Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Macet Undang-Undang Anti-Kekerasan Seksual

DPR kembali menunda pembahasan RUU TPKS. Tak peduli makin banyak perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual.

27 Februari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pembahasan RUU TPKS kembali tertunda.

  • Bergulir sejak 2016, rancangan undang-undang ini tak kunjung disahkan.

  • Jangan sampai hanya menjadi peraturan di atas kertas.

LONJAKAN jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan tidak mengusik perhatian anggota dan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat. Buktinya, ada saja alasan politikus Senayan untuk menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pekan lalu, 23 Februari 2022, rapat kerja antara Badan Legislasi DPR dan pemerintah ditunda karena anggota DPR sedang menjalani reses dan berada di daerah pemilihan masing-masing. Agenda pembahasan RUU TPKS pun batal dengan dalih surat pengantar dari Presiden Joko Widodo belum dibacakan dalam rapat paripurna DPR pada 18 Februari lalu. Padahal Presiden mengirimkan surat itu ke DPR tujuh hari sebelumnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berulangnya penundaan itu menguatkan indikasi bahwa DPR mengulur-ulur pembahasan RUU TPKS. Sebelumnya, pada 8 Desember 2021, Badan Musyawarah dan pimpinan DPR juga gagal menyepakati RUU TPKS sebagai inisiatif Dewan.

DPR dan pemerintah semestinya bergegas mengesahkan rancangan undang-undang tersebut karena makin banyak perempuan yang menjadi korban kekerasan. Sepanjang 2021, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menerima laporan sebanyak 4.500 kasus. Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan tahun lalu meningkat hampir seratus persen dari tahun sebelumnya, 2.400 kasus. Sulit untuk mencegah dan menangani kejahatan ini tanpa aturan yang memadai.

Sungguh ironis, rancangan undang-undang yang bergulir sejak 2016 itu tidak kunjung disahkan. Pemerintah Joko Widodo dan partai pendukungnya yang mayoritas di DPR seolah-olah tersandera oleh sikap satu fraksi minoritas, Partai Keadilan Sejahtera. Fraksi ini sejak awal memang menolak RUU TPKS karena kesimpulan yang salah kaprah. Menurut politikus partai berideologi Islam itu, rancangan undang-undang tersebut bakal melegalkan pergaulan bebas atau hubungan seksual di luar nikah.

Anehnya, politikus dari fraksi-fraksi pendukung pemerintah pun mendadak kelu ketika berbicara tentang RUU TPKS. Padahal mereka selalu lantang dan kompak mendukung rancangan undang-undang yang diusulkan pemerintah, meski mendapat penolakan keras dari masyarakat. Misalnya, mereka mengebut pengesahan RUU Cipta Kerja dan RUU Ibu Kota Negara. Mayoritas anggota DPR hanya mengangguk-angguk ketika pemerintah menyorongkan dua RUU yang kontroversial itu.

Tak ada satu pun fraksi pendukung pemerintah yang serius mendorong pengesahan undang-undang anti-kekerasan seksual yang sangat dibutuhkan untuk melindungi perempuan. Ironisnya lagi, RUU TPKS justru macet ketika DPR dipimpin oleh Puan Maharani, politikus perempuan dari PDI Perjuangan, partai yang selalu mengklaim mengusung ideologi nasionalis dan pluralis. Dengan fakta seperti ini, klaim bahwa pembelahan ideologi nasionalis-Islam di legislatif kerap menghambat penyelesaian undang-undang tidak relevan lagi.

DPR dan pemerintah tentu saja tidak boleh asal cepat membahas RUU TPKS. Jangan sampai kecepatan membuat undang-undang justru mengorbankan isinya. Pengesahan setiap undang-undang harus melalui pembahasan yang saksama. Pelbagai kelompok masyarakat semestinya mendapat kesempatan untuk memberi masukan dan menguji argumentasi perancang undang-undang. Hanya dengan cara itu, bila kelak disahkan, Undang-Undang TPKS akan memiliki legitimasi dan mendapat dukungan masyarakat.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus