Salut pada TEMPO, 18 Juli 1992, yang telah mengangkat isu Mahkamah Agung, yang selama ini seperti terlupakan. Diulasnya masalah MA secara mendalam, menurut saya, sangat perlu. Sebab, selama ini banyak orang yang tidak tahu fungsi dan wewenang yang dimiliki atau yang seharusnya dijalankan oleh lembaga yudikatif itu. Setahun yang lalu, saya sudah berusaha mengangkat isu ini (lihat "Demokrasi, Kekuasaan Yudikatif, dan BW", Suara Pembaruan, 17 Oktober 1991), tapi dampaknya tidak terasa. Masalah ini baru muncul dengan adanya persoalan tentang surat pensiun Pak Ali Said. Bila diambil positifnya, ada untungnya keterlambatan surat keputusan pensiun tersebut, sehingga isu MA dan kekuasaan yudikatif diangkat menjadi Laporan Utama. Ada baiknya Laporan Utama TEMPO itu menjadi bahan pikiran yang serius bagi Ketua MA yang baru maupun lembagalembaga eksekutif dan legislatif. Ketiga lembaga negara ini merupakan tiang penyangga demokrasi. Tetapi, dengan kurang "berkuasanya" MA sebagai salah satu tiang arti dan struktur demokrasi itu sendiri melemah dalam sejarah ketatanegaraan kita. Seharusnya MA memiliki pengaruh yang setara dengan lembaga legislatif dan eksekutif, sehingga mampu menegakkan ithe rule of lawr. Tanpa the rule of law, demokrasi tak akan terwujud. Satu hal lagi yang menarik dari Laporan Utama TEMPO itu, pembahasan tentang judicial review dari MA, khususnya yang berkaitan dengan pembredelan pers. Seharusnya hak ini dimiliki oleh MA dan bukan oleh Deppen. Mungkin MA perlu mengkaji pembentukan Ditjen PPG dan RTF di Deppen. Sedangkan untuk pengawasan perlu diangkat seorang hakim agung yang ahli di bidang hukum pers atau dari kalangan pers sendiri, seperti di negara lain, dengan hakim agung yang tidak harus seorang praktisi hukum. Lembaga MA dan Deppen berkaitan erat dalam upaya meningkatkan pengertian kita akan hukum dan kesadaran kita akan informasi. Kedua lembaga ini merupakan agen pembangunan politik bangsa yang sangat strategis dan tidak boleh dikurangi atau dilebihkan wewenangnya, apalagi dimanfaatkan sebagai alat kepentingan sekelompok orang. G. HANAFI SOFYAN Australian National University Canberra
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini