Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Mengapa Mereka Membunuh Polisi

Pelaku penembakan polisi mungkin kelompok berbeda. Sebelum melindungi masyarakat, kepolisian harus mampu melindungi anggotanya.

23 September 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INILAH alarm yang seharusnya membangunkan kepolisian: lima polisi tewas ditembak di Jakarta dan sekitarnya dalam dua bulan terakhir. Modus operandi pelaku empat peristiwa itu menunjukkan kepolisian berada di bawah ancaman serius. Eksekutor yang mampu menembak polisi yang sedang berkendara, lalu dengan dingin menghabisi lawan yang tergeletak di aspal jalan, sudah pasti bukan kelas amatir.

Berhadapan dengan pembunuh terlatih seperti ini, satu persoalan besar muncul: mampukah korps baju cokelat itu melindungi dirinya sendiri? Tanpa kemampuan menjaga diri, mustahil publik percaya kepolisian mampu melindungi dan mengayomi masyarakat—seperti semboyan korps Bhayangkara itu.

Sejak akhir Juli, tatkala korban tewas pertama jatuh di Cireundeu, Tangerang Selatan, polisi baru sampai pada dugaan bahwa dua pelaku merupakan teroris kelompok Pondok Aren. Dugaan itu berdasarkan kesamaan bukti: selongsong peluru yang ditemukan di tiga tempat di Tangerang Selatan itu berukuran sembilan milimeter. Kesamaan lain, pelaku membuntuti korban ketika jalan raya sepi pada malam hari atau subuh, dan menembak sambil mengendarai sepeda motor.

Tiga penembakan pertama seakan-akan mengisbatkan cerita versi kepolisian tentang kesamaan lokasi penembakan, yaitu di Tangerang Selatan. Di kawasan ini teroris yang diduga Dulmatin, salah satu otak Bom Bali 2002, ditembak mati Detasemen Khusus 88 pada Maret 2010. Tapi penembakan yang menewaskan Sukardi, anggota provos Badan Pemelihara Keamanan Markas Besar Kepolisian, Selasa malam pekan lalu, di depan kantor Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, berbeda dengan tiga yang lain.

Lokasi penembakan jauh dari Tangerang Selatan, di jantung bisnis Jakarta. Selongsong peluru yang ditemukan pertama kali disiarkan polisi berukuran 4,5 milimeter, meski kemudian muncul keterangan yang menyatakan ukurannya 9 milimeter. Perbedaan pelaku di Tangerang Selatan dan Kuningan itu diakui Kepala Kepolisian RI Jenderal Timur Pradopo. Tapi motif penembakan sampai sekarang belum diketahui. Kepolisian mesti mengungkap apa yang sesungguhnya terjadi di balik tewasnya 29 polisi dan 67 orang yang diduga teroris sejak 2010—menurut data seorang pengamat.

Barangkali yang terjadi adalah "gerilya" kumpulan yang diduga teroris terhadap polisi. Selama ini Densus 88 telah banyak menewaskan anggota kelompok yang memperjuangkan kepentingannya dengan kekuatan senjata itu. Tapi banyak kemungkinan lain. Brigadir Kepala Sukardi, yang ketika ditembak berpakaian dinas, ternyata sedang menjalankan "kerja sampingan" sebagai ­pengawal truk pengangkut peralatan berat.

Polisi berseragam juga mudah disewa untuk mengawal rombongan motor besar atau orang-orang berduit yang tak mau bermacet-ria ketika berlibur. Selama ini bekerja sambilan dengan menggunakan atribut lengkap ini seakan-akan dibiarkan oleh Markas Besar Kepolisian. Padahal tambahan penghasilan dari "bisnis jasa pengawalan" ini cukup besar dibandingkan dengan pendapatan mereka. Bukan mustahil dari persaingan mencari "obyekan" ini muncul konflik yang akhirnya mengundang senjata ikut bicara.

Mencari kelompok dan motif penembakan ini mendesak dilakukan. Bila berhasil mengungkap kasus penembakan gelap, paling tidak kepolisian sudah memulihkan rasa aman anggotanya sendiri dari teror yang telah mencabut lima nyawa itu. Kalau gagal, bagaimana mungkin polisi menjamin rasa aman masyarakat.

berita terkait di halaman 34

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus