Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat seperti kurang pekerjaan saja. Bukannya sibuk meningkatkan kerja legislasi, mereka malah ”menggantikan” tugas aparat pajak memeriksa kasus sebuah perusahaan. Ini bukan yang pertama kali. Tahun lalu Panitia Kerja Perpajakan Komisi XI mencampuri proses pemeriksaan kasus pajak enam perusahaan—dari perkebunan kelapa sawit sampai rumah sakit. Sekarang Panitia Kerja Mafia Perpajakan Komisi III berencana menguliti dugaan penyelewengan pajak PT Ancora Mining Services.
Dugaan penyelewengan pajak perusahaan milik Gita Wirjawan, Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal, ini awalnya dilontarkan Forum Masyarakat Peduli Keadilan. Tentu anggota Dewan harus menerima pengaduan dari komunitas masyarakat itu. Tapi anggota Panitia Kerja Perpajakan tak perlu bertindak berlebihan.
Sengketa wajib pajak dengan aparat pajak sering terjadi karena pengisian laporan pajak bersifat self-assessment alias mengisi sendiri. Pada satu periode perusahaan sangat mungkin berbeda hitungan jumlah kewajiban pajak dengan kantor pajak. Banyak cara untuk menyelesaikan perbedaan ini. Orang bisa mengajukan keberatan ke kantor pajak. Bila tetap keberatan, wajib pajak berhak menggugat kantor pajak lewat pengadilan pajak, bahkan memminta peninjauan kembali melalui Mahkamah Agung.
Dengan proses begitu panjang, terlalu pagi bila Panitia Kerja DPR menilai ada penyimpangan atawa rasuah pajak Ancora. Apalagi informasi dari forum tadi kurang jelas benar. Forum hanya menyebut ada kejanggalan laporan keuangan Ancora periode 2008. Nilai pajak yang dipersoalkan juga relatif ”kecil”, yakni Rp 5,3 miliar. Direktorat Pajak pun baru memeriksa kasus Ancora dan belum menarik kesimpulan apa pun. Direktorat itulah yang harus menetapkan terjadi pelanggaran pajak atau sekadar urusan administrasi.
Panitia Kerja Perpajakan DPR—Komisi III dan XI—memang punya hak mengawasi kebijakan pemerintah. Tapi Panitia Kerja harus proporsional, tahu batas antara hak dan wewenang. Bila Panitia Kerja Mafia Pajak salah melangkah, mereka akan dianggap mencampuri urusan eksekutif, bahkan mengintervensi kasus yang ditangani Direktorat Jenderal Pajak.
Langkah terbaik adalah mengawasi Direktorat Pajak bekerja memeriksa kasus pajak Ancora ini. Meskipun Gita Wirjawan merupakan bagian dari kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, aparat pajak tak boleh ragu menjalankan tugas. Bila terbukti ada pelanggaran sekecil apa pun, wajib ada sanksi bagi si pelanggar.
DPR seyogianya berkonsentrasi pada perbaikan legislasi dengan mengikuti kasus-kasus pajak ini. Tak perlu latah terjun menguliti kasus demi kasus. Itu bukanlah domain kerja legislator. Keterlibatan yang tak patut akan membuat publik beranggapan Dewan berkepentingan menjadi semacam ”pengacara” perusahaan yang bermasalah—seperti dalam kasus enam perusahaan tahun lalu. Apabila anggota Dewan ngotot ikut memeriksa Ancora, mereka akan dituding menggunakan masalah pajak sebagai alat politik untuk menekan pemerintah Yudhoyono–atasan Gita Wirjawan.
Agar lebih optimal mengawasi pajak, DPR boleh menyorot kinerja Direktur Jenderal Pajak, bukan malah masuk ke kasus-kasus pajak. Seandainya ada dugaan pelanggaran, Dewan mempunyai hak angket untuk melacaknya. Sekarang ini sebaiknya ”orang-orang Senayan” itu meletakkan fokus perhatian pada peningkatan kinerja. Tahun lalu kinerja Dewan tergolong buruk. Dari 70 rancangan undang-undang, tak sampai sepuluh yang menjadi undang-undang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo