tempat pertama setelah menundukkan Indonesia. Para hadirin kecewa, soalnya perasaan optimistis sudah sempat berkembang. Istora hening sejenak . . ., yah, seandainya karateka Indonesia tampil dengan permainan agresif yang mengagumkan seperti pada hari pertama itu. Melalui teori ini dapat dibayangkan pemain Jepang jadi sibuk melayani tekanan-tekanan keras dari Indonesia. Apalagi dengan sorakan mendukung dari penonton, maka permainan tidak dapat lagi didikte oleh karateka-Jepang. Dalam keadaan demikian tinggal faktor luck, mana yang dapat memasukkan serangannya terlebih dulu. Taktik ini tentunya masih perlu dibuktikan. Mungkin ada manfaatnya dipergunakan pada kesempatan lain. Teori ini memang tidak terlalu muluk, tetapi walaupun demikian penulis masih lebih condong pada taktik yang pertama (tenang tetapi tajam) lebih-lebih bila dianalisa secara lebih dalam. Pemain-pemain Jepang terutama Hamaguchi dan Murase sangat pandai memanfaatkan setiap kelengahan dalam pertahanan. Dalam keadaan statis maupun dinamis setiap saat mereka dapat "masuk" seirama dengan kedipan mata (!). Akhirnya, kalau Gubernur DKI Ali Sadikin pernah meminta agar olahragawan-olahragawan Indonesia berusaha mencapai (sekurang-kurangnya) prestasi Asia, maka para pembina karate di Indonesia boleh berbangga carena Harmen dkk sudah mendemonstrasikan kwalitas Asia dalam gelanggang APUKO II yang lalu. Bravo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus