Tampaknya, awan kelabu tengah menyelimuti Mahkamah Agung (MA) Indonesia dengan terbongkarnya kasus pemalsuan vonis Mahkamah Agung dalam perkara penyelundupan rotan di Surabaya (TEMPO, 2 Maret 1991, Kriminalitas). Mahkamah Agung, sebagai lembaga peradilan tertinggi di negeri ini, seharusnya lebih waspada terhadap "sindikat atau mafia peradilan", yang menggunakan segala cara yang bertentangan dengan hukum. Mafia peradilan dengan canggih memanfaatkan celah-celah kelemahan administrasi pengadilan sehingga dapat memalsukan vonis tersebut. Hal yang memalukan itu terjadi, mungkin, karena adanya kerja sama antara oknum dalam dan pihak luar pengadilan. Untuk menunjukkan wibawa hukum dan citra negara hukum, mereka yang terbukti melakukan "sindikat atau mafia peradilan" perlu ditindak tegas: diseret ke meja hijau dan dikenai sanksi administratif berupa pemecatan secara tidak hormat. Di samping itu, untuk tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan bagi para pencari keadilan, perlu dilakukan tindakan kongkret, antara lain dilakukan operasi-operasi mendadak seperti yang pernah dilakukan Menteri Kehakiman, pembenahan administrasi pengadilan, dan pemberantasan pungutan-pungutan liar yang terselubung. HADI DARMONO, S.H. Jalan Jenderal Sudirman 899 Purwokerto Jawa Tengah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini