PADA tahun 1953, ketika revolusi masih merupakan mimpi, Fidel Castro dengan lantang mengemukakan, "Masalah tanah, masalah industrialisasi, masalah perumahan, masalah pengangguran, masalah pendidikan, dan masalah kesehatan masyarakat merupakan enam masalah yang akan segera dipecahkan bersamaan dengan restorasi kebebasan sipil dan demokrasi politik." Kebulatan tekad untuk mengganyang enam setan masyarakat itu mendapat sambutan hangat sewaktu revolusi tiba. Itu sebabnya, menurut Filosof Jose Marti, cita-cita politik ini merupakan usaha untuk menciptakan tatanan sosial yang lebih adil dan lebih sehat, bebas dari korupsi dan pengisapan, berkarya menuju masyarakat ideal, tapi pragmatis dalam pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat luas. Dalam perspektif kaum.revolusioner, tatanan sosial baru ini hanya dapat diciptakan oleh para hombre nuevo (manusia baru) karena, pada dasarnya, tatanan itu juga diarahkan untuk menciptakan para manusia baru tersebut - yang dikenal sebagai manusia seutuhnya yang memiliki tanggung jawab sosial dan dilandasi atas kesetiakawanan. Bagi mereka, merupakan kebahagiaan tertinggi bila dapat bekerja bersama untuk mewujudkan kepentingan masyarakat luas, yang merupakan the ultimate goal bagi pembaruan yang dilakukan. Setelah revolusi tahun 1959, statistik kehidupan di Kuba berubah dengan drastis. Sebelum Revolusi, kehidupan masyarakat sangat memprihatinkan: harapan hidup rendah, angka kematian bayi tinggi, bahkan lebih dari separuh anak-anak balita menderita kekurangan gizi (KKP). Sementara itu, fasilitas kesehatan, termasuk di dalamnya penyediaan air bersih, hanya dinikmati sekelompok golongan kaya di kota, dan hampir separuh dokter yang numplek di rumah-rumah sakit yang sebagian besar juga berdiri di ibu kota, Havana. Walaupun revolusi belum membawa perubahan berarti dalam pendapatan per kapita, indikator kesehatan berubah dengan amat mencengangkan. Angka kematian bayi, saat ini, hanya 25 per 1.000 kelahiran - ini merupakan angka terendah untuk Amerika Latin dan Amerika Tengah. Harapan hidup meningkat menjadi 72 tahun. Pola penyakit berpindah dari sekadar KKP (kurang kalori dan protein?, diare, radang paru-paru, tuberkulosa, malaria, dan berbagai penyakit infeksi bawaan orang miskin, menjadi penyakit-penyakit cadiovaskular, seperti jantung, kanker, penyakit paru-paru noninfeksi dan semacam itu, yang menjadi ciri-ciri penyakit masyarakat di negara-negara maju. Ini berarti bahwa Kuba telah berhasil mengangkat dirinya sederajat dengan negara-negara industri dalam hal upaya kesehatan. Mengapa bisa begitu? Meski belum terbilang negara kaya, kemakmuran merupakan kenyataan yang makin hari kian terwujud di Kuba. Setelah rezim Batista digulingkan, kementerian kesehatan segera melaksanakan reformasi dan memperluas jangkauan pelayanan kesehatan. Semua rumah sakit dinasionalisasikan. Pelayanan disentralisasikan. Setiap rumah sakit provinsi dilengkapi dengan fasilitas mutakhir, yang berciri pelayanan kesehatan tersier. Di daerah pedesaan, yang merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan, terdapat pos-pos kesehatan komunal yang siap melayani masyarakat. Atau merujuknya ke poliklinik terdekat ataupun rumah sakit regional, apabila perlu perawatan khusus. Sarana kesehatan di pedesaan ini khusus bertugas melakukan tindakan preventif dan promosi bagi kesehatan ibu dan anak. Semua kegiatan ini dilaksanakan oleh Committee for the Defense of the Revolution yang bertugas, antara lain, membantu pelaksanaan kampanye vaksinasi polio ke seluruh penjuru negeri. Hasilnya cukup fantastis. Sejak 1963, Kuba dinyatakan bebas polio - satu tahun lebih dahulu dari Amerika Serikat. Satu hal yang patut dicatat bahwa sistem upaya kesehatan di Kuba sangat menggantungkan diri pada peranan dokter. Bahkan pada policlinico, yang merupakan pusat upaya kesehatan primer seperti di banyak negara lainnya, pengelola utamanya para kelompok spesialis. Di sana bisa dijumpai ahli penyakit anak, ahli kebidanan, ahli penyakit dalam, dan sebagainya. Tanggung jawab tidak semata-mata diberikan kepada tenaga paramedis. Bahkan dokter yang belum mempunyai keahlian tertentu jangan harap bisa mengelola policlinico. Model upaya kesehatan semacam ini memang mahal. Maka, agak mengherankan, kalau dalam perekonomian pemerintah Kuba sangat pelit dan teliti membelanjakan anggarannya, untuk upaya kesehatan justru cost-effecttveness kurang diperhatikan. Untuk perumahan rakyat, misalnya, Kuba membangun kompleks apartemen dengan harga murah. Pemilikan mobil pribadi dibatasi. Tapi, untuk upaya kesehatan, langkah yang dilakukan sangat tidak realistis dipandang dari perhitungan ekonomis. Problem kesehatan sederhana, yang sebenarnya dapat dipecahkan oleh tenaga paramedis biasa, ditangani oleh dokter spesialis dengan menggunakan peralatan mutakhir. Alangkah mubazirnya menyediakan tenaga dokter di pedalaman hanya sekadar memberikan suntikan rutin insulin. Tetapi itulah yang ditempuh Kuba. Dalam mengembangkan sistem upaya kesehatan Kuba ternyata terjebak dalam konsep klasik. Seperti juga negara-negara maju, pengandalan pada tenaga kesehatan profesional menjadi taruhan. Sementara itu, pendapatan per kepala di Kuba belum lagi di atas pendapatan yang dicapai negara-negara berkembang. Akibatnya bisa dibayangkan. Ketergantungan Kuba kepada negara lain, dalam hal ini Uni Soviet, merupakan kenyataan yang tak dapat dielakkan. Ini menyebabkan sistem upaya kesehatan yang berlaku di Kuba tidak dapat begitu saja dilepaskan dari sistem ekonomi-politik yang tengah berlangsung. Sistem upaya kesehatan semacam itu sangat bersifat hierarkis dengan menempatkan dokter pada puncak piramida. Tidak aneh kalau para dokter dalam prakteknya tidak ubahnya seperti pedagang komoditi. Sistem yang dibangun atas dasar keterpakuan pada profesionalisme macam ini menyebabkan anggaran kesehatan membengkak. Sementara yang akan memperoleh nikmat dari pembangunan di sektor ini hanya kalangan profesional kesehatan - para dokter dan birokrat kesehatan. Dalam keadaan seperti itulah Deklarasi Alma-Ata dikumandangkan pada 1978. Dengan harapan, slogan Health for all by the year 2000 dapat mengubah sistem yang telah berakar tersebut. Penekanan pada kesehatan masyarakat diharapkan dapat menumbuhkan swadaya masyarakat dan partisipasi mereka untuk berusaha meningkatkan derajat kesehatan sendiri. Dengan demikian, semacam alih kelola di sektor kesehatan dapat terwujud, bila masyarakat telah paham arti hidup sehat yang harus mereka capai sejak dini. Apakah upaya ini hanya akan menjadi bagian dari retorika politik atau utopia belaka? Zaman yang akan menentukan. Bagaimanapun juga perlu ditumbuhkan suatu sistem yang dapat membangun etika upaya kesehatan, yang benar-benar mampu menjawab kebutuhan masyarakat. Dan ini tidak gampang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini